Retak Berhamburan

blank_paper
Chapter #50

Bab 50 - Memberitahu Mertuaku (PoV Jingga)


Sejak kejadian di apartemen itu, Dewa tetap keras kepala untuk kembali mengambil hatiku. Dia tidak segan-segan untuk selalu pulang walau tidak menginap. Dia kembali bekerja di kamar kerjanya dan lebih sering meluangkan waktu bersama aku dan anak-anak walau hanya sekedar makan bersama.

Pagi hari setelah mengantar anak-anak, ia akan kembali ke rumah dengan membawa sarapan, atau membuatkannya untukku, hal yang dulu sering ia lakukan.

Aku juga sering mendapati dia mengerjakan semua pekerjaan rumah yang biasa aku lakukan sendiri. Dia membiarkan aku konsentrasi kepada usahaku yang memang sedang dalam kondisi yang sangat baik.

Jujur saja, semua yang dia lakukan memang sedikit membuatku tersentuh, tetapi sudah tidak berarti lagi. Mungkin Dewa berusaha untuk berubah, bahkan perubahannya ini lebih dari sebelumnya.

Semua perhatiannya itu sudah benar-benar seperti angin lalu bagiku.

Kekecewaanku terlalu dalam untuk dapat membuat semua usaha Dewa menjadi berarti.

Aku juga sudah tidak pernah melihat Dewa melakukan video call dengan Lidya. Ruang kerjanya kini selalu terbuka dan ke mana pun dia pergi, dia akan mengabari dan bahkan mengirimkan live location-nya.

Aku tidak tahu apakah mereka benar-benar berakhir, atau hubungan mereka hanya meregang, karena jujur saja, aku tidak percaya kalau mereka sudah benar-benar putus.

Sepertinya, semua usaha ia coba lakukan sesuai dengan apa yang dia katakan beberapa hari lalu. Dia akan melakukan apa saja untuk membuat aku tetap berada di sampingnya.

Proses perceraian ku tetap berjalan. Aku tidak menundanya dan karena itu juga aku harus memberitahu mertua dan kedua orang tuaku.

Bagaimanapun, lebih baik mereka tahu sebelum putusan itu keluar.

Aku berbicara kepada Dewa untuk datang ke rumah orang tuaku dan orang tuanya bersama. Dewa sangat menentangnya karena Dewa masih berharap aku membatalkan semuanya.

Kami sedang duduk di ruang kerjanya untuk berbicara.

“Surat panggilan itu akan datang minggu depan. Sebelum sidang, aku rasa mereka harus tau, Wa.”

“Kenapa kamu sangat keras kepala? Tidak bisakah kamu membatalkannya dan kita hidup bersama seperti yang sedang kita jalani? Apakah berat menjalankannya seperti ini?”

“Aku tidak ingin bersandiwara di depan anak-anak lagi, Wa. Untuk apa kita seperti masih bersama, tetapi jarak di antara kita sudah terlalu jauh?”

“Kamu yang selalu menjaga jarak, Jingga. Aku selalu berusaha untuk mengikis jarak itu, tetapi aku tetap tidak bisa menggapaimu lagi.”

Lihat selengkapnya