Bersyukur adalah kunci sukses paling penting. Apakah orang itu sekaya Prince Alwaleed, sekeren Maher Zain, atau sepopuler Cat Stevens (Yusuf Islam), tanpa bersyukur dia takkan pernah merasa sukses. Malah, cenderung menganggap pencapaian-pencapaiannya sepele. Orang yang seperti ini tak pernah puas, selalu haus, dan kadang “rakus”. Ia menggolongkan diri bukan sebagai orang sukses, tapi ambisius. Kalau ambisinya tidak terpuaskan, dia pun menggerutu dan putus asa. Dalam hidupnya selalu merasa kurang. Sebaliknya, yang bersyukur, meski hanya tukang sayur, tukang cukur, atau tukang bubur, dia tetap merasa luhur. Luhur, karena menganggap apa yang dikaruniakan Allah sebagai sesuatu yang agung. Sesuatu yang tak pantas dikeluhkesahi, melainkan disyukuri sebagai hikmah yang memacu kita untuk bekerja lebih keras, lebih cerdas, dan lebih ikhlas dalam memenuhi tujuan-tujuan dan impian-impian kita.
Mensyukuri apa pun yang kita dapat, baik-buruknya, susah-senangnya, dan plus-minusnya adalah kunci bahagia. Sebab, hidup selalu terdiri dari dua sisi. Ada siang ada ma-lam. Ada suka ada duka. Setiap sisi selalu berganti satu dengan lainnya, kadang dalam tempo tak terduga. Kalau tidak bersyukur, perubahan-perubahan ini tentu menjadi beban dan bukannya motivasi untuk maju. Kalau sudah menganggap beban, akan mudah bagi kita untuk menjadi seorang pengeluh!
Dalam keseharian, kita mungkin kerap mendengar atau bahkan mengucapkan hal-hal ini: “Aku sudah kerja keras, kok, karierku nggak maju-maju?” “Berbagai cara sudah kulakukan, kok, usahaku gagal terus, sih!” “Kapan bisa kaya? Bosen, nih, miskin melulu!” “Dari dulu gaji nggak naik-naik, sebel deh!” “Tetangga udah pada kaya, aku kok segini aja?” “Teman-teman udah pada sukses, aku kok jalan di tempat, ya?” “Aku orang yang gagal!” “Aku nggak punya apa-apa!” “Aku termiskin di dunia!”
Ketika ucapan kita masih dipenuhi keluh kesah, rasa iri serta gundah karena belum juga mencapai apa yang kita inginkan, mari kembali tengok ke dalam. Tanyakan kepada diri sendiri, apakah kita belum sukses atau belum bersyukur? Kalau memang belum sukses, masih banyak cara untuk meraihnya. Tapi kalau belum bersyukur, hanya ada satu cara, yakni kembali menghitung nikmat Allah dan menghidupkan rasa malu di hadapan-Nya.
Katakanlah, “Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani bagi kamu. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” (QS Al-Mulk [67]: 23)
Padahal seharusnya, Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur) (QSAl-Dhuhâ [93]: 11).
Bila kita menghitung nikmat Allah, kita tidak akan pernah bisa menghitungnya. Ketika bangun pagi, coba jangan dulu beranjak pergi. Renungkan apa saja kebaikan yang Anda punya hari ini. Misalnya:
1. Alhamdulillah, pagi ini aku masih bisa membuka mata. Di luar sana, pada detik ini, entah berapa ribu orang menutup mata untuk selamanya.
2. Aku masih bisa bernapas.
3. Aku masih bisa bicara.
4. Aku masih bisa bergerak.
5. Badanku sehat walafiat.
6. Banyak hal yang menanti untuk kukerjakan hari ini. Itu berarti kesempatan beramal baik masih ada.
7. Aku masih punya tujuan hidup dan impian yang ingin digapai. Di luar sana, banyak orang kehilangan arah hingga tergoda melakukan hal-hal yang jauh dari nilai kebaikan.
8. Aku masih bisa tersenyum, tertawa, dan menangis bahagia.
9. Aku masih bisa berdoa.