Akhirnya setelah ratusan purnama menunggu, pucuk dicinta, ulampun tiba.
Aku dan Pak Richard piknik bersama siang itu. Kusebut piknik karena memikirkannya saja membuat hatiku riang gembira tak terhingga, sulit terucapkan dan menemukan kata – kata yang tepat menggambarkannya.
Bisa memiliki kesempatan untuk pergi berdua dengan pak Richard, rasanya seperti habis jadian pas lagi sayang-sayangnya.
Naksir cowok ganteng dengan kualitas super dan terbalas. Bahagia bukan kepalang sampai-sampai dengan congkaknya aku merasa jadi cewek paling menggemaskan di kantor.
Jika tidak, kenapa Si Doi memilihku? Masuk akal, bukan!
'Klotak ... klotak ... klotak.'
Pak Richard memasuki ruanganku membawa segambreng dokumen yang dimasukkan dalam bulatan warna hitam, mungkin gambar mesin, desain rumah atau lukisan mahal. Bisa juga berisikan kecoak atau anak tikus, siapa yang peduli. Asalkan dia tidak membawa bahan peledak berbahaya saja.
"Pak, saya bantu ?"
Kusodorkan kedua tangan agar mengurangi bawaan Pak Richard tapi dia menolak.
"Tolong bawakan kunci mobil putih ya. Please," ucapnya sambil tersenyum tipis.
Senyuman segaris namun membuat hati ini terasa di coret-coret serta berdampak luar biasa di ruangan kami.
Pak Richard memang jarang sekali tertawa yang memperlihatkan gigi-giginya, biasanya hanya sekedarnya. Itu juga sudah membuat kaun Hawa merasakan kehangatan yang luar biasa dahsyat.
"Heh, Intan. Jagain jodohku ya, jangan lama-lama perginya. Kalau ada debu yang menempel tolong di hempaskan," pekik Nina dengan wajah memuja.
Mbak Mawar tertawa melihat gerak- gerik kami berdua, "tunggu ya kalian kalau pak Reymon kembali bekerja, kelar hidup lo."
Aku berlalu meninggalkan mereka sambil melambaikan tangan, juga menjulurkan lidah mengolok. Bagaimanapun saat ini keberuntungan sedang berpihak kepadaku dengan memudahkan langkah bersama Pak Richard.
Kusambar peralatan kerjaku kemudian setengah berlari, menghampiri Pak Richard. Jangan sampai dia menungguku kemudian berubah pikiran.
Sesampainya di parkiran, seperti dugaanku semula Pak Richard sudah menunggu di dekat mobil sambil mengapit dokumen-dokumen tadi dan sebelah tangan yang lain memainkan ponsel.
Dia sangat keren meskipun senyumnya sangat mahal. Buru- buru aku membuka pintu depan bagian kanan untuknya, namun ternyata dia menunjuk pintu bagian tengah.
'Klek'
'Bruk ....'
Diletakkan setengah dilempar semua bawaan itu di tempat duduk bagian tengah, aku jadi bingung, apakah aku harus duduk di kursi bagian belakang jika begini.
Ingin bertanya namun rasanya sangat canggung. Terbayang nanti jika harus mengobrol pasti akan berteriak- teriak di jalan jika jarak kami sejauh itu, atau mungkin kami akan bicara dari hati ke hati melalui telepati.
Sayangnya lagi-lagi itu hanya khayalan bodohku saja.
"Duduk di depan ya, samping saya," ujar Pak Richard begitu membuat hatiku syahdu.
Seketika jantungku berdetak tak karuan, nggak salah nih aku duduk di samping orang ganteng.
Mimpi apa aku semalam sampai nasibku sebaik ini. Tentu saja aku langsung tersipu malu sekaligus grogi tak karuan duduk di sebelah Pak Richard.
Apalagi melihat dari jauh samar-samar tatto Naga itu begitu mengganggu. Terlihat garang ingin menerjang menancapkan taring-taringnya tepat di hatiku.
Rasanya aku seperti gadis remaja agresif yang melirik-lirik kakak kelas setampan dia. Berharap agar dia membalas perasaanku dengan rasa yang sama.