"Hun, kita hentikan saja semua ini, ya?”
Lidya tampak terkejut mendengar permintaanku.
“Loh, kenapa, By? Jingga memintamu meninggalkan aku, ya?”
Aku menggelengkan kepala. “Jingga tidak pernah memintaku. Dia justru ingin agar aku melanjutkan hubungan kita.”
“Lalu? Apa masalahnya?”
“Aku lelah, Hun. Aku ingin kembali kepada keluargaku. Sebaiknya kita tidak terperosok lebih dalam lagi.”
“Apakah kamu merasa risau karena akan berpisah dengan Jingga? Kan masih ada aku, By. Aku nggak ke mana-mana.”
“Apakah kamu akan berkata hal yang sama kalau tiba-tiba Leo tahu? Apakah kamu akan tetap memilihku? Untuk melepaskan dia demi aku saja kamu tidak bisa.”
Akhirnya aku mengeluarkan kata-kata yang pastinya akan menyakiti hati Lidya. Aku sudah tidak peduli. Kalau dia marah, justru hal itu akan mempermudah untuk mengakhiri hubungan kami.
“Maaf. Ini kesalahanku. Tidak seharusnya aku menanggapi mu dulu. Aku yang membuka celah dan membiarkan kamu masuk. Mungkin sebaiknya kamu juga kembali ke keluargamu. Kasihan anakmu.”
“Keluargaku baik-baik saja, By. Mereka tidak tahu.”
“Suatu saat mereka akan tahu, Hun. Apakah kamu tidak melihat apa yang terjadi pada keluargaku? Suamimu mungkin masih belum menyadarinya, tetapi Tuhan pasti suatu saat akan membuka hubungan kita.”
“Leo tidak akan tahu, By. Dia sangat percaya pada apa saja yang aku katakan. Dan Leo juga tidak pernah mencari tahu, kecuali Jingga yang mengatakannya kepada Leo.”
“Aku sudah tidak mau menambah masalah lagi, Hun. Persidanganku sebentar lagi akan digelar.”
“Kamu sudah tidak sayang sama aku ya, By? Kamu bilang kamu akan sayang aku selamanya dan kita bisa sama-sama terus.”
“Ini bukan masalah perasaanku padamu, Hun. Ini soal aku ingin melakukan hal yang benar. Aku harus kehilangan keluargaku karena kesalahan ini.”