“Gimana? Kamu masih curiga?”
“Ah, sudah nggak kok...”
“Enggg...oh iya, ada lagi...”
“Apa?”
“Kamu ingat korban tadi? Dia nggak ingat Holy Friday kan? Kalau kamu? Waktu si healer kasih tahu kamu, apa kamu ingat?”
“Iya aku ingat. Hari itu ada gerhana dan ternyata ramalannya benar.”
“Nah, itu. Itu bedanya. Mereka yang dicuri nggak bakal ingat ada gerhana. Mereka nggak sadar kalau hari itu Matahari sudah terbenam di Timur.”
Si korban saat itu juga menyatakan hal serupa. Jadi aku memang tidak punya ya...kurangnya hokiku benar-benar luar biasa. Maaf Kak Rena...
Kalau dipikir-pikir lagi, proses mencurinya sendiri apa tidak memakan waktu? Maksudku, untuk si korban itu tadi, berapa lama waktu dari dia tak sadarkan diri sampai dia benar-benar kehilangan black-boxnya, dan sampai Kak Renanda menemukannya.
Untunglah di sini ada ahlinya. Di depanku sudah ada orang yang berpengalaman tentang mencuri black-box. Ah tidak, dia sudah di level yang berbeda...penjarahan tunggal.
“Jhenn, gimana prosesnya waktu kamu menjarah black-box? Berapa lama prosesnya? Caranya juga gimana?”
“Hmmm...meski kamu nggak punya, tapi penasaranmu ke setiap aspek ya...Butuh waktu sekitar 2 menit. Yang bisa aku asumsikan...itu tergantung peringkat grace. Caranya, kamu cuma perlu pegang black-box target terus mengucap mantra ‘Nahb’. Kamu bakal merasa mual selama prosesnya, kayak...ada yang diaduk di dalam perutmu.”
Aku juga berpikir kalau asumsinya benar. Waktu Holy Friday terjadi, yang membedakan mereka ya cuma peringkat.
“Terus, gimana kalau prosesnya batal? Eh, bisa nggak sih? Kalau itu kamu...kamu pasti juga cari tahu terus coba sengaja bikin batal prosesnya kan?”
“Pfttt- iya kamu benar. Itu bisa, tapi waktu aku coba, aku muntah. Suatu yang terasa mengaduk di perut tadi solah ditarik paksa keluar.”
Jadi kalau itu terjadi, itu juga berarti ‘undo’ ya? Tunggu, aku baru sadar...proses? Proses apa? Apa ada semacam poin yang ditransfer?
“Jhenn, bisa kamu kasih tahu apa saja yang ada di black-box? Apa yang ditampilkan, terus apa hasilnya setelah mencuri?”
“Waaa...aku tadi dibilang penjarah tapi sekarang data eksperimenku malah dijarah ya? Al-Grace.”
“Eh...kok...kamu yakin? Aku di sini loh?”
“Ya kan kamu nggak punya grace, jadi aman. Toh fakta kalau aku bisa bunuh kamu kapan pun juga sudah cukup buat aku merasa aman kok, jadi santai saja...”
Ini dia, arogansinya. Apa mengatakan sesuatu seperti, “Nggak papa kok, aku percaya kok sama kamu” sesulit itu? Aku di sini, toh juga untuk menemaninya, tapi kenapa dia malah memilih mengatakan fakta dari pada mencoba bersikap baik?
Tapi ya...aku jadi dapat satu data lagi. Flek hitamnya hilang saat dia memanggil black-boxnya, sama seperti om-om healer waktu itu. Ini berlaku ke semua orang ya.
“Di sini ada informasi pemiliknya. Grace, Rank, dan Poinmu. Intinya, tidak peduli peringatnya, poinnya awalnya tetap seribu waktu kamu menerimanya. Senggaknya, cuma itu untuk sekarang. Aku dengar dari beberapa broker kalau nantinya, black-box nggak cuma berisi informasi ini. Juga kabar burung soal kegunaan poin untuk meningkatkan peringkat, membeli sesuatu di toko khusus, dan sebagainya.”
“Oh...jadi itu akarnya ya.”
“Ya, begitulah...Dis. Jadi, pencurian black-box itu bukan berarti black-box yang dicuri, tapi poinnya.”
Flek hitam itu muncul lagi di tempat sebelumnya.
“Punyaku...grace ‘Light’, peringkat C, sama...hmmm...aku ketemu enam orang yang bikin aku jengkel jadi kalau nggak salah poinku 30 ribu sekarang.”
HMMMMM? 30 ribu poin? Enam orang yang dia sebut tadi berati ditambah 6 ribu poin. Terus bagaimana dengan ‘orang-orang pribadiku berhasil memaksa mereka untuk menyerahkan teroris ke tangan kami’ yang dia katakan tadi? Kami? 23 teroris lo? Bukannya itu berarti hanya untuk dirinya sendiri?
Ah ya...untuk sesaat aku lupa siapa dia. Kalau dia bermaksud lain, maka itu akan menjadi ‘teman-temanku’ atau ‘kenalanku’ bukan ‘orang-orang pribadiku’.
Tapi dia cuma peringkat C? Dan sudah bisa begitu mengintimidasi ini? Ah tidak, aku hanya ‘human’, tidak tahu apa yang dilihat pada ‘high-human’ terhadapnya. Ah tidak, itu juga sepertinya salah...karena bahkan saat dia masih ‘human’, dia sudah bisa membantai teroris itu.
“Aku punya niatan kasih kamu 10 ribu poin sih tapi...nah, lupakan saja, aku nggak mau menabur garam ke lukamu pfttt-” *cekikik
Ya...aku cuma lupa siapa dia untuk sesaat.
“Eh, bentar. Gimana kamu kasih poinmu kalau proses yang batal berarti ‘undo’? Kalau gitu semua poi-”
“Enggak, undo yang kamu maksud itu cuma berlaku untuk seribu poin, dan...ya, aku pikir kamu tahu sisanya.”
“Berarti ‘done’ itu untuk tiap kelipatan seribu ya? Kalau ditengah-tengah seribu itu batal berati undo?”
“Seratus! Aku nggak pernah dapat yang lebih dari seribu, tapi menurutku waktu 2 menit itu juga berarti waktu yang dibutuhkan untuk proses transfer seribu poin.”
“Jadi gitu ya...Semakin banyak poin berarti juga semakin lama mencurinya ya...kecuali orangnya mati.”
“Iya, mungkin itu juga alasan mereka mencuri. Ehmmm...Aku sudah cerita banyak, ehmmm...aku haus, minum!”
“Oke, aku ambil bentar.”
Dia suka dilayani ya...enggg...atau mungkin hanya suka memerintah? Lihat saja...dia mengayun-ayunkan kakinya. Aku berusaha untuk menjaga suasanya hatinya dan pergi ke ujung ruangan untuk membawakannya air minum.
“Ya... karena aku ke sini memang buat kasih kamu sebagian poin jarahan, aku tunggu kamu bangun. Dari hari itu aku ikut tidur di sini 3 hari, terus besoknya aku tidur di hotel dekat sini, cuma buat tunggu kamu bangun dan cek kondisimu setiap kali. Tapi kamu nggak bangun-bangun, dan tiap aku cek, kamu juga nggak punya indikasi kalau kamu dapat grace.”
*Blurppp...