Rewrite the Memories

Sekar Setyaningrum
Chapter #10

BBB (Being Better than Before)

Temanggung, Februari 2003

Abimana Saputra

Sejak tadi, ibu membuatku gelisah. Entah hal apa yang membawanya ke sekolah hari ini. Padahal, aku sudah memperingatkan Mas Dion untuk nggak melibatkan ibu lagi dalam urusan sekolahku. Selain sebagai bentuk konfrontasiku yang paling nyata atas pernikahannya, juga karena aku nggak mau merusak hari ini.

Namun, hari ini ibu datang untuk mengambilkan raporku. Dan ini adalah kali pertama selama enam belas tahun hidupku. Saat kutanya mengapa, ibu hanya bilang kalau dia ingin. Ya, sebenarnya memang nggak salah. Aku hanya nggak mau merusak mood setelah bertemu dengannya. Padahal, tanda tangan miliknya di lembar akhir raporku saja sudah cukup–meskipun beberapa kali juga Mas Dion berhasil memalsukannya.

Aku sempat mengintip ke dalam kelas sebelum pergi. Dari jendela kelas, kulihat ibu sedang mengobrol dengan Pak Tejo, wali kelas TKJ 2. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, raut wajah ibu tampak serius. Tapi, aku sama sekali nggak mau berspekulasi. Seperti yang sudah kubilang, aku sedang nggak mau merusak suasana hatiku hari ini. Apalagi dengan praduga yang belum tentu benar adanya.

Entah apapun hasilnya, aku sudah siap.

Bosan menunggu–dan takut nggak sempat melanjutkan rencana, aku memutuskan untuk menemui Ayu yang juga sedang menunggu ibunya di kantin.

Sebenarnya, aku sudah menyiapkan kado untuk Ayu. Ini adalah kado pertama yang kuberikan untuknya setelah kami resmi berpacaran. Kalau dilihat dari catatan terakhirku, ini sudah dua bulan sejak saat itu.

Hadiah ini, bukan sesuatu yang istimewa. Aku hanya akan memberinya kaset yang berisi kompilasi lagu-lagu favorit kami. Ada sepuluh lagu yang belakangan sering kami dengarkan bersama; Tak Akan Ada Cinta yang Lain, How Do I Live, Posesif, Begitu Indah, Bukan Pujangga, Surat Cinta, Radio, Special Kind of Something, Say You Do, dan Fall Into My Love. Nggak ada yang istimewa, kan?

Aku bahkan nggak berniat membungkus kaset ini dengan apapun. Aku hanya mengikatnya dengan pita merah putih–sisa atribut MOS, dan menggantung selembar kartu ucapan di sana yang isinya: Terima kasih sudah menyelesaikan caturwulan ini dengan baik, Yu. Aku sayang kamu. Putra.

Seperti dugaanku, Ayu memang sedang berada di kantin Bu Sum. Di sebelahnya ada Fian dan Raka yang sedang mengencangkan senar gitar dan berdiskusi entah apa. Begitu melihat kehadiranku, dua manusia itu menyingkir, memberiku ruang untuk bisa duduk di samping Ayu.

Aku melihat Ayu tersenyum dan menggeser sedikit duduknya.

“Gimana rapornya?”

“Namaku ada di daftar siswa peraih juara umum yang ditempel di mading, jadi aku nggak kawatir,” jawab Ayu dengan binar di matanya. Mata kacang almond milik Ayu itu semakin cantik saja setiap harinya. “Tapi, ibu masih ngobrol sama Bu Ira. Entah apa yang dibicarakan.”

Lihat selengkapnya