Ada satu hal tersulit yang belum aku lakukan perihal perpisahanku dengan Dewa, yaitu berbicara dengan anak-anak. Tidak akan ada saat yang tepat untuk berbicara, tetapi aku harus melakukannya.
Awal minggu depan sidang pertamaku, akan digelar. Aku yakin undangannya juga sudah sampai ke tangan Dewa. Aku berharap dia tidak datang agar semua berjalan dengan cepat.
Aku sedang duduk di ruang makan bersama anak-anak. Tadi kami sempat masak bersama dan diisi dengan canda tawa. Aku tidak berani membayangkan reaksi mereka ketika aku mengatakan kondisi yang sebenarnya.
Aku sudah mencari banyak referensi bagaimana cara mengatakan kepada anak-anak dan pada akhirnya, aku menemukan satu film bagaimana sang ibu mengatakan tentang kondisi keluarga mereka yang sebenarnya.
“Devan, Andy, Mama mau bicara sebentar. Kita ke ruang keluarga, yuk!”
Andy duduk di pangkuanku dan Devan duduk di sampingku sambil menyenderkan kepalanya di bahuku.
“Sepertinya, Papa dan kita tidak bisa tinggal di satu rumah lagi.”
Andy mengangkat kepala dan menatapku.
“Kenapa, Ma? Memang pekerjaan papa sibuk sekali, ya?”
“Bukan begitu, Sayang. Mama minta maaf. Ada beberapa hal yang membuat Mama dan papa tidak bisa bersama.”
“Mama dan papa bertengkar? Kata ibu guru, kalau bertengkar kita bisa saling meminta maaf dan berteman lagi.”
Aku menarik napas panjang. Sangat sulit untuk menjelaskannya. Aku tidak mau menyebutkan apa pun tentang perselingkuhan Dewa.
“Mama dan papa bukan bertengkar, tetapi ada beberapa pemikiran yang sudah tidak sejalan lagi. Mama tidak mau nanti akhirnya jadi bertengkar terus dengan papa.”
“Jadi, Andy tidak bisa ketemu papa lagi?”
“Bukan. Papa tetap akan datang dan bermain dengan kalian. Hanya saja Papa tidak tidur lagi di rumah ini. Papa tidur di apartemen. Andy dan Devan boleh sesekali menginap di sana.”
Andy hanya terdiam. Begitu juga dengan Devan. Firasat ku mengatakan kalau Devan tahu tentang Lidya, hanya saja mungkin dia bingung atau memang memilih untuk bungkam.
“Papa, tidak akan berhenti menjadi papa kalian. Papa tetap sayang sama kalian dan kalian bisa kapan saja bertemu. Yang berhenti hanya antara mama dan papa. Itu pun kami akan tetap berteman. Sama-sama merawat kalian. Hanya waktunya yang mungkin kini berbeda.”
Tiba-tiba saja, aku merasakan tubuh Andy bergetar. Dia menangis. Aku tahu kalau Andy cukup dekat dengan Dewa.
Aku memeluk Andy. Mengecup puncak kepalanya.
“Mama minta maaf. Mungkin untuk saat ini kamu belum bisa mengerti, tetapi Mama dan papa akan selalu menyayangi kalian. Tidak ada yang berubah. Kita tetap bisa pergi bersama seperti dulu. Papa juga tetap mengantar kalian sekolah.”
Setelah itu hanya ada kesunyian. Aku benar-benar merasa bersalah kepada mereka, tetapi aku juga tidak bisa memaksakan diri. Setelah ini, mereka pasti akan lebih membutuhkan aku dan Dewa.