*Knokkk... knokkk...
“Metal-healer!”
“Masuk!”
“Lah... kenapa pakai ngomong gitu ya... ini kan di hotel.” Gumam Dika di depan pintu kamar tempat mereka berkumpul kemarin.
*Kriekkk...
Dika memasuki kamar itu dengan membawa sekantong minuman kaleng, dan sekantong camilan di masing-masing tangannya.
“Ini aku bawa camilan buat ganjal perut sebelum sarapan.”
“Wee... makasih Dik.”
“Hehe sama-sama.”
[“Aksi terorisme sedang terjadi di rumah sakit Delta Candra. Masih belum ada informasi pasti tentang adanya korban jiwa...”]
“Akhirnya disorot media juga...”
“Parafinnya sudah leleh ya...” Gumam Jhennifer.
[Mereka menyandera semua orang di rumah sakit, baik pasien, pekerja dan pengunjung. Sandera dipaksa untuk berkumpul di luar untuk menyerahkan poin black-box mereka. Para teroris juga mengancam akan meledakkan rumah sakit jika ada orang lain yang memasuki area rumah sakit. Mereka-”]
*Clap...
“Ok semuanya, ada yang mau aku ingatkan sebelum kita ke sana.”
Jhennifer menepuk tangannya untuk membuat perhatian mereka terfokus padanya.
“Poin perorangan mereka banyak, cuma buat mereka pingsan nggak bakal cukup. Kita juga nggak begitu tahu seberapa bahayanya grace mereka, jadi cara paling aman ya membunuh mereka.”
Keraguan mulai terlintas di wajah mereka.
“Jangan kaku! Kita ke sana cuma buat ambil Rega, bukan untuk melawan mereka kan?”
“Iya, aku kan juga nggak suruh kalian buat bunuh mereka. Tapi, aku cuma mau kasih tahu, kalau kalian sejak awal ragu buat bunuh mereka ya berarti kalian yang harus siap dibunuh. Ini bukan pencurian atau penjarahan biasa, mereka teroris, ingat itu!”
Dika pun ikut mengamati reaksi di wajah mereka dan hanya menemukan keraguan.
“Jhenn, lewati saja bagian itu, anggap saja mereka sudah tahu.”
“Ok. Kalau gitu, pertama kita pindah markas dulu ke markas lama kalian sehabis sarapan. Dari sana kita diskusi lagi sambil menyusup cari informasi.”
“Maksudnya langsung ke rumah sakit dari awal?”
“Iya. Aku sama si teleport yang menyusup, berkala. Kita gali informasi dulu sebanyak mungkin sambil buat strategi yang pas. Terus... Pak Dika, ada yang mau disampaikan juga kan?”
“Ya... Kita sudah tahu jumlah mereka kemarin, tapi dari info yang aku dapat, bahkan yang jaga barisan depan saja ada 4 orang. Belum lagi yang ditugaskan untuk ambil poinnya, jadi kemungkinan besar jumlah mereka nggak cuma 9 atau 10 orang.”
“Kalau... kalau jumlah mereka ada 20 lebih berarti... kita harus sanggup 1 lawan 2 ya...” Fendy pun menjadi resah dengan dugaan yang ia buat sendiri.
“Lah, tadi siapa yang bilang kalau kita ke sana cuma buat ambil Rega? Kok malah ngomong gitu sekarang...” Jhennifer membalas dengan ketusnya.
“Ya itu gunanya kita menyusup. Itu gunanya kita buat strategi dulu, jadi kita nggak perlu melawan mereka terang-terangan. Toh di sana juga ada polisi...” ia menambahkan tanpa menunggu tanggapan yang lain.
“Jhenn benar. Memang harus dipikir matang dulu, kita nggak bisa menang 1 lawan 2, enggak... mungkin 1 lawan 1 pun juga. Karena... infonya kemarin, bala bantuan dari polisi dihabisi cuma sama 2 pengendali elemen tanah, 1 elemen udara plus Niko.”
Ekspresi mereka menegang, namun Dika tetap melanjutkan ceritanya.
“Kondisinya, 10 orang luka ringan, 8 orang luka berat dan 5 dari itu luka bakar, 6 meninggal.”
Menyadari suasana jadi tambah suram, Jhennifer mencoba untuk mengangkatnya.
“Terus polisi dipaksa mundur kalau nggak rumah sakitnya bakal diledakkan ya? Ternyata balik lagi, senjata mereka yang paling bahaya ya ancamannya itu ya...”
“Iya.”
Mereka pun kembali mendapatkan tekadnya setelah mengetahui itu.
Tentu saja, siapa pun akan ragu untuk melawan kelompok teroris yang bahkan bisa memukul mundur polisi. Itulah mengapa, saat mereka tahu kalau kenyataan bahwa polisi dipukul mundur karena alasan keselamatan sandera, bukan karena kekalahan telak membuat mereka mendapatkan kembali sedikit kepercayaan diri mereka.
“Ok, cukup. Sudah waktunya sarapan, nanti dilanjut di sana.”
“Ok...”
Jhennifer mengakhiri diskusi pagi mereka. Sebenarnya mereka masih memiliki waktu, namun ia sadar, terlalu banyak berteori tanpa tahu kondisi lapangan malah akan menimbulkan ketakutan yang belum diperlukan. Namun, meski beberapa orang sempat menampakkan keraguan, beberapa orang juga, tekadnya tak goyah dari awal sampai akhir.
∞∞∞
“Di gudang, 2 orang. Andi melapor!”
“Di pojok Selatan bangunan, 1 orang, 1 spot ledak. Jhe melapor!”
“Ada kabar soal Rega?”
“Masih belum. Di ruangan Niko juga nihil. Balik markas!”
“Roger!”
“...”
Jhennifer dan Andika menjelajah di seluruh area rumah sakit. Dari apa yang mereka dapat, para teroris sudah membebaskan oksigen dari tabungnya. Dika dan Rehan bergabung dengan polisi yang bersiaga di luar area rumah sakit. Mereka juga diminta untuk menggali informasi tanpa membocorkan aksi mereka, untuk sekarang. Sisa 8 orang lainnya menunggu di markas lama mereka, rumah bergaya belanda peninggalan dokter Sara.
Tentu saja, mereka juga sudah memikirkan cara untuk menyembunyikan identitas mereka. Jhennifer, lagi-lagi membakar secuil asetnya untuk membeli sweter hitam polos dengan berbagai ukuran untuk mereka semua kenakan. Di sisi lain, Yohana, juga menyumbangkan koleksi masker N95 yang selama ini ia timbun.
Dari apa yang regu Dika dapat, teroris juga sudah memadamkan sistem kelistrikan rumah sakit. Massa dipaksa untuk berkumpul di depan pintu masuk utama bangunan rumah sakit. Para sandera diarahkan untuk memasuki lobi bergiliran untuk menyerahkan poinnya.
Di dalam lobi, terdapat 4 orang yang bertugas mengoleksi poin dan 2 orang yang bertugas membuat situasi tetap kondusif. Pada area di mana sandera berkumpul, juga terdapat 7 orang teroris. Dua orang memberi arahan pada sandera untuk memasuki lobi, 2 orang memerangkap oksigen menggunakan grace bariernya yang dikelilingi oleh banyak drum berisi solar, serta 4 orang penjaga yang di antaranya adalah Niko dan pimpinan mereka.
Polisi beranggapan jika para teroris berencana meninggalkan rumah sakit nanti malam, saat ramainya momen pergantian tahun. Mereka berencana mengamankan para sandera saat teroris hendak pergi, itulah prioritas utama mereka.
Menurut informasi dari regu Jhennifer, di sana ada 6 titik ledakan. Satu pada area sandera, 4 pada masing-masing sudut dalam bangunan utama, dan 1 pada gudang.
Keempat titik ledakan yang ada pada sudut bangunan, masing-masing dijaga oleh 1 high-human pengendali tanah. Mereka memerangkap sesuatu dalam sebuah kotak besar dan padat yang terbuat dari tanah. Jhennifer berasumsi jika pada kotak itu oksigen yang dikeluarkan dari tabungnya, dan solar yang dipisahkan oleh sekat.