Retak Berhamburan

blank_paper
Chapter #52

Bab 52 - Menghadapi Papa (PoV Dewa)


Setelah Jingga pergi bersama mama, aku tahu kalau aku harus menghadapi papa. Papa bukanlah sosok yang mudah untuk di hadapi. Aku sudah mempersiapkan diri kalau papa akan menghakimiku.

“Apakah dia lebih baik dari Jingga?”

Pertanyaan itulah yang pertama kali aku terima dari Papa. Beliau hanya duduk sambil menatap tajam ke arahku. Jujur, aku tidak menyangka kalau papa akan membahas Lidya. Aku kira dia akan langsung memarahiku.

Aku menggelengkan kepala. Pada kenyataannya, aku memang tidak mendapatkan Lidya jauh lebih baik dari Jingga dalam banyak hal.

“Lebih cantik dari Jingga?”

Aku kembali menggelengkan kepala. Sosok Lidya secara fisik jelas jauh dari Jingga. Bahkan wajah Lidya pun bukanlah seleraku.

“Atau .... Lebih membuatmu terbuai di atas tempat tidur?”

Lagi-lagi aku menggelengkan kepala. Lidya memang lebih berani, tetapi dia tidak bisa memuaskan ku seperti Jingga. Dia memang pandai menggoda, tetapi ketika sudah urusan ranjang, jujur saja dia tidak terlalu menggoda, bahkan rasanya tidak nikmat berhubungan dengannya, tetapi aku cukup suka dengan caranya menggodaku.

“Lalu apa alasanmu mengkhianati Jingga?”

“Aku tidak tahu, Pa. Semua perhatian dan kata-kata manisnya membuatku terbuai.” Hanya hal itu yang terpikirkan olehku. Apakah aku memang selemah itu untuk mudah terbuai hanya dengan kata-kata manis yang tidak bisa sering aku dapatkan dari Jingga?

Pribadi Jingga bukanlah wanita yang suka menggoda. Dia juga tidak suka berbasa-basi untuk menyenangkan hati seseorang, tetapi dia tidak ragu untuk memuji seseorang hanya karena hal kecil dan dia melakukannya dengan tulus.

“Lelaki lemah! Hanya karena itu kamu rela kehilangan Jingga? Demi wanita murahan yang bersedia tidur dengan pria yang bukan suaminya? Apakah kamu tidak pernah berpikir kalau dia bisa tidur denganmu, maka dia bisa tidur dengan pria lain juga?”

Aku menunduk. Perkataan papa sama sekali tidak salah. Aku hanya terlalu buta.

“Papa benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu. Kamu sudah mendapatkan istri yang bisa menjaga diri, mengurusmu dan anak-anak dengan baik, tidak menuntut macam-macam, sayang pada mertua, dan kamu melepaskan semua itu demi kata-kata manis?”

Papa menghela napas panjang. Sepertinya, dia hanya akan pasrah pada keputusan Jingga. “Papa sudah tidak tahu lagi, Wa. Kamu tidak akan menemukan lagi wanita seperti Jingga. Dia menemani dan percaya padamu ketika kamu mau memulai bisnismu. Dan ketika kamu sukses, kamu malah bersenang-senang dengan wanita murahan.”

“Di mana kalian bertemu? Di bar? Atau tempat karaoke?”

“Tidak, Pa. Kami satu klub sepeda.”

Lihat selengkapnya