Firisha selesai berdandan, termasuk menyisir rambut dan memakai parfum minimarket yang menurutnya paling wangi. Dengan baju biru bergarisnya menunggu Rion di warung makan rica dekat kampus. Mereka sudah berjanji akan makan bersama.
16.02 WIB
Sepeda motor CB200 masuk ke tempat parkir. Firisha tidak menoleh dan terus menyeruput es teh, pikirannya masih melamun membayangkan malam itu. Malam yang mengubah status jomblonya. Firisha tak memperhatikan Rion yang kini sudah duduk di sampingnya, mengamati dengan bertopang dagu. Gadis itu sedang mendesah memikirkan kemungkinan terburuk. Apa yang akan terjadi padanya selanjutnya?
"Sudah menunggu lama?" tanya Rion mengagetkannya.
Firisha tersedak air es dan menoleh dengan sigap, melihat orang di sebelahnya. Rion? "Eh, nggak kok... baru sampai."
Rion memperhatikan es teh jumbo Firisha yang tinggal separuh gelas. "Haus banget ya?" tanyanya lagi.
"Ah, hehe..." Haduh, harus jawab apa coba? Ya ampun cowok ini... kapan dia datang sih?
"Aku pesankan makan ya?" Rion menawarkan jasa.
Firisha mengangguk, dan pria itu berdiri menuju tempat ibu bertubuh bugar yang berjualan. Tak lama kemudian dia kembali dengan membawa dua porsi nasi rica super pedas dalam piring berwarna putih. Dalam waktu limabelas menit saja makanan dan minuman itu sudah habis, berpindah tempat ke lambung. Firisha mencuri pandang ke Rion, dia masih enggan untuk percaya bahwa yang di hadapannya adalah pacarnya. Tatapan mereka beradu karena Rion balas memandangnya heran.
Wah, pacar pertamaku surga visual. Batin Firisha.
Sorenya mereka bersepeda motor menyusuri Jalan Slamet Riyadi. Mungkin ini senja dan Solo yang akan selalu dirindukan.
"Rion...." kata Firisha takut-takut.
"Iya. Ada apa Fir?"
Aroma laki-laki itu harum, Firisha salah tingkah sendiri di balik punggung Rion, "kenapa kamu nembak aku?" tanya Firisha.
Rion terdiam sejenak dan sekilas menatap Firisha melalui spion. Kemudian Rion menghentikan motornya di salah satu kedai es krim, masih belum menjawab. Pria berambut French Crop itu memintanya duduk di salah satu sudut kedai.
*****
Rion tak berhenti memandangi Firisha sambil memainkan es krimnya yang mulai meleleh. Ia tahu kalau gadis itu menunggu jawabannya.
"Aku nembak kamu karena aku suka sama kamu...." kata Rion ringkas.
"Bagaimana bisa? Kita bahkan nggak pernah mengobrol." Firisha mencoba protes.
"Aku nggak bisa jelasin alasan lain." Rion menunjukkan sedikit senyumnya.
"Hmmh... Maaf aku cuma penasaran." Firisha menyendok es krimnya dan memasukkannya ke mulut dengan tergesa, membuatnya belepotan.
Rion tertawa kecil, pria berkulit langsat itu menghapuskan es krim dari ujung bibir Firisha dengan ibu jarinya.
"Eh?" dan tiba-tiba jantung di dada Firisha berdetak lebih cepat.
"Makannya pelan-pelan. Belepotan tuh...."
"Iya."
"Kamu sendiri... kenapa bisa langsung menerima aku?" Rion balik bertanya.
"Hmmh... anu...." Firisha tambah salah tingkah.
"Tuh kan nggak bisa jawab. Jawabannya ada di dalam hati dan nggak bisa diungkapkan."