Richard

yuyun septisita
Chapter #17

Armando dan Intan #20

Di tempat terpisah, Intan tengah mencoba menjalani sisa hidupnya.Berkumpul dan bergaul serta bersenang-senang sesekali dengan teman-teman sebaya untuk mengurangi rasa sakit di hatinya.

Setidaknya untuk beberapa waktu, Intan bisa sedikit berdamai dengan diri sendiri dan mengelak rasa rindunya kepada Richard, meskipun ketika malam tiba, gadis itu selalu berharap bisa melihat Richard meskipun hanya dalam mimpi.

"Richard, aku kangen." Intan mengakhiri doanya dengan mengatakan hal itu setiap saat.

Ada rasa nelangsa menelusup di hati setiap kali mengingat saat terakhir bersama Richard, ketika pria itu memintanya menjadi istri. Meskipun terkejut, namun Intan merasa untuk sesaat bagaikan terbang ke awang-awang.

Seperti apapun dia mencoba, bukan perkara mudah melupakan begitu saja perasaanya terhadap Richard.

***

Intan sudah berada di kota Bandung selama beberapa hari untuk mengikuti suatu pelatihan bersama beberapa rekan kerja lainnya. Mereka yang terdiri dari empat orang wanita dan dua orang pria tentu saja tidak ingin melewatkan waktu senggang untuk sekedar berdiam diri.

Apalagi mereka menginap di salah satu vila yang indah dengan suguhan pemandangan yang asri khas kota Bandung. Gadis-gadis itu bahkan tak ingin melewatkan moment mengambil gambar untuk koleksi di feed media sosial dengan berbagai macam gaya.   

"Hei, Tan. Yuk foto bareng sini, say rich ...." Jantung Intan berdegub lebih kencang mendengar inisial itu disebut. Wajah Richard yang selalu hangat dengan senyum manis seketika terbayang di pelupuk mata.

Membuat rasa rindu menyergap serentak tanpa ampun.

"Say cheese," selanya dengan dua sudut bibir terangkat melengkung ke atas.

Intan berkumpul dengan teman-temannya untuk menikmati sisa waktu di kota Bandung. Susah payah dia berusaha bersikap biasa saja, membaur bagai wanita bahagia pada umumnya meskipun suasana hati masih diselimuti mendung kesedihan.

Di saat yang bersamaan, Armando juga tengah berada di tempat yang sama guna memeriksa beberapa hal atas perintah Pak Reymon. Pria yang nampak begitu sangar itu kebetulan melihat ke arah Intan dan teman-temannya.

"Kampungan," desahnya dari kejauhan sambil mendengkus kasar.

Kebetulan vila yang ditempati oleh Intan serta rombongan adalah salah satu usaha milik keluarga Pak Reymon tetapi dikelola oleh pihak ketiga dan jika suasana hatinya sedang baik, diawasi oleh Armando. Namun jika tidak, maka Nyonya Reymon yang lebih sering mengurusnya.

 Lokasinya sangat strategis, asri dan selalu full hampir sepanjang tahun. Hari itu sesuai jadwal, Armando sedang memeriksa laporan keuangan persemester dan membereskan beberapa urusan lain terkait perijinan.

Laki-laki itu dengan kasar membuka lembar perlembar kertas-kertas di tangannya, sambil sesekali melihat ke arah para tamu. Sejak pagi hari, Armando sudah berada di ruang direktur yang memiliki kaca besar menjorok ke taman di belakang vila. Dari sana, dia bisa memantau hampir seluruh kegiatan out-door para tamu serta karyawan sepanjang waktu.

Taman bermain, kolam renang, perkebunan teh dan arena outbound terlihat begitu indah dari posisi Armando berada.

Beberapa muda-mudi terlihat bermesraan di sudut-sudut tempat sambil saling melempar senyum satu sama lain, sedangkan anak-anak kecil nampak bermain perosotan, ayunan serta permainan lainnya. Semua nampak bahagia dan puas dengan segala fasilitas di vila itu.

 Beberapa kolam renang dengan berbagai kedalaman juga terlihat dipadati oleh pengunjung.

Armando menyapu pandangan ke seluruh sudut tempat yang bisa dilihat olehnya, menilik satu-satu pengunjung sambil menebak sekiranya apa yang sedang mereka pikir dan rasakan tentang tempat itu. Mencari tahu tingkat kepuasan pengunjung atas fasilitas serta layanan dari cara mereka berkomunikasi.

Sorot mata tajam dari balik kaca ruang kerjanya itu akhirnya fokus pada sosok gadis asing yang sedang tertawa riang bersama teman-temannya. Gadis yang meskipun tidak terlalu cantik, namun memiliki wajah yang begitu lembut serta senyum menawan. Begitu berbeda dengan wanita-wanita modern yang pernah dia kenal sebelumnya.

 Intan memang terlihat paling mencolok di antara teman-temannya karena memiliki paras manis dan juga periang. Beberapa pelayan pria memang mencoba menggodanya namun Intan bukan wanita yang mudah ditaklukkan atau senang melayani basa-basi.

Lagi pula di mata Armando, Intan adalah wanita muda yang membuat nalurinya sebagai laki-laki tertantang untuk mengenal sekaligus mencicipi jika diberi kesempatan.

"Kau lihat gadis itu, Mina?" Armando menunjuk pada Intan, membuat Mina mengangguk tanpa suara.

"Katakan padanya aku menawarkan untuk makan malam hari ini," sambung Armando sambil menuliskan nomer ponselnya pada selembar tisu untuk diberikan pada Intan.

Mina, sekertaris Armando langsung bergegas turun ke lantai bawah tanpa banyak bertanya meskipun dia ragu-ragu melakukannya. Langkahnya begitu berat karena Mina sudah tahu tabiat Armando yang suka bersenang-senang dalam cinta satu malam dengan gadis-gadis lugu untuk kemudian ditinggalkan begitu saja.

Armando selalu berfikir, semua wanita pasti mau dan ingin melewatkan panasnya cinta di atas ranjang bersama dirinya. Menghabiskan waktu sepanjang malam untuk memenuhi hasrat terlarang, kemudian menukar dengan sejumlah uang dengan senyum kepuasan keesokan paginya.

Meskipun ragu-ragu, Mina tak punya pilihan lain dan langsung menghampiri Intan sambil mengulas senyum untuk memberikan pesan dari Armando.

Lihat selengkapnya