Hari untuk mereka berpisah pun tiba. Jhennifer akan kembali ke Jakarta. Namun, alih-alih pergi ke stasiun kereta atau ke bandara, mereka mengantarnya ke atap hotel. Mereka menemani Jhennifer menunggu helikopter tiba menjemputnya.
“Jhenn, sekali-kali mampir ke sini ya. Nanti tidur di rumah Kakak.”
“Ok Kak Ren. Makasih.”
*Wung... wung... Helikopter pun tiba dari Barat.
“Sudah waktunya. Terima kasih semuanya, aku titip anjing itu ke kalian.”
“Hahaha ok Guk!”
“Jhenn...”
“Apa lagi?”
“Jangan sampai lupa, kalau kamu punya langit buat terbang di sini...”
Tak satu pun memahami arti sebenarnya ucapan itu, kecuali Rega dan Jhennifer.
“Hmm... Makasih...”
Helikopter pun mendarat di helipad. Jhennifer berjalan menghampiri jemputannya diikuti dengan Rega di belakangnya. Yang lain hanya berdiam di tempatnya, memberi kesempatan singkat untuk perpisahan mereka berdua.
“Sampai ketemu lagi...”
“Hmm, sampai ketemu lagi...”
Tangan mereka saling menyalami, dan mereka pun mengucapkan kalimat terakhir salam perpisahan mereka.
“Makhluk hampa” “Burung dalam sangkar”
∞∞∞
“Clara! Sudah siap semua?” Tanya seorang wanita berpakaian gaun pelayan dari ruang tamu sebuah apartemen. Ia menunggu seseorang di kamar yang sedang mengemasi barang-barangnya.
*Tap... tap... Seorang gadis berambut coklat pendek akhirnya muncul di hadapan wanita itu.
“Sudah.”
“Ok, kita pulang sekarang, ke Indonesia!”
“Ya, akhirnya... aku bisa bertemu Nona Sharon lagi.”
“Ngomong-ngomong, gracemu, benar-benar cocok sama kamu ya...”
“Yup, dengan ini aku bisa menembak orang dari jarak yang jauh. Ini bisa mendukung Nona Sharon dalam banyak hal.”
“Baguslah kalau begitu...”
Mereka pun berjalan keluar apartemen itu.
*Ringgg... Ponsel milik Clara bergetar.
“Pesan dari Nona Sharon?”
“Iya...”
“Huh? Kenapa wajahmu jadi serius begitu?”
“A-ah... bukan apa-apa. Aku hanya dapat kiriman foto yang agak mengejutkan dari Nona Sharon.” Seringai muncul di wajah Clara, mengetahui bahwa dirinya telah kecolongan dan posisinya direbut oleh orang lain.