Retas

Gia Oro
Chapter #20

Partner

SEMPAT tebersit bilamana sang peretas bukan orang baik, maka lelaki itu mungkin akan membawanya ke tempat membahayakan lagi sepi. Namun hampir dilupakan alat setrum itu, dan ketika hari itu tiba, selama dalam perjalanan menjadi boncengan, satu tangannya terus memegang alat setrum di dalam tas.

Sebuah janur di salah satu gang yang tidak cukup besar namun tidak juga kecil. Nama yang tergantung pada kertas di janur itu sesuai dengan tujuan mereka. Kuda besi memasuki gang tersebut, masih harus terus berkendara sampai menemukan sebuah gedung dengan janur serupa dengan yang dilihat sebelumnya. Sebagaimana pernikahan pada umumnya, ada banyak tamu saling bercengkrama, beberapa seperti ada yang melepas rindu bak reuni, kendaraan-kendaraan berjejer di lahan yang disediakan.

Shazia turun tanpa diminta ketika seorang hansip akan membantu Rudiyanto memasukkan motor ke deretan motor yang terparkir. Sebuah papan dekat salah satu dari dua meja bagian penerima tamu, terpampang foto yang mirip dengan foto pada kartu undangan yang dipegangnya.

"Kenapa? Kamu heran pada pakai batik? Ya suka-suka aku dong mau pake batik atau nggak!" Rudiyanto dengan percaya diri sembarangan menebak apa yang terbenak di kepala Shazia.

Gadis itu menaikkan sebelah alis mata, menertawakan diri sendiri di dalam hati karena sempat mengira lelaki ini cenayang, tetapi tebakan kali ini salah. "Duluan!" pungkasnya singkat mengabaikan ucapan Rudiyanto, mengisyaratkan supaya si peretas melangkah lebih dulu. Dengan berusaha bersikap wajar, ia mengedarkan pandangan ke sekitar dan mengamati tiap wajah yang diharapkannya bisa dikenali.

Sebuah rencana yang disusun gadis itu adalah berharap mengenali seseorang di antara para tamu pernikahan, yang dengan begitu bisa dikulik olehnya perihal Rudiyanto terutama tentang nama asli pemuda itu. Namun bila berharap pada penerima tamu, tak tampak mereka dengan Rudiyanto saling mengenal selain saling mengangguk sopan secara formalitas sebagai salam sapa. Shazia tentu harus bersabar, karena pasti di antara banyak tamu di pernikahan ini pasti tidak mungkin tidak ada yang mengenali Rudiyanto.

"Eits! Wah!!!" Salah seorang lelaki yang hampir sama tinggi dengan Rudiyanto menyapa dan saling memeluk hangat. "Gak salah lagi kan lu?"

Shazia menahan dongkol karena nahas sekali si lelaki tidak menyebutkan nama Rudiyanto yang sesungguhnya tatkala menghampiri. Ia malah dibuat bingung atas percakapan apa yang tengah berlangsung, padahal baru bertemu.

"Salah ngapain?" tanya Rudiyanto pada kawannya itu.

"Dih pura-pura lupa lu!" Tampaknya lelaki ini tidak menyadari Shazia yang terus berada di belakang Rudiyanto.

"Apaan sih?" Rudiyanto sungguh tak paham apa yang tengah dibicarakan.

"Ya... Lu salah masuk kondangan! Udah salah, makan mpe kenyang pula!"

Lantas tawa di antara dua lelaki itu berderai. Shazia diam-diam menahan diri agar tidak memasang ekspresi apa-apa atas lelucon yang terdengar menggelitik barusan. Ia berusaha menangkap percakapan selanjutnya, seraya mata yang masih memindai wajah-wajah sekitar sekiranya ada yang dikenali.

"Aib negara lu sebar!" Rudiyanto berseru malu. "Itu kan gua nyari alamat susah banget, bray! Ternyata ada dua kondangan berdekatan, ya gua salah masuk! Lu juga ada kan waktu itu?! Satu mobil kita sama siapa lagi dah tuh..."

"Iya, abis tu kita makan lagi di tempatnya aslinya!" Lagi, kembali tertawa diikuti Rudiyanto. Menyadari menjadi titik perhatian, ia lantas memukul Rudiyanto berisyarat supaya meredakan tawa. Ketika ia dan Rudiyanto sudah saling membisu, lelaki ini baru menyadari Shazia yang selalu berdiri di dekat Rudiyanto. "Lu gak sendiri ya?"

"Oh?" Rudiyanto yang semula membelakangi Shazia kemudian memosisikan berdirinya di samping gadis itu. "Sodara gua."

Pengenalan itu sudah direncanakan sebelum berangkat. Kesan keberatan sudah pasti jauh dari Shazia yang sedang menjalankan misi tanpa diketahui sang peretas. Ia kemudian agak menundukkan kepala sebagai tanda salam sapa pada kawan peretasnya tersebut.

"Sodara? Beneran?" Tampaknya si kawan ini menahan ketidakpercayaannya pada Rudiyanto yang datang dengan seorang gadis.

Lihat selengkapnya