Retak Berhamburan

blank_paper
Chapter #47

Bab 47 - Lidya Datang (PoV Dewa)


Aku sedang terdiam sambil menatap langit-langit apartemen tempat aku tinggal beberapa hari ini. Hanya kesunyian yang menemaniku. Aku baru saja mengantarkan anak-anak ke sekolah dan aku kembali ke sini. Bukan ke rumahku bersama Jingga.

Semalam adalah hal yang membahagiakan untukku. Aku dapat melepaskan kerinduanku kepada anak-anak dan juga Jingga. Aku dapat melihat mereka kembali dalam waktu yang cukup lama. Aku bahkan juga melihat Jingga tertidur dalam jarak yang sangat dekat sampai akhirnya aku memutuskan untuk menemaninya tidur di sofa kamar kami.

Melihatnya menangis di pelukanku sangat menyakitkan. Selama ini, dia terlihat begitu tegar sampai aku tidak menyadari sedalam apa aku telah menyakitinya, dan semalam, aku melihat semuanya. Aku telah menyakiti Jingga begitu dalam.

Notifikasiku berbunyi. Aku meraih ponsel di atas meja.

Lidya .... Dia masih tidak menyerah. Aku tidak menjawab pesan terakhirnya sebelum aku pulang ke rumah. Dia memintaku untuk bersikap kejam agar dia bisa melupakanku dan itulah yang sedang aku coba lakukan. Aku mengabaikannya.

[By, aku ingin bertemu. Walau untuk yang terakhir kalinya.]

[Aku tahu kamu ada di apartemen dan aku sekarang ada di luar.]

[Tolong buka pintunya, By.]


Aku bangun terkejut setelah membaca pesan Lidya. Bagaimana dia tahu kalau aku sedang berada di apartemen? Aku sengaja tidak memberitahunya agar dia tidak menyusulku ke sini.

Ponselku pun berdering. Suaranya pasti terdengar sampai di balik pintu dan tidak ada gunanya untuk bersembunyi.

Aku pun akhirnya melangkah menuju pintu dan membukanya. Sebuah pelukan langsung menyambutku. Ada suara isak tangis yang aku dengar. Tubuh Lidya pun sedikit bergetar.

“Kamu jahat, By. Aku tahu aku memintamu untuk jahat kepadaku, tetapi aku tidak mengira kamu benar-benar bisa berbuat seperti itu.”

Aku hanya terdiam. Aku belum balas memeluknya. Aku berusaha menahan diri karena aku tidak ingin melakukan sesuatu yang akan membuatku menyesal.

Hubunganku dan Lidya harus berakhir. Hanya itu satu-satunya cara untuk membuat Jingga bisa percaya lagi padaku, meskipun sejujurnya, aku masih menyimpan perasaan untuk wanita yang masih mendekapku dengan erat.

“Aku tidak bisa, By. Aku tidak tahan jauh dari kamu. Aku tidak menerima kabar dari kamu. Semuanya membuat aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya bisa menangis dan aku bahkan tidak konsentrasi untuk bekerja.”

“Kita bicara di kafe di bawah, ya? Kamu jangan seperti ini.”

Aku berusaha untuk tidak membuka celah. Sungguh, hal ini sangat sulit. Kesepianku membuatku sangat ingin mencumbunya.

Lihat selengkapnya