POV Jingga
Dewa tidak pernah muncul lagi setelah ia pergi dari rumah waktu itu. Sudah sekitar dua hari. Dia tetap mengirimkan pesan menanyakan bagaimana keadaanku dan anak-anak. Dia juga mengingatkan agar aku tidak lupa makan dan cepat tidur.
Beberapa kali dia meminta untuk bisa kembali pulang, tetapi tidak aku izinkan. Mungkin ada baiknya kami tetap seperti ini sampai proses perceraian kami selesai. Dewa juga bisa membiasakan untuk hidup tanpa aku di sisinya dan dia bisa dengan bebas mengatur kehidupannya dengan Lidya.
Aku tidak melarangnya untuk bertemu dengan anak-anak, tetapi dua hari ini dia tidak datang untuk menemui mereka dan aku tidak memaksanya. Kalau memang dia merindukan anak-anak dia pasti akan datang.
[Mulai besok, biarkan aku yang nengantar anak-anak sekolah seperti biasa. Kamu tentunya kesulitan kalau harus berangkat lebih pagi karena pasti macet kalau memakai mobil.]
Pesan dari Dewa masuk ketika aku sedang menidurkan anak-anak. Dulu memang selalu Dewa yang mengantarkan anak-anak sekolah menggunakan motor karena harus melewati beberapa sekolah yang tentu saja di jam pagi menyebabkan kemacetan.
Kalau aku yang mengantar, harus berangkat satu jam lebih pagi dari biasa dan aku biarkan anak-anak melanjutkan tidur mereka di mobil.
[Oke. Kalau begitu aku akan membangunkan mereka lebih siang.]
Terkadang, aku memang merasa ada yang aneh. Bagaimanapun, aku hidup bersamanya selama lima belas tahun dan sekarang, tiba-tiba saja dia hilang dari pandanganku. Semua kebiasaan bersamanya perlahan harus aku hentikan.
Aku juga sudah tidak lagi menyiapkan teh di pagi hari, atau menyiapkan sarapan untuknya, atau cemilan yang menemaninya selama bekerja di ruang kerjanya. Ruang kerja itu sekarang kosong.
Apakah aku merindukannya? Tentu saja terkadang aku memang merindukannya. Merindukan semua perlakuan manisnya kepadaku dulu, tetapi aku sadar, ini adalah bagian perubahan yang harus aku lalui. Semua kenangan itu tidak bisa hilang begitu saja.
Hanya saja, aku harus belajar untuk terbiasa. Terbiasa untuk tidak memiliki Dewa lagi dalam keseharianku seperti dulu.
Dewa sering memanjakanku walaupun dia tahu kalau aku adalah wanita yang mandiri. Sebisa mungkin, dia akan mengantarkan aku walaupun sebenarnya aku bisa membawa mobil sendiri. Tidak hanya itu, banyak hal lain yang Dewa lakukan untukku yang sebenarnya tidak masalah jika aku lakukan sendiri.
Aku memang harus mulai terbiasa tidak ada lagi yang memanjakanku dan kembali menjadi wanita yang mandiri. Kekosongan itu harus mulai aku isi sendiri karena ini adalah pilihanku untuk berpisah dari Dewa.
Aku memilih untuk kehilangan semua itu dari pada hidup dengan seseorang yang tidak bisa lagi aku percaya. Aku tidak bisa membiarkan seseorang yang menyentuh wanita lain, menyentuhku dan aku juga tidak mau hidup dengan seseorang yang memberikan hatinya kepada wanita lain dan mempertahankan ku demi statusnya di depan orang lain. Aku tidak membutuhkan hidup dalam kepalsuan seperti itu.