Rewind>>

Syarifah Suharlan
Chapter #27

Senayan

SENAYAN

 

           Kisah cintaku kini cukup absurd, setelah aku merasakan jatuh hati pada Pak Riyadi, aku merasakan seperti gadis muda lagi. Senang berbedak dan melihat wajahku tanpa bosan di depan cermin. Jatuh cinta terasa hati ringan dalam melangkah. Puja-puji yang kami lontarkan ketika kami merasakan rindu di hati.

Rute Kedua Belas

Senayan, Jumat 11 Maret 2022, pukul 16.00 wib, Guide Ibek, titik kumpul di depan gerbang masuk gedung TVRI Jakarta, titik akhir di Bilah Nusantara. Durasi perjalanan : maximal 90 menit.

           Aku cukup senang dengan kegiatan komunitas jalan kaki ini, hal-hal yang belum kuketahui menjadi sebuah fakta empirik yang asyik. Sore hari aku sudah tiba dengan beberapa peserta baru dan menunggu di depan gedung TVRI Jakarta. Aku melihat menara siar yang khas di atas gedung TVRI menjadi media pemersatu bangsa, slogan itulah yang dapat menyatukan bangsa Indonesia yang tinggal dan menetap diberbagai pelosok kota dan desa, dan beragam bahasa. TVRI mengudara dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

           Sore cukup terang, kami mengikuti rincian cerita dengan penuh seksama di timpali bunyi deru kendaraan roda empat dan kendaraan online roda dua. Peserta terdiri dari tujuh orang perempuan, aku, dua pegawai swasta, seorang mahasiswi, seorang ibu rumah tangga muda dan seorang ibu paruh baya dengan remaja putrinya yang cantik jelita.

           Menyusuri jalan hingga sampai di pintu belakang gerbang senayan, kami masuk dan menyusuri lagi jalan yang menuju arena latihan panahan. Secara tiba-tiba langit berubah mendung, kami berjalan kembali menuju Istana Olahraga Senayan dengan berjalan memutari pintu masuk kedua. Di depan sebuah patung arca turun gerimis tipis, kami membuka persedian payung kami masing-masing, guide tetap menceritakan apa yang perlu diceritakan bagi kami tentang hal ihwal sejarah Istora Senayan ini.

           Jedar…jeder….bunyi petir menggelegar keras, kami bergegas melipir mencari tempat berteduh di sebuah halte tunggu di dalam lintasan jalan istora itu.

           Hujan makin besar makin deras, angin bertiup dingin, cahaya kilat di langit seperti menyambar-nyambar pohon, kami membisu berteduh dan lesu.

Lihat selengkapnya