Rindu Diantara Dua Zaman

Adi Muhammad Raharja
Chapter #1

Surat Usang

Riana menatap layar komputer di depannya dengan mata lelah. Tumpukan data barang antik museum ini tak ada habisnya. Satu per satu harus ia teliti, lalu dicatat dan diarsipkan ulang dalam sistem. Hari pekerjaan yang terasa lebih berat daripada biasanya, mungkin karena perutnya belum terisi sejak pagi.

Tiba-tiba, suara langkah berat terdengar mendekat, dan sebelum Riana sempat menoleh, sebuah kardus besar diletakkan di atas meja kerjanya. Riana mengangkat wajah dan mendapati Andin, teman kerjanya,yang berdiri sambil memijat bahunya.

“Hah, akhirnya sampai juga. Berat sekali,kamu tahu?” keluh Andin sambil menarik napas panjang.

“Apa ini?” tanya Riana heran, menatap kardus yang diikat dengan lakban coklat tebal, penuh debu dan sedikit sobek diujungnya.

“Barang baru dari gudang lama arsip,” jawab Andin, sambil melambaikan tangan ke arah pintu keluar, tanda dia sudah tidak mau repot lagi.

Riana mengerutkan dahi. “Baru? Tapi kelihatannya ini barang lama, bukan?”

“Ya, barang lama, baru diangkat lagi, maksudku.” Andin tersenyum singkat, lalu menepuk bahu Riana. “Tolong kamu yang urus ya. Aku sudah cukup capek membawa ini ke sini.”

Tanpa menunggu jawaban Riana, Andin sudah melangkah pergi dengan santai, meninggalkan Riana dengan kardus besar itu. Riana menghela napas panjang. Begitulah Andin keponakan atasan selalu datang, mengabari perintah dari atasannya, dan pergi begitu saja.

Riana meraih cutter dari laci mejanya. Dengan hati-hati, ia mengiris lakban coklat yang menempel erat di seluruh bagian kardus. Suara lakban yang terkoyak memenuhi ruangan kecil itu, lalu perlahan-lahan, ia membuka tutup kardus tersebut.

Di dalamnya, terlihat tumpukan buku-bukutua. Kulit luarnya yang lusuh dengan beberapa bercak cokelat menunjukkan usia yang tak muda lagi. Riana mengangkat salah satu buku itu, dan perlahan-lahan membersihkan debu di permukaannya dengan telapak tangannya. Buku itu tidak ada judulnya, hanya sedikit tercetak nama di pojok bawah: Keboen Teh Carmilla 1895

Riana membuka halaman pertama. Tulisannya tersusun rapi, meski sebagian sudah pudar.

“Catatan keuangan?” gumamnya, membolak-balik halaman demi halaman yang berisi angka-angka, harga komoditas, dan nama-nama pemasok. Buku ini tampak seperti catatan inventaris kebun teh, tertanggal dari masa kolonial.

Riana mengangkat satu buku lagi danmengamati isinya. Buku bersampul coklat yang pudar yang cukup tebal. Tidak terdapat tulisan apa-apa di sampulnya.

Ia menghela napas kecil, sedikit kecewa. Ia sempat berharap menemukan sesuatu yang lebih menarik catatan seperti buku karya jaman dulu yang fenomenal atau apa. Namun, yang dipegang setelahnya sepertinya hanya sebuah buku diari yang sudah tua.

Tiba-tiba, sebuah amplop kecil yang terlihat terawat warnanya krem dengan tepian yang sedikit kekuningan karena usia. Dia tiba-tiba meloncat dari buku diari itu, karena bukunya merenggang. Riana membuka amplop itu dan menatapnya dengan penasaran.

“Hmm... apa ini?” bisiknya pelan.

Di pojok kiri amplop, tertulis sebuah namadengan tinta yang mulai memudar: "Dari A. Mardani. "OentoekCinta-ko" Riana merasa ajaib, tiba-tiba menelan ludah dan merasakan getaran aneh di tangannya. Nama itu seperti membawa kenangan masa lalu yang tidak ia kenali, namun entah kenapa nama itu terasa akrab.

Rasa itu membuatnya penasaran, perlahan, ia membuka amplop tersebut dan mengeluarkan secarik kertas tipis yang hampir lapuk. Tulisan tangan terlihat rapi dan indah, meski sebagian tintanya mulai kabur.

Sebuah untaian kata dalam bahasa Melayu, yang tentu dimengerti oleh Riana.

"Emilia, kasih hati-ko

Lihat selengkapnya