Aiden adalah nama yang dikenal oleh semua orang di sekolah. Dia adalah sosok yang memiliki segalanya, kepintaran, kekayaan, dan popularitas. Sejak pagi buta, semua orang sudah membicarakannya. Wajah tampannya terpampang di berbagai majalah sekolah dan di layar ponsel para gadis yang tergila-gila padanya. Dengan tinggi badan yang ideal dan postur tubuh yang atletis, Aiden adalah magnet perhatian di mana pun ia berada.
Setiap pagi, saat memasuki gerbang sekolah, semua mata tertuju padanya. Para gadis saling berbisik, berharap mendapat perhatian darinya. "Aiden, kamu mau nggak berbagi nomor handphone denganku?" ucap salah satu gadis, dengan wajah penuh harap. Aiden hanya berjalan tanpa menghiraukannya, seolah pertanyaan itu hanya angin lalu.
Di sekolah, Aiden sangat disegani dan bahkan ditakuti. Tidak hanya karena kekayaannya, tetapi juga karena kemampuan bertarungnya. Dia adalah petarung ulung yang tidak pernah terkalahkan. Setiap kali ada masalah, Aiden selalu mampu menyelesaikannya dengan tangan besinya. Semua siswa, bahkan yang terkuat sekalipun, tunduk padanya. Tidak ada yang berani menentangnya.
Aiden dikenal bukan hanya karena ketampanan dan kekayaannya, tetapi juga karena keangkuhannya. Dia selalu merasa lebih baik daripada orang lain. Sifat sombongnya membuat banyak orang enggan mendekatinya, kecuali mereka yang ingin mendapatkan keuntungan dari hubungannya. Dua orang yang selalu berada di sisinya adalah Arkan dan Victor. Mereka berdua sering memanggilnya dengan sebutan 'Tuan Muda'.
"Tuan Muda, bagaimana kabarmu pagi ini?" tanya Arkan dengan penuh hormat, saat mereka bertemu di koridor sekolah.
"Kalian berdua bawakan tas ini. Tas ini begitu berat," jawab Aiden dengan nada sombong, menyerahkan tasnya kepada Arkan dan Victor. Tanpa protes, keduanya segera mengambil tas Aiden dan mengikutinya ke kelas.
Semua guru di sekolah tidak berani menegur Aiden. Orang tuanya adalah donatur terbesar di sekolah tersebut, sehingga Aiden merasa memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada para guru. Bahkan kepala sekolah pun jarang berani menegur Aiden, takut kehilangan dukungan finansial dari keluarganya.
Di dalam kelas, Aiden selalu duduk di barisan depan, menguasai perhatian semua orang. Setiap kali guru mengajukan pertanyaan, Aiden selalu bisa menjawabnya dengan cepat dan tepat. Kepintarannya membuat para guru terkesan, meskipun mereka tidak menyukai sikap sombongnya.
Jam istirahat pun berbunyi. Dengan kesombongan yang melekat pada dirinya, Aiden menghentakkan meja dengan keras. Suara dentuman itu menggema di seluruh ruangan, membuat semua siswa terkejut. Tanpa menunggu guru mempersilakan untuk istirahat, Aiden keluar dari kelas dengan langkah yang angkuh.
Para siswi yang berada di luar kelas tidak bisa menahan rasa kagum mereka. "Aiden memang keren banget," bisik salah satu gadis kepada temannya, matanya berbinar-binar melihat sosok Aiden yang berjalan dengan percaya diri. Di sisi lain, para siswa laki-laki yang menyaksikan tingkah Aiden merasa geram. Mereka membencinya, tetapi tidak ada yang berani menunjukkan ketidaksukaan mereka secara terbuka. Aiden terlalu kuat dan berpengaruh di sekolah ini.
Saat Aiden berjalan di koridor, Arkan dan Victor dengan sigap mengikutinya, membawa tasnya seperti pelayan setia. "Tuan Muda, apakah Anda ingin pergi ke kantin?" tanya Victor dengan nada hormat.