Retak Berhamburan

blank_paper
Chapter #49

Bab 49 - Caranya Mencintai, Menyakitkan (PoV Jingga)


Kami masih berbicara tentang kejadian di apartemen tadi. Kami tidak bertengkar, tetapi tidak juga dalam keadaan yang akrab.

Bayangan bagaimana Lidya duduk di pangkuan Dewa dengan baju yang sedikit berantakan dan rambutnya yang tidak lagi tertata rapi seperti biasa, membuat pikiranku mengambil sebuah kesimpulan kalau mereka sedang asyik bermesraan ketika aku datang, walaupun Dewa berusaha untuk menepisnya.

Dewa menghampiriku dan berjongkok di hadapanku. Ia bahkan meraih tanganku dan menciumnya berkali-kali. “Aku minta maaf, Jingga. Sumpah! Aku tidak melakukan apa-apa dengannya. Aku sedang berusaha untuk menghentikannya sebelum kamu datang. Aku sudah akan mengakhiri hubungan kami.”

Dewa menatapku dengan penuh permohonan. Aku bahkan kini sudah tidak tahu apakah dia tulus atau tidak mengucapkan semua itu. Aku sudah tidak tahu siapa pria yang sedang memohon di hadapanku.

“Aku tidak pernah mengundangnya untuk datang ke apartemen. Dia datang sendiri mencariku. Aku tidak akan mungkin melakukan hal seperti itu di tempat kita.”

Aku jijik. Aku langsung berdiri dan menghempaskan tangannya. Tangan itu tadi menyentuh wanita itu dan aku juga tidak mau tahu apa yang sedang mereka lakukan.

Aku tidak bisa mengerti bagaimana seorang pria dan wanita yang telah menikah mampu melakukan hal sekotor itu. Dan tanpa hati memulai kehancuran bagi keluarga mereka.

“Jangan mencoba untuk memungkiri apa pun yang tadi terjadi. Di saat kamu mengizinkan dia masuk, seharusnya kamu sudah tahu apa yang bisa terjadi dan kamu dengan egomu itu berpikir kalau kamu bisa menghentikannya. Atau mungkin, secara tidak sadar kamu memang ingin bersamanya?”

“Iya aku salah. Aku tahu aku salah.” Dewa kembali meraih tanganku bahkan kali ini dengan posisinya yang masih berjongkok, dia memeluk pinggangku. Tatapannya sudah sangat sendu seakan dia akan membanjiri wajahnya dengan air mata sebentar lagi.

“Aku sedang berusaha, Jingga. Aku sedang berusaha untuk membuatnya berhenti.”

Dewa memelukku dengan sangat erat. Suaranya mulai parau. Aku merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Rasanya, aku hanya ingin Dewa pergi dan menghilang. Aku tidak ingin dia menggangguku lagi dengan segala permohonannya.

Aku melepaskan pelukan Dewa dan melangkah menjauh darinya. Aku kembali duduk. Aku tidak ingin dia menyentuhku.

“Kenapa kamu berusaha membuatnya berhenti, tetapi terus menerima kehadirannya? Tidakkah kamu bisa bersikap tegas? Apa yang kamu lakukan sekarang menunjukkan kelemahan mu dan dia tahu itu. Sampai kapanpun, kamu tidak akan bisa lepas darinya.”

Mana mungkin mereka berpisah dengan keadaan seperti ini? Dewa yang tidak tegas, dan wanita itu yang sepertinya tahu bagaimana menangani seorang pria seperti Dewa yang tergila-gila padanya sehingga menjadi bodoh.

Lihat selengkapnya