Rewind, Until 100%

Aisya A. A.
Chapter #6

[Bab 6: Interlude I]

Andini bangun pagi itu di kamarnya dengan perasaan antusias. Ia nyaris melompat untuk turun dari tempat tidur dan menghabiskan hampir lima menit untuk menguyel-uyel Haha, kucing peliharaan dengan riang. 

Hari ini study tour!

Tanpa Alisha, sayangnya, tetapi temannya itu menolak dengan lebih keras kepala dari biasanya, yang artinya ia memang tidak mau ikut dan tidak ingin dipaksa. Ya sudahlah. Andini akan memastikan Alisha tak ketinggalan kabar apa pun – kalau perlu, busnya pun akan ia foto. 

Andini mandi dan mengganti baju tidurnya dengan set pakaian yang sudah ia siapkan dari jauh hari. Rambutnya yang bergelombang ia ikat dengan gaya ekor kuda tanpa diapa-apakan. Nanti kalau mereka jadi pergi ke pantai, toh semuanya bakal kena garam laut juga. 

Sepanjang perjalanan ke sekolah, ia tak bisa duduk diam di dalam mobil; kakinya mengetuk-ngetuk lantai dengan gelisah dan ia terus menerus mengganti lagu dari playlist-nya. Ayah mentertawakan kegelisahannya dari depan. 

“Kamu tuh kebiasaan,” katanya, “kalau mau ke mana-mana terlalu semangat.” 

Andini merengut. Alisha juga sering menegurnya karena hal yang sama, tapi mau bagaimana lagi? Sejak kecil, Andini yang antusias adalah Andini yang uring-uringan dan tak bisa diam. 

Sesampainya di lapangan basket tempat berkumpul, Andini menyadari ada yang salah. Para murid yang berkumpul tidak ada yang berbaris rapi dan justru mengelompok dengan wajah gelisah. Para guru juga terlihat khawatir dan terlalu sibuk untuk sekadar melakukan pengecekan ulang. 

“Ada apa?” tanyanya pada Siska begitu ia menemukan temannya itu di dekat tiang bendera. 

“Busnya ke-delay,” jawab Siska. “Katanya semua ban bus kita meledak, baru ketahuan tadi subuh.” 

“Eeh…,” gumam Andini. “Semua bannya meledak sama-sama?”

“Aneh, kan? Makanya guru-guru langsung kelabakan mencari pengganti,” kata Siska. Ia menawarkan kantung plastik di tangannya. “Mau donat?” 

“Boleh, deh, makasih.” 

Untungnya, masalah bus terselesaikan dengan cukup cepat. Pihak penyewaan bus mengganti semua bus yang tidak bisa diperbaiki dalam waktu mepet dengan jenis lain yang lebih luas tanpa meminta bayaran ekstra. Perjalanan tertunda sepuluh menit, tetapi akhirnya mereka semua turun ke jalan sebelum sinar matahari jadi panas menyengat. 

Andini menyempatkan diri mengirimkan pesan pada Alisha sebelum berangkat berisi fotonya di lapangan dan fotonya saat di dalam bus. 

Alisha membalas dengan stiker jempol teracung. Andini tertawa dibuatnya. 

Lalu setengah jam menuju perhentian pertama, bus mereka oleng di tikungan. Andini ikut menjerit bersama penumpang lain, tapi tak ada yang bisa menghentikan jatuhnya bus ke jurang. 

Kepala Andini terbentur keras pada dinding bis. Ia mati tanpa sempat sadar dari pingsannya. Mungkin, itu juga adalah berkah. 

***

Andini bangun pagi itu di kamarnya dengan perasaan antusias. Ia nyaris melompat untuk turun dari tempat tidur dan menghabiskan hampir lima menit untuk menguyel-uyel Haha, kucing peliharaan dengan riang. 

Hari ini study tour!

Tanpa Alisha, sayangnya, tetapi temannya itu menolak dengan lebih keras kepala dari biasanya, yang artinya ia memang tidak mau ikut dan tidak ingin dipaksa. Ya sudahlah. Andini akan memastikan Alisha tak ketinggalan kabar apa pun – kalau perlu, busnya pun akan ia foto. 

Andini mandi dan mengganti baju tidurnya dengan set pakaian yang sudah ia siapkan dari jauh hari. Rambutnya yang bergelombang ia kepang dengan rapi. Nanti kalau mereka jadi mendaki bukit, rambutnya akan kotor luar biasa jika dibiarkan digerai.

Lokasi tujuan study tour mereka telah diubah seminggu sebelum formulir persetujuan dibagikan. Tidak ada yang tahu kenapa dan tidak ada yang terlalu peduli. Ada gosip yang beredar yang bilang alasannya adalah karena pihak sekolah kekurangan dana dan harus mencari lokasi yang lebih murah, tetapi tidak ada yang terlalu mengambil hati. 

Sayangnya Alisha tetap ogah ikut. “Malas ah, pergi jauh-jauh,” katanya ketika Andini berusaha membujuknya untuk ikut. Ia bahkan menawarkan untuk membayar biaya study tour Alisha, tetapi sahabatnya itu malah menjitak dan mengomelinya. 

Yah, setidaknya hadiah ulang tahun Andini tidak ditolak! Meskipun ekspresi Alisha agak sedih ketika ia melihat jam tangan itu … tapi mungkin Andini salah lihat. Ia tidak pernah sebelumnya melihat rasa haru di wajah Alisha, jadi bisa saja ia salah membaca ekspresi sahabatnya itu. Kan aneh, kalau ternyata Alisha sedih melihat hadiahnya? Kalau dia kecewa, masih masuk akal. Sedih? Buat apa sedih? 

Ping!

Andini mengecek HP-nya. Ada satu pesan dari Alisha. 


Alisha sent a picture


Alisha

Lihat, nih

Aku lupa melepas jamnya sebelum tidur haha


Andini

!!! 

hati-hati lhooo

kalau tanganmu ketindih waktu tidur bisa sakit


Alisha

Memang ketindih, sih


Andini 

kan 😒


Lihat selengkapnya