“Oh, itu mereka!”
“Eh, itu cewek, siapa?”
“Oh, Jhennifer dia juga sekutu kita. Mungkin juga bisa dibilang dia ketua dari tim ini.”
Kak Yolanda tampak kebingungan. Mungkin karena dia baru tahu kalau ketua kita tak lain hanyalah seorang anak remaja sepertiku.
“Lama!” Jhennifer langsung mencaciku yang baru saja tiba di hadapannya.
“Ok, kalau gitu langsung mulai saja diskusinya. Kamu tahu apa tujuan mereka? Sudah punya rencana?”
“Harusnya aku yang tanya. Kan kamu yang dari tadi mondar-mandir di area rumah sakit.”
“Hah... kalau menurutku mereka mau terang-terangan menjarah semua poin di rumah sakit ini dengan beberapa sandera jadi polisi nggak bisa turun tangan. Ada tambahan.”
“Ya, sama... Rumah sakit ini lumayan besar, juga... sejak Holy Friday kondisinya hampir penuh. Tempat ini sempurna buat menjarah poin. Fakta kalau ini rumah sakit, dan Niko di sini.”
“Apa maksudmu?”
“Dari yang aku tahu, selain industri manufaktur, rumah sakit juga cukup butuh Oksigen kan?”
“Pffttt- hahaha semua orang juga butuh itu bocah, ayolah serius dik-”
*Plakkk...
“Diam Fen!”
“Aduh... okok maaf.”
“Rega... apa yang kamu maksud stok oksigen tabung di gudang?”
“Iya Mas Ko.”
Sekarang setengah dari mereka sepertinya sudah mendapat gambaran dari apa yang sudah dipertanyakan Koko.
“Hmmm... kalau nggak salah di sana juga ada stok solar untuk genset, eh genset... solar... Rega jangan bil-”
“Hehe masuk akal. Jadi itu ya maksudmu... Tempat ramai, ada stok bahan bakar, ada stok oksidator, terus mereka juga punya pirokinetik. Mereka bakal sandera semua orang di rumah sakit, menjarah semua poinnya, terus ancam bakal meledakkan rumah sakit kalau ada intervensi dari pihak berwajib ya...” Jhennifer membeberkan dugaannya yang membuat semua orang hanya terdiam melongo.
“Iya... karena itu aku mau pastikan sekali lagi. Prioritasku cuma buat ambil 3 sandera mereka, Kak Rena, Yohana, sama Rehan. Rencananya cuma buat negosiasi sama mereka. Aku bukan pahlawan, aku nggak punya niat menyelamatkan seluruh rumah sakit. Jadi, siapa yang mau mundur tinggal mundur sekarang.”
“Kalau gitu biar Kakak yang lindungi kamu di sana.”
“Ya, aku juga.”
“Heh, aku nggak bakal biarkan bocah ambil peran utama.”
“Hehhh~ padahal Kak Ren belum ada sehari hilangnya tapi kamu sudah dapat Kakak baru ya...”
“Hahahahahaha.”
Mereka semua tertawa oleh sindiran Jhennifer padaku.
“Ehm... Tapi kita nggak bisa ke sana semuanya. Kita juga harus buat rencana pelarian. Kita perlu tahu dulu jalur pelarian tercepat dari gudang ke titik aman sama memosisikan beberapa orang buat mengamankan jalur itu. Aku juga perlu satu orang buat gotong Andika. Terakhir, Om Dika, karena Om polisi, laporan dari Om lebih berefek ke mereka kan? Jadi tolong...”
“HA? Si Dika? Polisi?”
“Hahaha iya Pak Ko. Maaf nggak bilang dari awal. Rehan yang dia sebut tadi itu temanku yang mereka sandera.”
“Jadi Sus Yola benar ya... bahkan kepolisian juga kelabakan sama naiknya tingkat kriminalitas sejak Holy Friday ya...”
“Maaf soal itu...”
*Plakkk...
“Fendy, jaga omonganmu!”
“Ah, aku keceplosan. Maaf Dik, aku nggak punya maksud menyinggung.”
“Hahaha santai Fen, karena kenyataannya memang begitu. Jadi maaf, untuk sekarang ya cuma ini yang kami lakukan. Kami juga nggak bisa berbuat sembarangan kalau nggak ada landasan hukumnya.”
“Ya ya ya, kumat lagi kan... Hati Om terlalu mellow deh, nggak cocok sama gayanya hahaha”
“Wah wah wah, ini bocah berani juga bilang gitu ke polisi hahahaha”
“Pffttt hahahahahaha”
Yap, sekali lagi suasananya berhasil mencair. Sekarang waktunya untuk mendiskusikan pembagian tugas.
Kami memutuskan untuk membagi 2 tim, tim negosiator yang terdiri dari 4 orang dan tim pelarian 5 orang. Mungkin itu yang terbaik karena semakin banyak orang yang masuk ke gudang maka semakin susah juga untuk kabur. Di sisi lain, tim negosiator juga masih membutuhkan beberapa orang untuk beradu kekuatan dengan para teroris.
Aku, Jhennifer, Kak Yolanda, dan Om Dika sebagai tim negosiator yang akan menemui mereka secara langsung. Tugasku hanya untuk bernegosiasi dan membujuk mereka agar melepaskan ketiga sandera mereka. Sisanya adalah untuk membopong sandera jika aku berhasil dan juga mengawalku selama negosiasi berlangsung.
Bams, Farman, Fendy, Ganu dan Koko sebagai tim pelarian yang bertugas menjaga rute kabur dan juga membantu proses pengambilan sandera jika aku berhasil. Fendy dan Koko diposisikan pada pintu masuk gudang karena mereka memiliki grace yang dapat menguatkan tubuh dan mempercepat pergerakan. Bams, Farman, dan Ganu bertugas untuk menjaga rute menuju tembusan belakang rumah sakit. Khusus untuk Ganu yang ditugaskan di area paling luar, dia juga diminta untuk membawa dan menyembuhkan Andika yang kondisinya masih terkapar.
Om Dika sudah melaporkan hal ini ke kepolisian. Aku rasa ini sudah bisa disebut kasus yang besar untuk mereka tangani. Mereka mengatakan kalau akan mengirimkan bala bantuan secepatnya. Jika kami gagal, mereka akan langsung menyebarkan berita ini dan melarang orang-orang untuk datang ke rumah sakit ini.
Dan lagi-lagi aku tak tahu... tentang bagaimana Kak Yolanda bisa kebetulan membawa segelintir masker bedah untuk kami pakai.
Langkah pertama adalah untuk tawar menawar, sandera mereka dengan informasi yang kami miliki. Dan jika gagal... aku akan langsung memohon pada mereka. Tapi jika masih gagal juga maka...
Aku menggenggam tangan Jhennifer.
“Ha? Jijik, apaan co-”
“Jhenn, titip barang dong... aku kawatir nanti jatuh pas kabur.”
“...” Ia hanya terdiam dan menatapku dengan mata tajamnya.
“Ok.”
Tanpa bertanya dia menerima permintaanku, meski wajahnya masih menampakkan kecurigaan padaku.
∞∞∞
*Kriekkk...
“Kau...”
Untuk membuat sebuah kesan yang mengintimidasi, Kak Yolanda, Om Dika, dan Jhennifer memasuki gudang terlebih dahulu lalu disusul dengan kemunculanku dari belakang mereka.
Kami punya 3 sandera yang harus kami bawa, karena alasan itulah kami menugaskan Fendy dan Koko untuk bersiaga di luar pintu masuk.
*Fwushhh...
Niko seketika langsung menyemburkan apinya ke arah kami. Untungnya Kak Yolanda menangkalnya dengan mengembuskan udara menjauhi kami. Dari yang selama ini kuamati, Kak Yolanda cukup jago ketika bertarung seperti ini. Dia memang lemah dalam pertarungan jarak dekat tapi, jika tentang pertarungan jarak jauh seperti ini, menurutku kemampuannya selevel dengan Niko.
Perbedaan yang cukup jelas mungkin ada pada stamina mereka. Pertarungan yang sebelumnya jelas sudah menguras tenaga Kak Yolanda. Tapi, meski jika aku mengesampingkan fakta itu, aku juga tak beranggapan kalau Kak Yolanda di kondisi primanya akan bisa mengalahkan Niko dalam bidang ini. Orang itu... Niko, memiliki tubuh tinggi yang cukup berisi dan juga, cukup terbentuk. Aku rasa, ia memiliki tinggi yang sama dengan Om Dika.
“Hmmm? Mmmmm! MMMMM!”
Aku memasang jari telunjuk di depan bibirku. Tahan Rega... tahan... jangan biarkan amarah menguasaimu lagi.
Aku melihat mereka. Masing-masing diikat erat pada tiang baja fondasi gudang yang jaraknya sekitar 3 meter dari satu tiang ke tiang lainnya. Mulut mereka juga dibungkam dengan lakban. Aku pun hampir tak bisa melihat black-spot mereka. Yang bisa kulihat dari jarak 10 meter ini hanya sebuah titik hitam yang sangat kecil dan sangat samar. Aku sungguh tak mengerti bagaimana black-spot bisa seperti itu... Tempat ini minim pencahayaan, tapi entah bagaimana aku masih bisa melihatnya. Setidaknya, mereka yang masih mengenakan busana mereka, membuatku jadi sedikit lebih tenang.
“Niko! Simpan apimu!”
Satu per satu dari mereka mulai muncul dari sisi ruangan yang diselimuti kegelapan. Di sana hanya ada 9 orang termasuk Niko. Aku sudah bisa tahu kalau mereka berbahaya hanya dari sekedar melihatnya, bahkan jika wujud mereka tertutup oleh jubah hitam yang mereka kenakan. Tapi meski begitu...
Jhenn... siapa sebenarnya dirimu?
Bahkan black-spot para teroris ini masih belum terlihat seperti miliknya. Milik Jhennifer warna hitamnya lebih pekat.
Dari yang kupelajari selama ini, perubahan pertama adalah areanya. Poin 1000 memiliki area yang kecil dan samar. Untuk poin kurang dari 10 ribu, spotnya akan meluas saat poinnya bertambah. Saat itu mencapai 10 ribu, areanya akan menyempit jadi seperti saat poinnya masih seibu namun dengan warna hitam yang lebih pekat. Saat itu naik jadi 11 ribu areanya akan langsung meluas dua kali lipat, dan akan bertambah secara perlahan seperti perubahan dari 2 ribu ke 9 ribu. Pada poin 20 ribu, spotnya akan menyempit lagi seperti saat poinnya 10 ribu dan akan meluas 3 kali lipat saat menyentuh angka 21 ribu. Seperti itulah siklus perubahannya. Jadi untuk menghitung poin, hal pertama yang harus dilihat adalah kepekatannya, lalu luas areanya.