Rewind>>

Syarifah Suharlan
Chapter #6

Lepas Lajang

LEPAS LAJANG

 

Setiap bulan ramadhan aku dan ibuku membuat kegiatan pesantren kilat atau dinamakan juga pesantren ramadhan, yaitu kegiatan religius selama dua minggu untuk mengkader anak-anak dan remaja dalam ritual ibadah tarawih dan pengisian spiritual iman dan ketauhidan. Karena kegiatan intinya adalah sholat tarawih maka kami mencari imam tarawih untuk memimpin sholat isya dan sholat tarawih bagi anak dan remaja.

“Sudah dapat imam tarawihnya belum bu..?” tanyaku

“Belum. Tapi ibu sudah menghubungi teman ibu, dia punya satu nama mahasiswa yang fasih bacaan Al-Qur’an dan irama bacaannya seperti Imam Sudais Mekah.” Jawab ibuku dengan tambahan penjelasan.

Maka dengan jadwal kalender hijriah, pelaksanaan pesantren ramadhan dilakukan dimalam ketiga dari awal bulan puasa dilakukan, dengan imam tarawih yang irama bacaannya seperti Imam Sudais Mekah.

Setelah bulan ramadhan selesai datanglah bulan Syawal. Di bulan syawal inilah aku dinikahkan oleh orangtuaku dengan imam tarawih tersebut.

Usiaku 25 tahun ketika aku memutuskan menikah. Lebih tepatnya dijodohkan oleh ibuku dengan seorang pemuda lulusan Fakultas Ilmu Hukum dari sebuah kampus swasta.  Aku menjalani pernikahan dengan format template keluarga yang dijalankan bapak ibuku. Bapak sebagai pimpinan keluarga yang dihormati seluruh anaknya, memberikan nafkah lahir batin kepada ibuku dan anak-anak yang dimiliki oleh mereka maka mahligai pernikahan yang kuidamkan adalah seperti pernikahan kedua orangtuaku sebagai role model kelak kuterapkan dipernikahan kami.

Setelah menikah kemandirianku sebangai ibu muda belum kudapatkan, itu dikarenalan beberapa alasan aku harus tinggal bersama kedua orangtuaku. Pertama aku adalah anak bungsu yang sudah tidak ada anak beliau yang menetap bersama dengan orangtua. Kedua karena yang mengetahui dan memahami perjuangan dakwah ibuku hanyalah aku. Maka home sweet home adalah rumah orangtuaku sendiri.

Aku kurang mendapatkan pengalaman dalam hal kebaruan, yaitu pengantin baru, pasangan baru dan dinahkodai oleh suami baru.

Anak pertama lahir tahun 1996 dengan kelahiran gejala pra-eklamsia, aku kosong dalam ilmu terapan gizi mungkin karena eksistensiku yang ingin mengatur dan mengelola rumah kecilnya sendiri belum dapat terealisasikan. Dan suami belum bekerja tetap. Jadi apapun jajanan rumah aku santap dengan lezat tanpa mengetahui batasan usia kehamilan yang harus dijaga dengan usia janin. Kejadian ini menjadi pengalaman yang sangat berharga dan menjadi landasang hidup untuk tidak mengulangi di kehamilan berikutnya.

Anak kedua lahir tahun 1998 saat telah mereda kerusuhan Bulan Mei paska tahun reformasi digulirkan. Aku tetap tinggal bersama orangtua. Suami belum bekerja tetap. Aku bekerja disebuah kantor travel umroh & haji.

Anak ketiga lahir tahun 2000, disaat inilah aku resign dari kantor travel umroh dan haji serta memutuskan untuk bekerja di dalam rumah mengingat anak-anakku masih balita.

Lihat selengkapnya