Reverse Orbital: Hospital of Terror

Hamar Tama
Chapter #10

Operasi Lilin Delta

“Wha HA?!! Intel?”

“Jadi ini yang kamu maksud ganti cara main tadi ya?”

“Hahaha, kita cuma main detektif-detektifan kok Om. Tapi aku juga lega kalau ternyata kepolisian sudah tahu kasus ini meski mereka belum mereka tangani. Apa aku juga benar soal Om yang bawa itu orang ke sini?”

“Ya, dia punya grace peringkat B yang bisa membuat pedang metal yang dia imajinasikan. Tapi aku bisa menghabisinya kalau satu lawan satu sih.”

Grace untuk manipulasi metal?”

“Bukan, cuma materialisasi pedang metal yang dia bayangkan.”

“Yang seperti itu juga ada ya ternyata...”

Di titik ini aku sudah tahu beberapa jenisnya. Kalau aku kelompokkan, sementara ada 4 jenis. Enhancement, Recovery, Element-Control, dan Materialization. Enhancement adalah yang seperti milik Kak Renanda, sedangkan Recovery adalah sepeti milik Om Dika. Tapi kalau healing miliknya juga punya fungsi Enhancement mungkin itu bisa disebut Regeneration.

Untuk Jhennifer, Sabyll dan Niko adalah Element-Control. Mereka bisa mengendalikan dan memanipulasi elemen. Dan untuk si wafer itu adalah Materialization, atau dengan kata lain grace yang bisa mewujudkan imaji menjadi materi yang nyata. Menurutku untuk itu, dibutuhkan kemampuan visualisasi yang bagus untuk memoles gracenya. Seperti yang dilakukan Jhennifer pada pedangnya.

Itu juga mengingatkanku dengan apa yang dikatakan Om Dika waktu itu, bahwa penggunaan grace juga mengonsumsi energi, jelas. Itu juga berarti kalau hukum fisika tentang energi masih berlaku bahkan untuk kemampuan yang seperti sihir ini. Dan untuk Materialization, semakin banyak massa yang diwujudkan maka, semakin banyak juga energi yang dibutuhkan.

Dan yang Jhennifer terapkan... pedang claymore yang ia wujudkan tengahnya kosong. Aku baru menyadarinya saat mencoba menggenggamnya kemarin. Cahaya yang memantul di tanganku tak begitu intens di bagian tengahnya.

Sial ternyata itu juga terjadi padaku... semakin aku tahu ini, semakin aku menginginkannya. Aku juga ingin bermain-main dengan ini, jadi aku bisa mengatakan, “Pikiran manusialah anugerah sebenarnya”. Tapi untuk sekarang, aku rasa keberadaan Jhennifer sudah cukup untuk mengatakannya.

“Tolong... jangan diambil semua poinnya, kita butuh menginterogasinya juga. Sambil menunggunya bangun biarkan aku membeberkan apa yang aku tahu, meski aku sebenarnya merasa salah karena menyeret kalian juga.”

“Ah, tenang Pak... mending koreksi dulu omonganmu. Kitalah yang menyeretmu.”

“Ah ini dia... Kamu dan kesombonganmu.”

“Hahaha okok toh itu juga ada benarnya. Apa Suster itu juga termasuk?”

“Iya, aku Kakak mereka.”

“Ha, Kakak? Kalian bersaudara?”

“Maaf Pak, jangan merendahkanku... aku mending mencoret sendiri namaku di KK kalau dia saudaraku...”

“Ya namamu yang bakal aku coret dulu! Maaf Om, dia memang gini, susah memang... btw Kak Renanda gabung cuma karena dia kawatir ke kita.”

“Ohhh... baik banget ya Suster...”

“Hei hei, dilarang menggoda properti rumah sakit Om, ingat umur tolong! Lagi keadaan gini juga...”

“Siapa yang goda?!! Aku sudah punya istri di rumah!”

“Hummm... Rega nggak usah kawatir, Kakak cuma buat kalian kok hehehe”

“Nggak Kak, tapi aku lebih butuh infonya Om-om ini daripada buang waktu...”

“Oh iya, maaf maaf. Ehm, pertama seperti yang sudah kubilang tadi, mereka ada 26 kalau dikurangi kita berdua. Aku pikir, meski kita cuma berempat kita sepadan dengan 23 bawahan mereka. Yang jadi masalah cuma si Niko sama 2 asistennya, Yolanda dan Yohana.”

“Eh... mereka juga ikut?” Kak Rena memotong pembicaraannya dengan wajah yang kawatir.

“Kakak kenal?”

“Iya, mereka teman Kakak... ah maaf Pak, lanjutkan saja.” Ia berusaha menyembunyikan kekawatirannya dan pergi menuju dispenser.

“Ok. Mereka semua memiliki grace peringkat A. Yohana bisa membuat barier, Yolanda bisa mengendalikan udara, dan Niko bisa mengendalikan api.”

“Pirokinetik ya... asistennya juga bisa mengendalikan udara... dia benar-benar pintar memilih kombo.”

“Ya... memang seperti itu lah dokter Niko...” Kak Rena kembali dengan membawa segelas air minum dan duduk di atas tempat tidur. Aku sedikit penasaran dengan senyum yang ia pasang di tengah kekawatirannya.

“Niko... bahkan tanpa Yolanda dia sudah begitu kuat. Aku pernah melihatnya menghabisi seorang eksekutor yang membelot. Dia menggunakannya dengan efisien dengan hanya membakar bagian yang menurutnya paling mudah terbakar dan membiarkan targetnya terbakar dengan sendirinya.”

“Untuk menghemat energi ya?”

“Iya, dan kalau apinya mulai padam, dia akan membakarnya lagi. Untuk berjaga-jaga dia juga selalu membawa alkohol.”

“Ohhh... lumayan. Terus markasnya di mana? Kalian tidak berdiskusi di ruang kerjanya kan?” Jhennifer hanya mengatakannya dengan nada yang datar. Memang ciri khasnya... karena menurutku dia juga akan melakukannya demikian kalau diposisi Niko.

“Selalu ada pertemuan harian jam 22.00 di rumah kosong bergaya belanda dekat sini.”

“Eh...” Kak Renanda lagi-lagi memberi isyarat kalau ia mengetahui sesuatu.

“Suster Rena tahu tempat itu?”

“Ya, itu dulunya rumah dokter Sara, mantannya dokter Niko...”

Ini jadi begitu sempit dan ruwet dari yang kubayangkan. Sejak nama itu muncul dalam bahasan kami, ekspresinya jadi agak kelabu. Dan Jhennifer... aku melihatnya dari tadi celingak-celinguk memandangi Kak Renanda. Aku tak begitu tahu apa yang ia pikirkan tapi... aku bisa melihat kebenciannya saat melihat perubahan ekspresi Kak Renanda.

“Terus kita harus gimana? Sekarang sudah jam 21.00, Om sama dia harus ke sana kan?”

“Iya, tapi aku saja cukup. Dia jarang ikut pertemuan itu. Aku nggak tahu, tapi meski begitu Niko tetap membiarkannya meski dia kurang kooperatif. Untungnya aku juga dapat kabar kalau Niko tidak ikut malam ini.”

“Mungkin karena dia dianggap kuat?”

“Ya, mungkin... tapi aku merasa ada hal lain.” Om Dika menggaruk kepalanya yang dihiasi rambut hitam sepunggung itu.

“Emmm kamu... Jhenn? Bisa kamu urus dia? Kalau boleh tahu juga, berapa

“Apa perlu ditanya?” Jhennifer menjawabnya tanpa melihat Om Dika. Ya, dia memang seperti in. Meski kurang ajar tapi kompetensinya sebanding dengan kesombongan dan kurang ajarnya.

“Om, apa rata-rata peringkat grace eksekutor?”

“Aku pikir peringkat C yang paling rendah dan dominan. Cuma ada sedikit yang peringkat B, dan yang peringkat A ya cuma mereka bertiga.”

“Kalau gitu Jhenn... berapa banyak yang bisa kamu habisi?”

“Emmm... mungkin 5. Tapi kalau ada satu peringkat A ya cuma 3. Tapi juga tergantung merekanya lagi sih... kalau cuma selevel si wafer ini, 10 orang pun bisa...”

“HA? Sepuluh? Kamu serius?”

Jhennifer yang sudah selesai menjarah poin, hanya mengangguk sembari menyeruput jus kalengan yang aku tak tahu dari mana dapatnya.

Lihat selengkapnya