Rewrite the Memories

Sekar Setyaningrum
Chapter #3

NEM (Nonsense Ethereal of Mine)

Temanggung, Agustus 2002

Abimana Saputra

Tanpa perlu menyelesaikan misi ‘tanda tangan keramat’ sialan itu, aku akhirnya tahu nama asli Kecoak. Namanya Ayu, anak kelas 1 Akuntansi 2–kelasnya para siswa berotak cerdas. Tentu saja informasi ini kudapat dari Fian. Meskipun informasi ini kudapat lebih lama, Aku sangat bersyukur bisa memanfaatkan Fian dan koneksinya dengan baik.

Seperti dugaanku, Ayu masuk sekolah ini melalui jalur beasiswa. Dan aku nggak heran. Di sekolah ini, prestasi berarti uang. Kamu nggak perlu mengeluarkan banyak rupiah untuk bisa duduk di salah satu bangku sekolah swasta termahal ini kalau punya otak secemerlang Ayu.

Nggak cuma itu, beberapa siswa di sekolah ini bahkan menjuluki Ayu dengan sebutan ‘Queen of Olimpiade’. Dia pernah menjuarai beberapa lomba baik di tingkat provinsi maupun nasional.

Menurut Fian–teman sebangkuku yang sekarang sedang sibuk menyendok bakso, dia adalah bentuk copy-paste paling sempurna dari sosok Cinta dalam film Ada Apa Dengan Cinta karya Rudi Soedjarwo. Padahal sudah kubilang jika wajah Ayu dan Dian Sastro jauh berbeda. Tapi, Fian yang tengah mabuk euphoria film itu mana mau dengar penjelasanku.

Berbeda dengan Fian, aku menilai Ayu memiliki daya pikat yang nggak bisa dijelaskan.

Sayangnya, aku nggak pernah bertemu dia lagi sejak hari itu. Aku sering bertemu siswa akuntansi lain seperti Mita, Rama, Yulaika, dan Nurul di kantin. Atau Rita, Nanda, dan Vera di perpustakaan sekolah. Tapi, aku nggak menemukan Ayu di manapun.

Asal tahu saja, nama-nama siswi itu juga kudapat dari Fian.

“Gimana kelas Pak Prapto?” tanya Fian di sela kesibukannya menghabiskan isi mangkuk bakso keduanya hari ini. Tadi pagi, Fian ketahuan merokok oleh Pak Dadang. Jadi, dia nggak bisa ikut pelajaran matematika karena harus membersihkan laboratorium.

“Aku berhasil menyelesaikan dua puluh soal dalam materi aproksimasi kesalahan.”

Fian berhenti makan dan bersiul. “Beneran?”

Aku tertawa. “Nggak lah. Kamu kok jadi gampang percaya gitu sama aku, yan? Sejak kapan aku suka matematika?”

Fian menoyor kepalaku dengan ujung jari telunjuknya, lalu kembali sibuk menyuap. “Ya kali aja, kan. Setelah jatuh cinta sama Ayu.”

Kalimat Fian berhasil menghentikan gerakan mataku mencari sosok Ayu di setiap sudut kantin. “Jatuh cinta gundulmu!”

“Nggak biasanya aja kamu nanya-nanya nama cewek gitu. Sampai nyuruh aku ngedeketin Mita. Kalau bukan cinta apaan? Suka? Penasaran? Cuma pengin kenal?” tanya Fian sambil memandangku dengan serius. Tatapan Fian berhasil membuatku salah tingkah.

Lihat selengkapnya