Benar saja, sesuai waktu yang dijanjikan Rion sudah memarkirkan motornya di depan kontrakan Firisha. Gadis itu senyum-senyum sendiri melihat kehadiran Rion dengan kaos putih polosnya.
"Sudah siap?" tanya Rion pada Firisha yang tengah duduk di kursi.
"Siap!" sahut Firisha sambil hormat ala tentara.
Mereka berdua pun meluncur ke lokasi, Firisha berpegangan pada pinggang Rion. Ingin sekali ia membuka percakapan, tapi malu, sementara Rion juga hanya diam. Saat Rion dan Firisha sampai di taman belakang gedung, sudah ada beberapa orang di sana, salah satu yang diketahui Firisha adalah Yuna. Lainnya Firisha belum kenal, meski beberapa kali sempat berpapasan.
"Fir... kamu nanti duduk saja di karpet itu ya?" pinta Rion.
"Okay."
Firisha mengamati Rion yang kesana kemari mempersiapkan panggung kecil dan stan pernak-pernik yang hasil penjualannya akan disumbangkan. Selain itu, sesekali matanya juga memperhatikan Yuna yang mengenakan dress putih bertema floral. Rambut gadis itu berombak dengan kulit kecoklatan terbakar matahari, memang benar bahwa Yuna sangat menyukai pantai dan selancar. Pasti dia baru saja keluar kota lagi, menikmati indahnya pantai, hangatnya air laut, dan sunset.
Yuna gadis manis dan berjiwa sosial tinggi, sangat berbeda dengan Elva yang manja. Kalau disuruh memilih, pasti Firisha akan lebih memilih Yuna, meskipun secara paras, Elva lah pemenangnya.
Orang-orang mulai berdatangan, Rion dan teman-temannya juga menjual tiket untuk acara penggalangan dana. Acaranya berupa pertunjukkan musik dan penjualan pernak-pernik hasil tangan mereka sendiri. Tiket yang dijual itu seharga duapuluh ribu rupiah, angka yang lumayan kecil. Dari situ pengunjung sudah mendapatkan sebotol air mineral, sedangkan sisa uang tiket akan masuk kotak penggalangan dana.
Cukup banyak pengunjung yang hadir, mereka berkumpul dan duduk-duduk di karpet yang disediakan. Beberapa memilih berdiri di samping pohon beringin. Acara dimulai, pembawa acaranya seorang pria bertubuh tambun dengan kemeja putih. Pengunjungpun bertepuk tangan memberi dukungan dan apresiasi.
Penampilan pertama dibawakan oleh Yuna yang maju dengan gitar akustik. Dia duduk di kursi kayu tinggi yang sudah disiapkan pembawa acara tadi, lalu mulai menyanyikan lagu dari salah satu penyanyi internasional, Adelle. Suaranya mendayu-dayu merdu, beberapa pengunjung bahkan ikut bernyanyi bersama. Tanpa sadar Firisha ikut terpesona oleh suara Yuna dan berpikir bahwa dia gadis yang menakjubkan.
Yuna menyanyikan dua lagu, lalu digantikan oleh gadis yang lebih kecil darinya, dan seorang pria yang menyanyikan lagu lawas tahun 90-an.
*****
Jeda sejenak.
Dalam waktu lima menit, acara diisi oleh celotehan si pria tambun yang nada bicaranya seperti penyiar radio. Orang lain di belakang panggung membawakan sebuah kursi lagi, kali ini akan ada duet. Firisha jadi lebih bersemangat, ia memposting foto acara dan menandai ke semua teman yang dikenalnya. Ia juga ingin berpartisipasi, meski sedikit pasti akan berarti.
Menjelang siang yang cukup teduh, lebih banyak lagi yang datang. Firisha senang karena sepertinya acara berjalan lancar. Duet berikutnya datang dari Yuna dan Rion, semua bertepuk tangan lebih riuh dari yang sebelumnya.
Firisha langsung memandang ke arah panggung. Iya benar... itu adalah pacarnya dan Yuna. Tiba-tiba dadanya terasa sesak, melihat mereka bersama Firisha tidak tenang. Tapi mereka sedang dalam kegiatan sosial, dan Yuna adalah teman Rion, jauh sebelum Firisha bersamanya... Jadi apa haknya tiba-tiba melarang atau cemburu?
Sepanjang duet, Firisha hanya menunduk memainkan hp. Ia tak ingin melihat keintiman dan chemistry Yuna dan Rion yang terbangun sempurna. Dia memang tak bisa bernyanyi. Suaranya yang sumbang mungkin akan membuat siapapun menutup telinga setiap dia mulai menyanyi. Firisha menggingit bibir lalu beranjak pergi. Ia membeli minuman dingin di kantin dekat tempat penggalangan dana.
Firisha menenggak minuman dengan cepat seperti orang yang sangat kehausan dan sudah seharian tidak diberi minum. Dia masih mendengar suara merdu Yuna dan Rion, tapi di sini lebih baik, karena tak perlu melihat mereka. Firisha merasa aneh dengan kecemburuannya sendiri. Apakah dia harus mengatakannya pada Rion? Bahwa dirinya cemburu? Dengan tergesa ia menghabiskan sisa minumannya dan melamun bersandar dinding.
*****
"Fir... kok di sini?" suara pelan Rion mengejutkannya.
"Eh? Sorry, tadi tiba-tiba ingin minuman dingin." Firisha bebohong.
Rion menyipitkan matanya, "Ayo ikut. Aku kenalin sama anak-anak." Rion menarik tangan Firisha dengan lembut, membuatnya tak bisa menolak.
Firisha mengekor di belakang Rion, pergelangan tangan kirinya masih dalam genggaman tangan pacarnya itu. Mereka pergi ke belakang panggung kecil, di sana ada beberapa orang yang beres-beres kursi dan kabel.