Aku berkali-kali berusaha untuk menghubungi Dewa. Entah apa yang ada di dalam pikirannya sampai dia tiba-tiba ingin datang dan memasak untuk kami.
Jika dia ingin bertemu dengan anak-anak, aku tidak melarang hanya saja tidak seperti ini. Aku tidak ingin dia datang dan pergi seenaknya walaupun status kami masih suami istri, tetapi aku masih butuh waktu untuk menenangkan pikiranku. Aku butuh waktu untuk menjauh dalam menghadapi proses perceraianku.
Ketika aku mendengar suara motornya tiba, aku langsung turun ke bawah. Aku ingin mengungkapkan ketidaksetujuan ku atas sikapnya yang seenaknya.
Aku ingin dia menghormati permintaanku untuk menjaga jarak dan dia sedang mengabaikan permintaanku.
Aku tahu kalau Dewa memang terkadang seenaknya untuk mencapai keinginannya. Sama seperti ketika dulu dia mencoba mendekatiku, sering sekali dia mengabaikan kata-kataku dan tetap saja melakukan apa yang dia inginkan untuk mendapatkan ku. Walaupun justru sikap seenaknya itu pada akhirnya membuatku luluh.
Mungkin dia sedang mengulanginya lagi untuk mengubah pendirianku.
Dewa seakan tidak mendengarkan ku, apalagi ketika Andy datang dan memanggilnya. Aku sudah tidak mungkin melarangnya kalau di depan anak-anak dan dia memanfaatkannya.
Andy memang tampak merindukan Dewa. Di banding Devan, Andy memang lebih dekat dengan Dewa. Andy sering menemani Dewa dengan hobi otomotifnya, sedangkan Devan lebih dekat denganku.
Aku tidak bisa apa-apa kecuali membiarkan Dewa melakukan sesuai yang dia inginkan. Memasak untuk kami. Aku menunggu dengan bermain bersama anak-anak.
“Makanannya sudah siap.”
Dewa tiba-tiba membuka pintu kamar. Andy langsung berdiri dan menyambutnya. Mereka turun terlebih dahulu dan Devan berjalan bersamaku.
“Are you okay, Mom?”
Aku sempat terkejut dengan pertanyaan Devan. Apakah mungkin Devan tahu?
“I am okay, Honey. Why did you ask?”
Devan hanya menggelengkan kepalanya dan tiba-tiba saja dia menggandeng tanganku.
“Papa hanya memasak ini agar cepat selesai. Tidak apa-apa, kan?”
Tidak ada yang protes. Kami memang terbiasa menikmati apa saja yang terhidang di atas meja. Sebisa mungkin aku mengajarkan anak-anak bersyukur dengan apa yang ada.
Kami menikmati makan malam dengan tenang. Sesekali aku menjawab pertanyaan Dewa tentang keseharian kami. Aku berusaha untuk bersikap biasa seakan tidak terjadi apa-apa di antara Dewa dan aku.
Usai makan malam, aku mengajak Dewa berbicara. Ada beberapa hal yang harus aku tegaskan di antara kami.