Hari ini adalah hari terakhirku menyandang status sebagai suami Jingga.
Pada akhirnya, dengan tidak rela aku memilih untuk memberikannya kebahagiaan dengan tidak lagi berjuang untuk tetap bersama. Aku berjanji untuk menerima perpisahan kami.
Hari ini aku memilih pakaianku untuk menghadiri sidang kedua dan akan menjadi sidang terakhir yang akan memutuskan status kami sebagai suami istri.
Aku terpaku cukup lama di depan kaca sambil memandangi diriku.
Dulu, Jingga selalu suka kalau aku berpenampilan seperti ini. Katanya, kalau kancing atasnya aku buka, aku tampak keren.
Aku tersenyum miris mengingat semua itu. Semua kenangan tentang Jingga harus aku simpan tanpa ada lagi episode barunya. Semua tamat di hari ini.
Aku mengambil kunci mobilku dengan enggan. Rasanya, aku tidak ingin pergi dan berada di sana saat hakim memutuskan peranku sudah berakhir sebagai suami Jingga.
Ketika aku tiba, Jingga terlihat baru sampai bersama Rara, sosok yang sangat mendukung perceraianku.
Aku tidak bisa menyalahkannya. Sebagai teman baik Jingga, tidak heran kalau dia ikut sakit hati dengan perbuatanku. Dulu dia mundur dari menjodohkan kakaknya dengan Jingga karena melihat ketulusanku dan kegigihanku mengejar Jingga.
Mungkin Rara tidak seharusnya merestuiku sehingga aku tidak perlu menyakiti Jingga seperti ini.
Aku menyapa mereka. Aku berusaha menampakkan wajah yang baik-baik saja meskipun dalam hatiku terasa hancur.
“Jadi, ini yang kamu inginkan?” Aku bertanya untuk yang terakhir kalinya. Aku berharap semalam Tuhan berbaik hati mengubah hati Jingga dan memberikan aku satu kesempatan terakhir.
Jingga mengangguk, dan artinya harapanku sudah hilang. Tidak ada lagi kesempatan yang bisa aku dapatkan.
Kami pun masuk bersama. Aku duduk di sebelah Jingga yang tampak begitu tenang.
Selama pembacaan putusan pun Jingga tidak menampakkan emosi apa-apa. Aku sesekali mencuri pandangan ke arahnya. Kenapa aku baru menyadari kalau Jingga tampak sangat cantik hari ini? Jingga memang selalu cantik sekalipun dia tidak memakai riasan apa-apa, tetapi hari ini terlihat berbeda.
Apakah karena dia begitu bahagia bisa lepas dariku sehingga ia terlihat secantik ini? Apakah karena semua bebannya akan terlepas hari ini sehingga aura Jingga terlihat begitu nyata?
Apa pun alasannya, aku harus melepaskannya. Kecantikan itu sudah bukan milikku lagi.
Setelah mendengar ketukan palu, aku terdiam. Rasanya sebagian diriku terbang entah ke mana. Aku merasa kosong. Aku merasa pincang. Aku merasa sebagian diriku mati.