Pria berseragam itu lari terengah-engah. Ia sedang menjauhkan beberapa awak media dari lokasi meledaknya bom. "Nona, mundurlah sedikit". Ia memegang bahu gadis pemegang kamera. Tampaknya ia seorang jurnalis.
Gadis itu mendongak tak terima. "Aku akan mundur tanpa perlu kau sentuh bahuku!"
Tentara itu menatap matanya dengan tajam, mungkin sekitar tiga detik. "Mengertilah dengan situasi yang sedang terjadi". Lalu ia berjalan meninggalkan gadis itu. Mengamankan area lain yang tidak boleh sembarang tersentuh.
Gadis itu menghela nafas berat. Kembali memotret segala yang ada di sana. Selepas tugasnya, ia mendatangi sebuah coffe shop di dekat situ. Ia beristirahat sambil meminum kopi. Melihat-lihat hasil jepretannya tadi.
Tiba-tiba, seorang laki-laki mendekati mejanya. Ia datang dengan lengkah tegas. "Maaf. Tadi, aku tidak bermaksud buruk. Hanya saja, tanganku reflek karena di sana kebanyakan jurnalis pria."
Gadis itu terkejut. Mulutnya sedikit terbuka. Hey, mengapa ia sampai minta maaf segala? Padahal, tentu saja ini bukan salah pria itu sepenuhnya. "Ah, kupikir, kau tidak salah. Aku tidak menyangka, kau sampai mendatangiku dan meminta maaf seperti ini".