Aku mengisi waktuku dengan membereskan rumah. Aku mulai mengumpulkan barang-barang yang aku simpan terlalu lama dan jarang aku gunakan.
Dewa selalu mengirimkan pesan dan foto-foto dia bersama anak-anak. Aku tersenyum melihat semua foto-foto itu. Kebahagiaan ini pasti akan sangat lengkap andaikan Lidya tidak ada di tengah-tengah kami.
Dulu, kami adalah keluarga yang bahagia. Setidaknya, itu yang aku pikirkan dan aku rasakan. Tapi sepertinya berbeda dengan Dewa.
Ternyata aku tidak bisa memenuhi keinginannya sampai dia harus mencari kebahagiaan di wanita lain.
Baru saja aku meletakkan ponselku, suara dering terdengar. Aku melihat layar dan satu nama yang telah memporak-porandakan hidupku terlihat di sana.
Lidya.
Aku sempat terpaku melihat layar ponselku dengan pikiran yang kosong. Aku tidak pernah menyangka dia berani menghubungiku. Tampaknya dia merasa semakin besar kepala dengan proses perceraianku.
Semula aku ragu untuk mengangkat dan meladeninya, tetapi ada rasa penasaran dengan tujuan dia menghubungiku.
Aku akhirnya memutuskan untuk mengangkat panggilan itu.
“Jingga? Aku rasa kita perlu bicara.”
Tidak ada sapaan apa pun yang dia berikan. Sepertinya dia memandangku sebelah mata. Aku tidak terlalu peduli. Tidak ada lagi yang dia lakukan bisa membuat hatiku lebih sakit dari sekarang.
“Saya tidak punya waktu,” jawabku asal.
“Menurutku, kamu harus bertemu. Setidaknya satu kali dalam hidup kita, kan?”
“Untuk apa? Tidak ada untungnya untukku. Bukankah kamu sudah mendapatkan apa yang kamu mau?”
“Justru itu yang ingin aku bicarakan.”
“Memang kamu mau apa lagi selain Dewa? Hartanya? Tenang saja, kamu bisa menikmati sebagian hartanya yang tersisa setelah kami bercerai.”
“Kamu sebenarnya punya rencana apa? Kenapa Dewa akhir-akhir ini menghindariku? Kalian akan rujuk lagi?”
“Jangan khawatir. Aku sudah serahkan Dewa padamu. Silakan kamu mengurusnya. Kenapa dia menghindarimu? Kenapa tidak kamu tanyakan saja sendiri pada yang bersangkutan?”
Ternyata Dewa benar mulai menghindari Lidya sesuai dengan janjinya, tetapi sayang semua sudah terlambat. Apa lagi semalam mereka kembali bersama.
“Lima belas tahun kalian bersama, tetapi aku bisa mendapatkan dia hanya dalam hitungan bulan. Bukankah sudah terbukti kalau aku jauh lebih baik, bukan?”