Rindu, Selau Kejadian Lama

Muhammad Alfi Rahman
Chapter #2

Zaini

Hari berganti, tak begitu cepat tak juga begitu lambat. Semua terasa setara dan biasa-biasa saja. Semilir angin menerbangkan lamunan dengan daun-daun yang bertebaran. Rambutnya berkibas-kibas tertiup angin seperti menyapa dan mengajakku masuk dalam rengkuhannya. Senyum diwajahnya terlihat cerah, cerah sekali seperti bunga yang bermekaran. Angin sepertinya terlalu keras menerpa, jadi senyumannya menghilang bersama dengan bayangannya.

Aku terbangun, kupikir aku mimpi buruk lagi malam ini. Aku berdiri dari kasurku dan melihati sekitarku masih remang-remang. Lampu kamar kunyalakan dan aku coba duduk santai dipojokan kamar. Aku perlu memikirkan lagi sebenarnya apa yang terjadi padaku saat ini. Mengapa wajah Zahra menghiasi mimpiku yang seharusnya aku tidak perlu memerhatikannya lagi.

Iya, Zahra adalah pacar Zaini. Zaini adalah kawan karibku di SMP, aku memang kenal dengan Zahra juga karena Zaini. Aku sendiri bukan orang yang mudah bergaul dengan orang baru, aku dikenalkan dengan Zahra ketika kita sama-sama masuk SMA dulu. Entah kenapa dia tak ingin satu SMA dengan Zahra, padahal mereka berdua sudah berpacaran sejak SMP. Sepertinya, mereka memang punya alasan sendiri untuk itu.

Kulihat jam di jendela, sepertinya aku hanya tidur setengah jam. Aku mulai tidur jam 10, sedang sekarang jam setengah 11. Aku memang tidur setengah jam akhir-akhir ini, aku sering tidur cepat. Sampai pagi biasanya aku tak tidur dan aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Jika aku sedang semangat, mungkin aku belajar atau baca-baca buku sekedarnya. JIka sedang malas, kebanyakan aku hanya memanjat genteng dan tiduran diatasnya.

Tiduran di genteng memang menjadi hobiku sejak dulu, sejak kecil. Iya, aku selalu bisa merasakan hempasan angin yang tenang diatas sana. Kadang tiduran, kadang juga main handphone, kadang melamun. Entah kenapa aku sering melamun akhir-akhir ini. Lamunanku berujung pada tema yang sama. Tema tentang cinta yang seharusnya tak perlu kupikirkan dalam-dalam. Seharusnya aku perlu belajar untuk UMPTN daripada memikirkan cinta seperti ini. Aku coba belajar lagi kali ini.

Tapi kenyataannya, aku benar-benar tidak bisa fokus saat belajar. Setiap huruf yang ada di buku dan penjelasannya, setiap itu juga pikiranku sudah terbang kemana-mana. Pikiranku pergi, jiwaku sepertinya tak ada disini. Aku tahu, didalam jiwaku aku mencintai Zahra. Perempuan baik itu selalu memikat hatiku setiap kali aku bertemu dengannya. Tapi disisi lain, aku benar-benar menolaknya. Itu seperti panggilan sosial karena Zahra sudah milik temanku saat ini.

Semakin malam, semakin malas dan kupikir-pikir tidak ada satu materipun yang masuk diotakku selama aku duduk dan membaca buku ini. Sama sekali dan kupikir ini karena desakan jiwaku yang meronta-ronta didalamnya. Seharusnya aku bisa mengatasi ini dengan berpikir kalau dia tidak pantas untukku, atau setidaknya dia punya kawanmu. Tapi ternyata aku tak bisa mengatasinya, desakan ini benar-benar kuat, sekuat baja. Semoga saja aku bisa mengatasi diriku saat bertemu dengan Zahra nanti.

Kututup bukuku dan kubiarkan diriku merebah di atas kursi. Aku lelah dan UMPTN tinggal beberapa hari lagi. Aku tak bisa meresapi apa-apa yang ada di buku dan semuanya terasa hambar sekarang. Itu seperti kau melihat berita tapi kau lupa saat itu juga apa yang dibicarakan pembawa acara tadi. Kupikir memang aku orang yang tolol pada awalnya. Tapi saat kutanya pada kawanku, rata-rata mereka juga begitu. Jadi, aku ternyata bukan orang yang terlalu tolol.

Aku berusaha bilang pada diriku sendiri kalau sebenarnya aku tak perlu begini lagi. Seperti itu setiap hari tapi sepertinya jiwaku punya ambisi yang tinggi. Ia tetap saja memikirkan Zahra, perempuan yang mencuri hatiku, bahkan sampai aku sendiri tak menyadarinya. Baiklah, kupikir aku memang mencintai Zahra, tapi semoga saja, aku tak gegabah dan bertindak yang tidak-tidak padanya.

Kupikir, mencintainya adalah hal yang bagus. Itu seperti kita mencintai semua orang yang ada di dunia ini. Atau mungkin, kita mencintai hewan-hewan dan keindahan alam. Kuanggap cintaku pada Zahra adalah cintaku pada semua orang. Meski hati masih tidak terima, tapi aku harus putuskan kalau aku tidak mungkin berpacaran dengan Zahra.

Aku ingat, Zaini pernah membicarakan Zahra denganku. Ia bilang padaku kalau dia tidak akan melepaskan Zahra sampai kapanpun. Bahkan kalau ada orang yang mengganggunya, ia mengancam akan membunuh orang itu. Sebenarnya, aku berpikir itu hanya gertakan saja. Zaini memang suka menggertak, tapi saat ekseskusi, dia diam saja dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kupikir-pikir lagi, Zahra memang mencuri hatiku dan menguasai hati Zaini.

Aku tidak menganggap diriku korban atau aku menganggap Zahra pelakunya. Tapi aku menganggap hal ini tidak perlu diperpanjang lagi. Bukankah terlalu naif jika mencintai seseorang hanya karena hati. Iya, aku percaya tidak ada cinta apa adanya. Mungkin diawal-awal begitu, tapi lama-lama semua akan berbalik arahnya. Tidak ada lagi cinta apa adanya, semua orang juga tahu itu kupikir.

Handphone-ku berdering dan Zaini memanggilku.

"Ada apa?," tanyaku.

"Kau menganggur saat ini?," tanyanya.

"Iya."

"Ada yang ingin kubicarakan saat ini. Ayo kita ngopi," katanya.

Lihat selengkapnya