RIGEL

yumna ayu
Chapter #3

Kebetulan atau Takdir

Matahari baru saja menampakkan dirinya, menandakan segala aktivitas akan dimulai atau bahkan mungkin ada yang sudah memulainya, seperti Ares yang dari tadi sibuk dengan aktivitasnya di dapur. Bagi Ares dapur bukanlah tempat yang asing. Semenjak ayahnya pergi meninggalkan Ares dan ibunya, ia tak pernah membiarkan ibunya kelelahan karena harus mengurus segala urusan rumah tangga. Apapun akan Ares lakukan bila itu bisa meringankan beban ibunya meskipun mungkin hanya sedikit, seperti memasak misalnya.

“Wah, kok baunya enak, ya?” tanya ibunya yang kini sudah berada di meja makan, suara berisik dari dapur membuat Ana terbangun dari tidurnya dan bergegas menuju sumber suara. Benar saja, ternyata sudah ada Ares yang sibuk dengan masakannya di dapur.

Merasa dipuji, Ares masih terus melanjutkan memasak layaknya chef profesional tanpa menggubris pertanyaan ibunya. Keberadaan ibunya tidak mengurangi sedikit pun konsentrasinya memasak. Tak mau mengganggu, Ana hanya diam mengamati Ares yang sudah mulai cekatan dalam kegiatan memasak. Dalam hati seorang ibu, ia merasa bersyukur anak laki-lakinya kini sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah pandai memasak.

“Baiklah, tanpa menunggu lama lagi. Saya telah menyelesaikan masakan saya, Chef,” ucap Ares pada ibunya dengan menirukan gaya acara kontes memasak di televisi.

Begitupun Ana yang mengindahkan permainan peran yang dibuat Ares, ia berlagak layaknya chef profesional yang akan menilai masakan kontestan, “Hmmmm, taruh di meja depan saya!”

“Baik, Chef!” Ares menjawab dengan tegas dan segera meletakkan semangkuk sup jagung panas di hadapan ibunya.

Dengan raut wajah serius, Ana mengamati masakan Ares, “Masak apa kamu?” 

“Sup jagung with love,” jawab Ares dengan membentuk jarinya seperti bentuk hati.

Dicicipinya sup jagung oleh ibunya, dirasakannya perlahan-lahan persis seperti chef kontes memasak di televisi, “Enak, bumbunya pas. Irisan jagungnya juga rapi, tidak terlalu besar atau kecil, tapi seperti ada yang kurang,” tatapan Ana berubah menjadi lebih serius.

“Apa itu, Chef?”

“Kurang enak aja gitu kalau makannya nggak bareng Ares.”

“Hahahahaha,” mereka tertawa bersama. 

Bagi Ares dan ibunya, kebahagiaan sederhana seperti inilah yang dapat menguatkan mereka dari luka lama karena kehilangan kepala keluaga yang begitu mereka cintai. Permainan peran mereka berakhir pada sarapan bersama. Seperti biasa, mereka menyantap makanan sederhana dan sesekali diselingi obrolan dan canda tawa.

“Res, kamu libur berapa hari?”

Yang ditanya hanya mengacungkan dua jarinya.

“Oh, terus hari ini mau ngapain?”

“Nggak tahu, Ibu mau jalan-jalan sama Ares?” tanya Ares yang kemudian memasukkan sesendok sup jagung terakhirnya.

“Ibu harus nerusin jahitan, nanti mau diambil sama pelanggan. Sana main aja sama pacar kamu!”

“Idih, Ares nggak punya pacar.”

“Ganteng gini nggak punya pacar? Ih, pasti kamu di sekolah buat onar terus.”

“Bu, coba amati baik-baik muka ganteng Ares, apakah wajah rupawan macam Ares ini wajah-wajah pelaku kriminal?” ujar Ares seraya memasang raut wajah tampan yang dibuat-buat.

“Teruslah bermimpi anakku,” balas Ana dengan menepuk-nepuk puncak kepala Ares dan segera pergi meninggalkan meja makan untuk melanjutkan aktivitasnya.

***

Waktu terus berputar dan Ares sudah kehabisan akal untuk mengisi liburnya hari ini. Semua stok film yang ia punya sudah dihabiskannya semalam. Buku-buku bacaannya pun sudah lama habis terbaca. Belajar? Ah, Ares bukan tipe siswa yang belajar pada saat libur sekolah. Bermain game online juga bukan solusi yang tepat karena Ares bukan laki-laki yang gemar bermain game online. Bermain bersama teman? Sayangnya Ares bukan tipe orang yang suka bergaul dengan banyak orang, ia hanya nyaman bermain dengan teman dekatnya saja, kebetulan teman dekat Ares harus menjadi panitia olimpiade di sekolahnya. 

“Bu, mau dibantu nggak? Ares nggak ada kerjaan, nih.”

“Nggak usah, Ibu bisa sendiri. Ares main aja sana, daripada di rumah terus, gerah Ibu,” canda ibunya sambil mengipas-ngipaskan tanganya berpura-pura kepanasan.

“Nih, ini yang Ibu nggak tahu. Orang ganteng itu bawaannya sejuk. Ibu, sih nggak tahu orang ganteng yang sesungguhnya kayak gimana,” bela Ares.

“Iya, percaya, deh. Kenapa Ares nggak baca buku aja? Biasanya suka tuh baca buku di mana-mana sampai lupa waktu.”

“Buku bacaan Ares habis.”

“Yaudah kenapa nggak ke Perpustakaan Daerah aja, itung-itung cari angin sekalian.”

“Oh, iya juga, ya, Bu. Yaudah Ares siap-siap dulu.”

“Eh, tunggu dulu!”

“Kenapa?”

“Boleh pergi asal martabak, hehe.”

Lihat selengkapnya