Rindu, Selau Kejadian Lama

Muhammad Alfi Rahman
Chapter #11

Dinda

Perempuan kemarin itu namanya Dinda, aku baru tahu namanya setelah beberapa hari kita bertemu lagi. Dia kuliah jurusan psikologi. Jurusan yang unik, tapi juga aneh. Bukan aku yang bilang begitu, dia sendiri yang bilang. Psikologi adalah jurusan yang unik, namun aneh. Aku tak tahu apa maksudnya, sepertinya ia menirukan dosennya saat membicarakan itu. Psikologi adalah jurusan yang unik dan aneh.

Dia menyemangatiku dalam banyak hal. Aku disemangatinya tidak hanya masalah kuliah, masalah pikiran sedihku yang tak berujung, dan masalah Zahra. Iya, aku mengatakan padanya kalau aku punya hubungan rumit antara aku, Zahra, dan Zaini. Dia tak begitu menanggapiku serius, dia hanya bilang kalau aku perlu mengungkapkan perasaan itu. Baik sekarang atau nanti, menurutnya aku perlu untuk mengungkapkannya.

Beberapa hari setelahnya, aku coba masuk kuliah lagi. Sepertinya aku harus benar-benar kuliah agar tidak rugi. Setidaknya kedatanganku dari desa ke kota ini tidak sia-sia lagi. Tapi semua yang terjadi di kampus membuatku kecewa. Saat aku masuk kedalam kelas, penyakitku kambuh lagi. Aku tertidur dan semua yang dijelaskan dosenku menghilang begitu saja.

Kupikir aku benar-benar dalam masalah. Aku sadar, bukan kuliahku yang jadi masalah, tapi aku.

Aku meminta saran Dinda, dia mahasiswa psikologi, kupikir dia bisa memberiku saran. Apa yang harus kulakukan, agar aku bisa kembali hidup seperti dulu lagi. Saat kutanya begitu, jawabannya diluar dugaanku. Dia tidak menyarankanku apapun, dia hanya menyemangatiku.

"Jika kau ingin pergi sebentar dari perkuliahan ini, pergilah, tak mengapa. Aku mendukungmu," katanya saat terakhir kali aku bertemu dengannya dikampus beberapa hari lalu.

Sekarang, aku pergi. Mengikuti kata-katanya dan kupikir, aku perlu menenangkan diriku. Kusandarkan kepalaku ke tepi jendela, melihati pemandangan gunung-gunung yang cukup indah diluaran sana. Sekarang aku sedang naik bus di Jember, sebentar lagi masuk ke daerah Banyuwangi. Aku memilih pergi ke timur, karena kupikir itu lebih baik daripada pergi ke Barat. Satu hal yang ada dipikiranku sekarang, aku ingin pergi ke Bali.

Aku tidak punya banyak uang sebenarnya. Pergi ke Bali tentu membutuhkan banyak uang. Bagiku dan orang-orang desa lainnya, Bali adalah tempat mewah yang tidak semua orang bisa pergi kesana. Sekarang, aku hanya mengandalkan kiriman orang tuaku untuk mengadu hidup saat disana. Semoga saja aku bisa hidup dan aku bisa menenangkan diriku disana.

Lihat selengkapnya