WANITA bernama Jelila itu rupanya telah mendapati Shazia yang mencoba melakukan aksi bunuh diri. Namun bukan menghentikan, kekasih sahabat Rudiyanto itu justru takut karena khawatir diserang bila menghentikan. Maka ia hanya mampu mengirim pesan pada Rudiyanto yang disebutnya 'Ar' begitu yang dilaporkan keluar dari toilet.
Selama perjalanan diantar pulang, Shazia menghentak-hentak lemah kakinya. Wajahnya begitu layu seperti seorang pemakai. Bersandar di bangku belakang pengemudi mobil ojol, begitu gelisah memutar diri ke kiri ke kanan hampir tanpa henti. Rudiyanto di bangku samping pengemudi hanya mampu melihat melalui kaca spion dalam dengan perasaan iba dan bingung apa yang harus dilakukan. Sudah ditawarkannya ke rumah sakit, ia justru ditelunjuk bak diancam pistol bila benar-benar mobil ojol menuju rumah sakit. Sang pengemudi turut merasa khawatir, namun penumpang di sampingnya meyakinkan agar tetap pada titik yang sudah ditetapkan.
Sesuai pinta, Shazia diturunkan dekat rumah. Rudiyanto termenung lega begitu gadis itu memasuki rumah. Rudiyanto kemudian meminta pengemudi untuk meneruskan perjalanan ke kost-nya--setelah sang pengemudi mengajari bagaimana melalui aplikasi ojol supaya perjalanan diteruskan. Tidak banyak ia bicara ketika pengemudi bertanya penasaran ada apa dengan penumpang perempuan tadi.
Kaki-kaki mengerikan dan menggelikan kembali terngiang ketika sudah turun dari mobil ojol, Rudiyanto melangkah menuju kamar kost-nya. Raut wajahnya kedapatan pemilik kost sedang muram, pemuda itu pun berusaha menarik kedua ujung bibir dan memaksakan diri menyemringahkan wajah. Tanpa perlu berterus terang apa yang terjadi kenapa terlihat muram, ia pamit masuk kamar kost. Roman wajahnya kembali mengelabu.
Diraihnya laptop untuk membaca perkembangan sang korban. Namun tiada yang bisa bisa dibacanya selain berpikir untuk bertanya langsung melalui aplikasi perpesanan. Itu pun masih dalam keragu-raguan, kepalanya menggeleng merasa tidak perlu terburu-buru mengetahui kabar sang korban peretasan. Shazia pasti butuh waktu!
Pemuda dengan bulu-bulu di wajah yang hampir tumbuh itu kembali bersandar di dinding kamar kost. Sempat buntu apa yang hendak dilakukan. Teringat serial Jepang Nobuta wo Produce yang belum rampung ditonton, ia ingin bisa mengerti korbannya melalui tayangan tersebut.
>>>
[24/9 05.46] Shazia: Khadijah, aku ke psikolog...
[24/9 05.58] Khadijah: Kamu ke psikolog? Kenapa, Shai?
[24/9 05.58] Shazia : Apa kamu tidak waspadai aku karena aku menemui profesional kejiwaan?
[24/9 05.58] Khadijah : Waspadai kenapa? Memangnya apa yang udah terjadi sama kamu?
[24/9 05.58] Shazia : Mungkin sepele... Aku patah hati banget sama Iqlima... Aku pikir ini ada yang salah. Maka aku ke psikolog. Dan sebelum ke psikolog aku udah ubek-ubek diriku, ternyata aku punya trauma masa SD...
[24/9 05.59] Khadijah: Apa yang terjadi di masa SD kamu, Shai?
[24/9 05.59] Shazia : Aku gak nyadar ternyata selama ini bawa trauma terhadap pertemanan. Di masa SD itu aku punya teman sebangku yang selalu juara satu di kelas. Dia selalu sinis padaku tanpa kutahu apa salahku. Sekalinya aku berbuat salah, dia mengadu pada ibunya dan aku dinasihati di depan umum yang melingkariku.
Aku syok saat aku introspeksi kenapa patah hati banget gak dianggap sahabat oleh Iqlima, ternyata aku punya momen buruk di masa SD. Lima tahun aku ketakutan, takut berbuat salah. Karena si juara satu ini sebangku denganku. Dan saat kenaikan kelas enam, dia pindah, aku merasa bisa bernapas lega tapi ternyata itu tidak membuatku baik-baik aja tanpa kusadari. Aku tau ada yang lebih menderita dariku, apa dengan begitu aku salah karena konseling ke profesional kejiwaan? Aku tidak sedang syirik kan?
[24/9 06.00] Khadijah: Kok syirik? Kamu kan tidak mendatangi dukun. Tidak minta pertolongan jin dan setan. Memang ada ilmiahnya kasus kejiwaan, Shai.
[24/9 06.00] Shazia : Alhamdulillah Ya Allah, sempat berpikir kukira aku udah sesat... Aku curiga sama diriku sendiri...
[24/9 06.00] Khadijah : Trus gimana abis konseling? Psikolognya bikin kamu nyaman?
[24/9 06.00] Shazia : Aku baru ketemu sekali. Nih sengaja gajian bulan lalu hampir utuh demi irit biar bisa ketemuan lagi. Psikolognya kasih tugas untuk tulis hal baik dan hal buruk yang dipisahkan oleh gambar sungai.
[24/9 06.04] Khadijah: Ohh gituu.... Semoga urusan kamu dilancarkan ya. Kamu gak syirik kok. Sama aja kayak kita butuh penjual makanan saat lapar. Yang penting kan orientasi kita ke Allah, Shai. Sama juga saat sakit fisik maka berdoa ke Allah dan semoga Allah mudahkan usaha kita sembuh melalui dokter. Pun saat belanja sayur, kita gak sedang syirik dengan tukang sayur kok. Hehehe.
[24/9 06.06] Shazia : Wah makasih banyak, Khadijah. Aku gak nyangka kamu akan bicara begitu. Kamu emang teman yang baik. Aku ingin bisa balas kebaikan kamu...