Kuliah, itu membuatku malas setiap kali duduk di bangkunya. Rasanya, bokongku seperti terpanggang saat aku duduk dikursi bersama ratusan orang. Kali ini, aku datang cukup akhir. Saat kubuka pintu kelas, dosen sudah berada di dalam kelas. Aku memang terlambat hari ini. Tapi aku tak menganggapnya itu masalah serius. Bahwasanya, aku memang malas kuliah.
Aku selalu duduk dibelakang, barisan paling belakang kalau bisa dipojok. Jika aku tidak kuat mendengarkan ceramah dosen, aku tinggal menyandarkan kepalaku dan biasanya akan hanyut tertidur. Tidak perlu menyandarkan kepalaku, kadang aku sudah hanyut sendiri saat aku sedang duduk dan memerhatikan dosenku. Kupikir, saat masuk kelas ada angin yang membawa penyakit. Penyakit itu bernama tidur. Penyakit itu cukup serius dan menular.
Jika temanku sudah menguap saat dosen berceramah, pasti orang yang ada disampingnya juga ikut menguap juga. Itu berderet-deret dan akhirnya sampai suatu saat dimana teman disamping bangkuku mulai menunjukkan gejalanya. Dia menguap dan menutupi mulutnya dengan tangannya. Meregangkan sebentar tubuhnya, menggeleng-gelengkan kepalanya dan akhirnya ia tertidur sambil menaruh kepalanya diatas meja.
Saat melihatnya begitu, kupikir ia memang benar-benar menikmati hidupnya. Ia seperti tanpa beban tertidur pulas saat dosen menjelaskan materi yang kupikir tidak terlalu penting sebenarnya. Aku masih berusaha menghargai dosenku, sekedar memerhatikan apa yang dikatakannya di depan sana. Tapi karena penyakit ini sudah menjangkitiku, aku tak berdaya lagi. Aku menguap pada awalnya, lalu tertidur tanpa kusadari.
Saat bangun, ternyata kuliah sudah selesai. Dosenku sudah tidak ada didepan sana dan kawan-kawan lain mulai bangun dari tidurnya.
"Hey bangunlah, kuliah sudah selesai," kataku pada kawanku.
Dia bergerak-gerak sedikit lalu mengangkat kepalanya. Setelah itu, ia memandangiku sebentar lalu mengusap-usap matanya. Laki-laki unik ini tiba-tiba tertidur lagi. Dia bernama Suta, manusia berambut keriting yang biasa kuajak pergi membolos ini memang cukup dekat denganku. Tidak dekat juga, tapi mungkin karena kita sefrekuensi. Nyatanya, kita biasa terjangkit penyakit yang sama saat kuliah seperti tadi.
Aku memang orang yang susah dekat dengan orang lain, tapi dengan orang ini, aku cukup cepat dengannya. Kupikir, karena hobi kita yang sama. Atau mungkin karena kita memang punya penyakit yang sama. Kita sama-sama mudah tertidur saat dikelas. Bukannya kita tak ingin menghargai dosen didepan, tapi nyatanya angin yang ada memang membuatku mengantuk.
"Ada kuliah siang nanti?," tanyaku padanya.
"Aku tidak tahu. Sepertinya tidak ada."
"Yasudahlah," kataku.
Jujur, aku cukup malas kuliah di siang hari. Kupikir, siang hari bukan waktu yang tepat untuk belajar. Tapi ketika aku membicarakan ini pada kawanku, sepertinya memang bukan masalah siang harinya. Bukan karena tidak ada waktu yang tepat untuk belajar. Tapi karena memang aku sendiri yang tidak tepat untuk belajar di kampus ini. Aku tertawa saja mengingat hal itu, kupikir memang dia benar.
Kau belajar diwaktu apapun, itu tidak ada waktu yang tepat. Jika ada hasil studi yang bilang kalau waktu terbaik belajar itu jam sekian, kupikir itu salah. Aku menyalahkan mereka karena memang aku sendiri juga tak tahu waktu terbaikku untuk belajar. Sepertinya, waktu terbaik untuk belajar adalah tidak ada waktu. Karena bagiku sendiri, tidak waktu yang terbaik untuk belajar.