SEBUAH tindakan telah dipilihnya setelah merasa tidak perlu menuruti ide yang terlintas untuk membeli dan mengaktifkan nomor baru demi menghubungi gadis itu. Memang bisa juga mengubungi melalui media sosial lain selain aplikasi perpesanan, akan tetapi opsi lain telah menjadi tindakannya kali ini dan diharapkan akan lebih baik dijalaninya sebagaimana sejak awal mula memiliki niat ingin menemui demi bertanggung jawab. Selama berminggu-minggu dalam kesabaran membiarkan sang korban peretasan memroses emosi usai berjumpa dengan Indri, selama itu pula mengikuti tiap tulisan gadis itu yang sadar tidak sadar sedang dipelajarinya tentang ilmu kejiwaan--yang kemudian diikuti olehnya untuk menjadi pengikut beberapa akun psikologi di media sosial.
Berbilang minggu membuatnya khawatir dalam penantian, secara tidak disangkanya sore itu selepas menyerahkan hasil kinerjanya pada klien, pesan itu masuk. Berbunyi permintaan maaf. Kedua ujung bibir menyematkan senyum membayangkan bagaimanalah gadis berwajah ketus itu meminta maaf. Senyumnya semakin merekah tatkala gadis itu menagih kesediaan peretasnya untuk mengajari hacking. Bersepakat, mereka akan sering bertemu tiap selesai Shazia pulang dari rumah singgah. Dan sebagaimana sebelumnya untuk menghindari kecurigaan bilamana ada rekan-rekan pengajar atau bisa saja orang tua murid-murid yang melihat, jaket ojol milik kawan akan dipinjam demi menjemput gadis itu.
Tebersit kemungkinan bila gadis yang telah diretasnya ingin mencari pengalihan rasa sakit hati yang mungkin belum pulih dari Indri, segan justru menguar perihal menanyakan kapan konseling lagi, apalagi bilamana menanyakan kabar perasaan gadis itu terkait Indri. Tiap bertemu hanya mengajar meretas, dan wajah gadis itu selalu ketus sampai akhirnya sang peretas memberanikan diri dengan sesekali berkelakar perihal korban peretasan yang selalu membawa bekal tiap akan berjumpa demi menghindar ditraktir—karena tempat belajar hacking di kedai atau kafe. Tidak selalu kedai yang sama pada tiap jumpanya, namun pada satu momen akhirnya Shazia bilang ingin ke kedai yang sudah lama membuatnya penasaran karena penasaran--yang pada kali itu tidak membawa bekal.
"Seenak ini gimana cara bikinnya ya?" Shazia berkata seraya dengan sepasang sumpit mengangkat potongan lembar daging. Sebuah kedai makanan Jepang di dalam mall, ia memesan semangkuk ramen dengan potongan lembar daging sapi dan beberapa tambahan lain di atas mie Jepang itu.
"Kamu nanya gimana bikin potongan daging jadi kayak mie begitu—tipis panjang-panjang? Atau... cara bikin mie-nya?"
"Emangnya kamu tau caranya?"
"Ya... apanya dulu?"
"Kamu bicara seolah memang tau..."
"Ya... soalnya dulu pernah diajak bikin kayak ginian dulu..."
"Dulu...???"
"Iya dulu, hehe... sama pacar dulu... pacarannya main masak-masakan... hahaha... sekarang dah jadi mantan, tapi akunya jadi keterusan suka masak... hihi... seru juga..."
Shazia menahan napas berat, mulai tidak enak. Dan Rudiyanto bisa lihat perubahan roman wajah itu.
"Kenapa...???"
"Maaf malah ungkit mantan..."
"Kenapa pula minta maaf...? Kok kamu seperti sedang turut berbelasungkawa sih...??? Padahal aku gak lagi ngomongin orang mati..."
Untaian samar di sepasang bibir Shazia pun menggantung, ia mengangguk dan meneruskan makannya, pun Rudiyanto dengan ramen varian berbeda miliknya. Diam-diam Rudiyanto heran kenapa pula justru korban peretasannya yang tidak enak, padahal dirinya sendiri tengah sungkan setelah berminggu-minggu tidak berjumpa, dan berjumpa beberapa kali setelahnya pun hanya ajari bagaimana meretas. Membicarakan Indri pasti akan mengubah lagi roman rupa gadis itu, begitu pikir si pemuda peretas ini.
Mereka tidak beringsut meski isian mangkuk sudah tandas, terlebih tidak begitu banyak pembeli datang makan di tempat, kegiatan belajar meretas lantas dilakukan. Shazia menyimak apa yang diajarkan dengan salah satu laptop yang dibawa si peretas. Beberapa kali sempat tidak mengerti, beberapa kali juga harus sabar diajari. Di penutupan, beberapa buku dipinjamkan pada gadis itu untuk dipelajari di warung internet.
Tidak melulu selalu kaku dan serius pada tiap jumpa belajar meretas, kadang membahas kekonyolan mereka yang salah ihwal sama-sama lupa terkait tidak perlu beri tahu nomor rekening Seruni, sesekali membahas Seruni dan Shazia yang bertemu karena kesukaan terhadap Hojicha Latte--yang Seruni lebih dulu menghampiri akun media sosial berbagi foto HojichaLatte dimulai dari saling komentar dan bertukar pesan di ruang chat sampai akhirnya kopi darat terjadi.
Diam-diam tiap jumpa belajar meretas, Rudiyanto mengamati sang korban peretasan, yang secara berangsur-angsur sudah tidak sekaku sebelumnya. Pemuda itu mulai tidak tahan menanyakan kondisi perasaan terkait Indri. "Hm... ternyata Fatma itu Indri ya?"
Shazia yang sedang menikmati minuman blender selepas diajari hacking pun menoleh. Sempat terkelana benaknya pada Iqlima yang menyukai minuman itu, buyar seketika, oleh pilihan topik yang dibawa sang peretas.
"Apa kamu akan bilang ke Indri tentang apa yang sudah kamu ketahui?" selidik Shazia.
"Ha? Ahahaha! Tega banget aku kalau begitu! Memangnya aku mau adu domba kalian? Aku tidak akan pernah bongkar rahasia kamu ke siapa pun!" Terdengar ada nada sombong, namun di pendengaran Shazia terdengar sebagai bentuk perhatian--yang tidak Shazia mengerti bagaimana menanggapi dan bersamaan pula dikuasai perasaan haru meski parasnya menunjukkan keketusan seperti biasa. "Tapi aku boleh tanya gak sama kamu?"
"Tanya apa?" Shazia mengocok minumannya dengan sedotan seraya berusaha mengendalikan diri yang merasa diserang ketidaknyamanan samar-samar—karena membahas salah satu ide cerita dari karya fiksinya.