Retas

Gia Oro
Chapter #33

Tersirat Tuduhan

MELALUI peretasan yang telah dihubungkannya dengan ponsel, Shazia mengetahui bahwa Arqam telah melakukan percakapan dengan Usman. Sudah ditebak untuk apa Usman menghubungi Arqam, karena pemaparan dari Tiara beberapa waktu sebelumnya ditutup oleh Shazia dengan mengatakan akan memberi kabar setelah mendapat penjelasan dari dokter kesehatan jiwa—perihal 'bolehkah' pernikahan dilakukan. Kini sudah diketahui kondisi diri yang sebenarnya, diagnosis tercetak di surat kontrol sudah berganti, Shazia berpikir akan memberi tahu Arqam secara langsung sebelum katakan lebih dulu pada Tiara.

Akan tetapi dalam perjalanan dengan bus, titik keberadaan yang dipantau melalui ponsel tidak jua menunjukkan adanya gerakan dari si titik yang dituju. Shazia mengira mungkin di sana janji temu dengan Usman sedang berlangsung, atau mungkin ada perkara lain di titik yang bersangkutan—entah Arqam belum atau sudah bertemu dengan Usman. Shazia hampir dikuasai prasangka-prasangka yang berayun-ayun di benaknya.

Tatkala titik yang akan dituju menunjukkan jarak yang kian memendek dengan dimana Shazia berada, Shazia lantas keluar dari bus menuju titik itu. Ia merasa, seperti saat dikabari Arqam ketika Ridho kabur dari pesantren, harus celingak-celinguk dimana sang sosok berada. Melangkah pelan mencari sang sosok, sedikit tergganggu karena banyaknya orang oleh sebab memang keberadaannya yang berada di dekat pusat pasar. Terdengar suara gaduh jauh di belakang, beberapa orang di sekitar menoleh dan tiba-tiba berlari ke depan menghindari kegaduhan yang terjadi.

Apa yang terjadi? Shazia terlambat menoleh. Mata gadis itu membola, sekumpulan anak sekolah yang masih berseragam sedang berlari acak dengan beberapanya membalas serangan dari anak-anak lain yang terlihat seakan-akan bukan dari kelompok mereka. Sudah jelas tawuran dari anak-anak sekolah sedang berlangsung di depan mata. Shazia tercekat ketika sebuah pedang katana terlempar di dekatnya, ia lantas mencari tempat persembunyian untuk berlindung. Namun langkahnya terurung sejenak saat tidak sengaja sosok wanita yang dikenalinya keluar dari sebuah gang dengan wajah ketakutan.

Tatapan mereka sempat bertemu. Nama wanita itu hampir tersebutkan, namun wanita yang merupakan Arnum itu membalikkan tubuh untuk berlari ke depan. Shazia yang merasa ada keganjilan, lekas berlari kecil menuju gang yang baru saja dari sana Arnum keluar. Matanya nanar ketika kumpulan lelaki bengal yang dua di antara mereka telah berhasil membelenggu kedua tangan seorang pria yang terlihat sudah babak belur.

"Jin!" reflek Shazia berseru, begitu jelas baginya siapa si pemuda babak belur itu. Ia ingin mendekati tapi merasa tidak mungkin bila menyadari dirinya seorang diri berhadapan dengan para lelaki bengal. Beruntung terdengar suara sirine polisi yang sudah dipastikan sedang membubarkan tawuran anak-anak sekolah, beberapa polisi juga masuk ke gang tempat Shazia berada, para lelaki bengal pun ditahan. "Jangan tangkap dia, pak! Dia abang saya!"

Para polisi yang hampir mengira Arqam adalah pemuda bengal juga, memapah Arqam menuju mobil polisi. Shazia ikut serta masuk ke mobil polisi menuju rumah sakit. Sedangkan polisi-polisi lain masih berupaya membubarkan dan menangkap anak-anak sekolah yang masih tawuran.

IGD salah satu rumah sakit menjadi tempat perawatan Arqam. Shazia tidak bisa bertanya banyak hal pada Arqam seperti apa yang terjadi, kenapa ada Arnum, apakah sudah bertemu Usman, dan lain sebagainya. Begitu pun ketika pihak kepolisian bertanya kepadanya, ia justru ketakutan--sudah dari sejak disuruh masuk ke mobil polisi--seakan-akan sedang dicecar 'sebagaimana' masa SD yang mengalami 'pengadilan'. Ia membungkuk duduk di atas salah satu deretan bangku di ruang tunggu menanti kabar Arqam yang sedang ditangani dokter.

Terlintas ingin menghubungi Khalid melalui media sosial, namun dengan cepat pikirannya berubah untuk segera beri tahu Tiara.

>>>

Shazia tersentak, dan sedikit heran mengapa Arnum datang dengan Indri. Ia lantas beranjak dari duduk, mengira Arnum yang sempat dilihatnya tadi akan mengucapkan beberapa deret kata. Akan tetapi raut wajah gadis itu menunjukkan sesuatu yang kemudian menunjuk-nunjuk wajah Shazia.

"Gimana keadaan Arqam...?!" Pertanyaan ini terdengar lebih seperti ada ancaman di baliknya.

"Lagi ditangani dokter...," Shazia menjawab seraya berusaha berpikir positif.

"Sekarang lu pergi dari sini. Gak usah tunggu dia sadar dan gak usah deket-deket dia lagi!"

Shazia gelagapan, ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang atau telah terjadi. Arnum di depannya kini sangat jauh berbeda dengan pertama kali bertemu. Padahal Shazia ingin sekali bisa mengucapkan terima kasih secara langsung atas pemolesan wajah supaya mirip wajah di KTP dan pengajuan identitas terhadap aplikasi ojol akhirnya diterima. Tetapi keadaan yang saat ini berlangsung--seperti--menunjukkan bahwa Arnum sekarang sungguh bukan sebagaimana Arnum sebelumnya.

Sekejap Shazia memandang Indri, gadis yang pernah satu SMP dengannya itu juga sama terlihat bingungnya dengan dirinya. Belum Shazia bertindak atau berkata apa-apa, dokter keluar mengabari kondisi Arqam.

"Kabari pihak kepolisian, dia sudah sadar!" seru dokter pada seorang petugas di ruang tunggu. Shazia, Arnum dan Indri sejenak mengamati. Melihat tidak seorang polisi saja yang tengah berjaga di luar IGD, Arnum lantas keluar menghampiri salah seorang polisi ketika salah satunya masuk menemui Arqam. Kesempatan bagi Shazia untuk mendekati Indri.

"Indri, kenapa kamu bisa datang bareng Arnum?"

Lihat selengkapnya