"CAREGIVER???" Tampak kedua alismatanya menukik tatkala mengulang satu kata yang diucapkan salah seorang yang menengoknya.
Gadis berkerudung segi empat itu mengangguk penuh keyakinan, dengan sesekali memandang dua lainnya yang datang bersama menengok Arqam. Indri, ia mengabarkan hal yang diyakininya patut diketahui Arqam bila memang Arqam bersungguh-sungguh pada Shazia.
Arqam tidak menanggapi, diam seperti berpikir. Dan memang tengah berpikir, padahal baru saja Usman dan Tiara sang istri menengok kembali mengabari perkara Shazia, kini tiga orang tak lama kemudian menengok pula, bahkan dengan isi topik yang sama. Jelila, Khalid dan Indri. Tidak seperti kemarin sempat bertiga orang ini datang, Jelila kini tidak seperti sebelumnya yang datang dengan wajah menunduk muram. Sedangkan Indri, sudah seakan-akan terpanggil karena tepat sebelum tiba, Arqam merenungi bahkan menebak gadis itu mengenai apa yang diucapkan Khalid perihal Arnum pada Shazia saat dibawa ke IGD oleh pihak kepolisian. Sementara itu Khalid, sahabatnya ini yang kemarin meminta alamat keberadaan sang gadis korban peretasan. Pemuda blasteran itu yang memulai bahasan seputar jumpa dengan si 'sodara' yang sudah diajak bicara agar Jelila meminta maaf—setelah memahami dari Indri ihwal kesehatan dan gangguan kesehatan jiwa.
Detik yang bergulir disesaki senyap, membuat pikiran tiga tamu menerka-nerka atas membisunya Arqam. Indri yang akhirnya memecahkan senyap setelah teringat suatu kesalahan. "Maafin gua, kemarin itu gak seharusnya kita bahas kondisi Shazia yang jalani konseling dengan psikolog, eh ternyata dia malah bilang dia dah jadi pasien psikiater... gua gak kebayang gimana perasaan dia sampai akhirnya pergi saat kita belum kelar makan..."
Arqam mengembuskan napas, memang sudah tidak paham lagi mengenai Shazia yang didapatinya dari Usman dan Tiara lebih dulu sebelum tiga tamu kini, bahwa gadis itu tengah dipasung oleh perasaan sebagai orang buruk oleh diagnosis yang sudah berganti. "Memangnya apa itu Caregiver...???" tanyanya, tidak peduli dengan permintaan maaf Indri.
"Hm, gimana ya jelasinnya ya... jadi tuh kayak... untuk seorang penderita gangguan jiwa dibutuhkan Caregiver untuk mengatasi pemicu supaya si penderita tidak kambuh, mengingatkan minum obat, seperti bipolar disorder misalnya ada fase manik dan depresi, maka baik penderita maupun Caregiver harus ngerti penyakit atau gangguan yang diderita si penderita atau si penyintas."
Mengangguk-angguk samar, sesuatu baru disadari Arqam bahwa Indri yang turut merusak Shazia di masa putih biru, tanpa disadari gadis itu sebagai salah satu pelaku, yang tanpa disadari pula tengah mengganti rugi dengan upaya saat ini sebagai mahasiswi psikologi yang menolong situasi saat ini. Indri menunjukkan melalui ponselnya tentang Caregiver di salah satu kanal situs video di internet, Jelila dan Khalid ikut menyimak. Topik seputar Caregiver menjadi percakapan, yang kemudian suami istri itu mendukung penuh Arqam apabila memang bersungguh-sungguh pada Shazia, terlebih setelah Indri kirim info webinar tentang menjadi Caregiver.
Dengan kondisi yang belum diizinkan keluar dari rumah sakit, Arqam mengikuti webinar itu pada esoknya. Semakin dalam ingin diketahuinya perihal gangguan kesehatan jiwa yang diderita Shazia, seraya membayangkan masih memghadirkan diri untuk gadis itu menuju pulih. Sembari itu, kabar perihal Arnum sedang dinantinya, meski belum paham apa yang sudah dituduhkan gadis itu pada gadisnya.
Seiring waktu berjalan, kondisinya kian membaik hingga diizinkan dokter keluar dari rumah sakit. Sendu sempat hinggap, karena benar-benar belum ada interaksi kembali dengan sosok yang akan menjadikan diri sebagai Caregiver. Tebersit ingin memantau melalui tindakan peretasan yang belum dilepas, namun lekas ingat kesepakatan dengan diri sendiri untuk menghargai privasi gadis itu. Meski merasa seakan dibuat tanpa penjelasan mengenai Arnum dan Shazia, ada rasa syukur karena umi abi menemani selama dirawat rumah sakit.
Telah dipintanya pada Khalid supaya bilang pada sang ayah untuk diteruskan pada para ustad agar tidak menceritakan tentang dosa melalui kamera ponsel. Ia harap sahabatnya memegang janji, dan para ustad diharapkan demikian. Tidak hanya meminta supaya untuk tidak bilang, tapi juga membawakan alasan pada mereka bahwa biar dirinya saja yang mengatakan, agar kondisi jiwa sang gadis tidak memburuk oleh aib yang diketahui.
Tidak menuju rumah yang sudah lama ditinggalkan, Arqam menolak pulang karena ingin menunjukkan dimana terakhir bertempat tinggal pada umi dan abi. Berada dekat di rumah Shazia--tanpa mengatakan bahwa ia sebelumnya tinggal di kost dekat kafe tempatnya bekerja paruh waktu sebelum pindah ke kost dekat rumah sang gadis setelah dirinya diblokir pertama kali--dikatakannya sebenarnya ingin lakukan pendekatan dengan orang tua Shazia, namun masih belum mengerti dan belum berani selain hanya mampu mengawasi. Begitu menceritakan bahwa orang tua Shazia adalah pedagang nasi, saat itu juga umi abi ingin ke warung itu.
Sempat panik, Arqam kemudian bersyukur ketika justru bersama-sama datang sebagai pembeli. Diam-diam amati umi abi, tampak seakan-akan ada yang harus dinilai dari mereka terutama abi, terhadap kedua orang tua Shazia. Dimengerti saja bahwa dirinya mantan berandal dan abi masih 'mencurigai', mungkin khawatir calon istri merupakan gadis 'berandal' juga. Sedikit cemas, karena orang tua Shazia tidak seperti orangtuanya yang dari penampilan saja terlihat agamais. Namun tak disangka, esoknya umi abi dari rumah datangi ke kost dan mengajak berterus-terang pada orang tua Shazia.