RIFAYYA

Humairoh
Chapter #2

Kejanggalan

Sudah berapa kali aku menyeka keringatku, tapi rasa capekku belum kunjung hilang. Hari ini aku kebagian piket kelas. Ica tadi menawarkan diri untuk membantu, tapi tidak lama, karena jemputannya sudah datang dan dia disuruh pulang karena urusan penting, katanya urusan keluarga. Tinggal aku dan teman piketku, Dara dan Ghani. Sebenarnya kami ber-empat dengan Rin, namun Rin tidak sekolah hari ini karena sakit.

"Duluan ya Alana."

Dara berpamitan, aku menjawabnya dengan senyuman. Ghani sudah pergi duluan, tanpa berpamitan. Setelah merasa tidak ada yang tertinggal, aku bergegas pulang.

Baru saja tiga langkah aku berjalan. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara di sampingku.

"Baru pulang?"

Si Bucin sang pengganggu, melihat baju yang dia pakai, baju berwarna oranye selaras dengan bola yang dia peluk dengan tangan kanannya, aku baru tahu dia anak basket. Permainan bola satu-satunya yang sering membuatku iri dengan Bang Kiki. Entah sudah berapa kali Ayah yang berusaha mengajariku, tapi aku tidak bisa-bisa main basketnya. Akhirnya aku menyerah sendiri, cuman jadi penonton sambil disuguhi pisang goreng dan sirup jeruk, ditemani Bunda dan Dek Iyan. Kalau dipikir-pikir jadi penonton lebih enak, menonton dan menyoraki apalagi ada Bunda yang selalu menyiapkan cemilan.

"Kamu tidak lupa kan dengan status kita?"

Status? Hah, sepertinya aku sedang merasakan 'penyesalan cuman ada di akhir'.

"Tidak."

Aku melanjutkan langkahku yang sempat terhenti tapi lagi-lagi jalanku di blokir Si Bucin. Aku melangkah ke kanan Si Bucin melangkah ke kiri, Aku kembali melangkah ke kiri Si bucin kembali melangkah ke kanan, begitu seterusnya hingga aku angkat tangan, menyerah.

Si Bucin menatapku dengan senyum kemenangan-nya.

"Bagaimana dengan kencan pertama kita? Ah, lebih tepatnya kapan kamu punya waktu luang Alana?"

"Minggu."

"Minggu? Cuman hari minggu?"

Aku melipat tangan di hadapan Si Bucin. Memang cuman hari Minggu aku punya waktu luang. Itu-pun kalau Ayah tidak punya acara rutin bulanan-nya. Hari minggu juga sudah menjadi kesepakatan aku, Ica, dan Si kembar untuk melakukan aksi kami.

Si Bucin menatapku lama, dan akhirnya mengeluarkan suara.

Lihat selengkapnya