Terhitung dari kalender sekolah, semester ganjil tahun ini sudah memasuki bulan ketiga proses belajar mengajar.
Hari ini pelajaran kesenian, dan materinya masih tentang menggambar. Itu hal yang sangat membosankan untuk seorang Nadya. Gadis ini paling malas bergelut dengan buku gambar, penggaris, bahkan cat air sekaligus. Kalau saja materinya tentang musik, mungkin Nadya bisa sedikit lebih bersemangat meskipun dia tak banyak mengerti tentang dunia musik. Yah, setidaknya tidak membosankan seperti materi menggambar saat ini.
Nadya melempar pensilnya begitu saja di meja, "aduh gue nyerah deh." Teriaknya pasrah. Gadis ini membenamkan wajahnya di atas meja dengan kedua tangannya.
Untung saja Pak Son tadi ijin untuk kembali ke ruangannya karena ada tamu penting yang harus ditemui. Selain guru kesenian, Pak Son ini juga menjabat sebagai kemahasiswaan di SMA Garuda. Jadi kalaupun sekarang Nadya berteriak sesuka ria, sudah dipastikan hanya temen-temen kelasnya yang dengar.
Teman-temannya tak akan peduli Nadya akan berbuat apa, sudah hafal kalau Nadya selalu yang paling menonjol di kelasnya. Memang dasarnya Nadya suka usil, bawel, kadang suka drama juga. Nadya selalu bisa bikin kelasnya ramai kalau moodnya sedang bagus.
"Kenapa sih lo?" Tanya Vini, meratapi teman sebangkunya yang sepertinya sedikit gak waras.
Nadya mengangkat kepalanya, "gue gak bisa gambar sedari tadi, pasrah kalo dapet nilai jelek."
"Lo pikir gue daritadi ngapain? Noh." Vini memperlihatkan buku gambarnya yang masih putih bersih.
Nadya mengangkat sebelah alisnya, tidak percaya dengan teman sebangkunya yang bisa setenang aja sedari tadi.
"Terus dari tadi lo ngapain?"
"Gue liatin doang. Kali aja langsung tergambar sendiri dengan sempurna." Vini memamerkan sederet gigi putihnya dengan tampang tak berdosa.
Nadya menepuk dahinya dengan pelan, dia gak tau apa yang ada dipikiran Vini saat ini. Cantik sih memang, lebih cantik dari dirinya malah kalau menurut Nadya, tapi gak tau kenapa sepertinya otaknya rada geser sekarang. Mungkin Vini kebanyakan makan micin bareng Elvan.
"Ada sih yang pintar gambar di kelas ini. Mau gak minta diajarin dia?"
"Siapa?" Tanya Nadya dengan cepat.
"Revan."
Kedua mata Nadya membelalak, dengan spontan dia langsung menoleh ke bangku paling kanan. Lebih tepatnya bangku nomor dua dari depan, tempat dimana Revan duduk.
Seperti yang terlihat sekarang, cowok itu sedang asik dalam dunianya sendiri. Dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya, cowok itu begitu santai mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh Pak Son tadi.
Nadya kembali menatap Vini yang hanya melihat buku gambarnya. "Lo serius? Cuek gitu orangnya mau lo mintain tolong? Gak ah, takut gue." Tolak Nadya. Bagaimana mungkin dia bisa minta tolong ke cowok yang sejak awal sudah dia nilai sebagai cowok sok cool itu.
Ya, selama menjadi teman kelas Revan, Nadya jarang banget lihat Revan banyak ngobrol sama temen-temennya kecuali Indra, temen sebangkunya. Revan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mendengarkan musik ketika jam pelajaran kelasnya kosong. Bahkan ke kantin pun juga gak pernah lama, palingan lima belas menit terus balik lagi ke kelas. Entah cowok itu punya temen atau enggak di luar kelasnya Nadya pun juga gak mau tahu. Dia tak perlu mengenalnya lebih jauh.
"Meskipun kayak gitu, dia itu baik sebenernya. Suka nolong orang juga." Bela Vini.
Nadya menatap Vini dengan tatapan menyelidik, "lo kaya tau banget tentang Revan, jangan-jangan lo pdktnya sama kak Elvan tapi pacarannya sama Revan ya. Wah parah lo." tembak Nadya langsung.
Vini menampol pelan pipi Nadya, "sembarangan kalau ngomong. Gue itu udah jadian sama Elvan." Ucap Vini kelepasan. Beberapa saat kemudian dia tersenyum malu sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal.
"Seriusan? Kapan?" Tanya Nadya dengan mata berbinar-binar.
"Udah deh, itu urusan nanti. Mending ngurusin tugas ini dulu." Vini mencoba mengalihkan pembicaraan. Karena dia tau pikiran Nadya, pasti minta traktiran sebagai pajak jadian mereka. Udah gak bakal jauh-jauh dari itu permintaannya.
"ayo, ke Revan!" Serunya.
Tanpa menunggu jawaban Nadya, Vini langsung menarik tangan Nadya dengan membawa kedua buku gambar mereka ke Revan. Nadya hanya mengikuti langkah kaki Vini yang membawanya berjalan ke bangku Revan.
"Van minta tolong dong." Kata Vini ketika sudah ada di depan meja Revan.
Nadya hanya menatap Revan yang sama sekali tak merespon Vini. Rasanya pengen menjitak kepala Revan yang entah memang gak dengar atau pura-pura gak dengar dengan perkataan Vini barusan. Yang jelas buat Nadya, Revan sok cool jadi cowok.
Menyadari tak ada sahutan dari Revan, Indra menolehkan kepalanya ke arah Revan. Jangankan menyahut, tau mereka datang dan berdiri didepannya saja ternyata tidak. Revan masih sibuk menggambar, bisa didengar pantulan suara dari earphonenya, begitu kencang. Pantas saja kalau Revan tak mendengar suara Vini.
Indra menyenggol bahu Revan, membuat cowok itu tersentak kaget dan dengan cepat melepaskan earphonenya.
"Apa?" Tanyanya.
Indra tak bersuara, dia hanya menunjuk ke arah Vini dan Nadya dengan dagunya.
Revan mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah yang ditunjuk Indra barusan, "kenapa?" Tanyanya dengan Vini.
"Minta tolong ajarin gue sama Nadya gambar."
Revan tak menjawab, dia meletakkan pensilnya, lalu beranjak dari duduknya dan berjalan ke bangku kosong yang ada di belakang sendiri. Beberapa temannya memang memilih bergabung untuk menggambar bersama, lebih tepatnya bergosip ria.
Nadya dan Vini hanya mengikuti langkah kaki Revan yang sudah mendahuluinya.
"Mana buku lo?" tanyanya dengan tangan kanan yang menengadah.
Vini meletakkan buku gambarnya di atas meja, dilengkapi dengan pensil, penggaris, dan penghapus yang dia bawa.
"Jadi gini, lo garis tepinya dulu satu centi, trus lo-----" Revan tak bertanya kesulitan mereka ada di bagian mana. Dia langsung menjelaskannya dari awal dengan rinci sambil memberi contoh, membuat kedua mata Nadya dan Vini tak lepas dari tangan Revan yang sibuk mengajarinya.
"Oh jadi ngambilnya itu dari pinggir dulu ya baru ditarik ke tengah?" Tanya Vini.
"Iya biar ukurannya sama."
"Oh, oke." Vini menolehkan pandangannya ke Nadya, mendapati temannya yang sedari tadi hanya diam tapi memperhatikan, entah mengerti atau tidak.
"Lo ngerti kan Nad?" Tanya Vini.
"Enggak." Jawab Nadya dengan polos.