Rindu Waktu

Baggas Prakhaza
Chapter #3

Athena

Popularitas Aiden di sekolah semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Gadis-gadis di sekolah tidak pernah berhenti mencoba mendekatinya, meskipun tidak ada yang berhasil mengambil hatinya. Satu tahun sudah berlalu sejak kelahiran adik perempuannya, Athena, yang memiliki rambut putih keseluruhan, sebuah ciri khas yang membuatnya sangat istimewa.

 Aiden sangat menyayangi Athena. Setiap pulang sekolah, ia selalu meluangkan waktu untuk bermain dan menggendong Athena di sekitar rumah. Senyum tipis yang biasanya menghiasi wajah Aiden kini berubah menjadi senyum ceria sejak kehadiran Athena. Kehadiran adik kecilnya itu membawa kebahagiaan yang tak tergantikan dalam hidupnya.

 Dua tahun berlalu, Athena kini sudah berusia satu tahun. Aiden yang kini berada di kelas 3 SMA, merasakan tanggung jawab yang lebih besar sebagai seorang kakak. Pada suatu hari, Aiden berfoto bersama Athena untuk pertama kalinya dan mengunggah foto tersebut di media sosial. Reaksi dari teman-temannya di sekolah sangat luar biasa. Semua orang melihat postingan itu dan mengomentarinya, membuat popularitas Aiden semakin meningkat.

 Sesampainya di sekolah, Aiden langsung menjadi pusat perhatian. Gadis-gadis di sekolah bertanya-tanya tentang adiknya, Athena. "Siapa nama adikmu, Aiden?" tanya salah satu siswi dengan antusias.

 Namun, seperti biasanya, Aiden hanya diam dan berjalan ke tempat duduknya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia duduk dan menaruh kakinya di atas meja, menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap pertanyaan mereka. Gadis-gadis itu saling berpandangan dengan kecewa, menyadari bahwa tak ada yang bisa menembus dinding dingin yang dibangun Aiden di sekitarnya.

 Meskipun begitu, mereka tetap tak henti-hentinya mencoba mendekatinya, berharap suatu hari bisa mendapatkan perhatian darinya. Namun, hati Aiden tetap tertutup rapat. Bagi Aiden, hanya ada satu gadis yang benar-benar berarti dalam hidupnya saat ini, dan itu adalah Athena. Dia adalah sumber kebahagiaan dan semangat baru dalam hidup Aiden, membuatnya merasa lebih hidup dan berarti.

 Sementara itu, Aiden tetap menjalani hari-harinya dengan cara yang sama, dengan popularitas yang semakin meningkat dan perhatian yang tak pernah surut dari teman-temannya di sekolah. Meskipun tak ada gadis yang berhasil mendekatinya, mereka tetap mengaguminya dari kejauhan, berharap suatu hari bisa menjadi bagian dari hidupnya.

 Namun, di balik ketenangan dan kesombongannya, Aiden merasakan beban tanggung jawab yang besar untuk melindungi keluarganya, terutama Athena. Dia tahu bahwa dunia di luar sana penuh dengan bahaya, dan dia harus siap menghadapi apapun demi menjaga orang-orang yang dicintainya.

 Tak lama kemudian, Luna memasuki kelas dengan tampilan yang berbeda dari sebelumnya. Rambutnya yang dulu terurai panjang kini diikat ke belakang, membuat para siswa dan siswi di kelas hampir tidak mengenalinya. Salah satu siswi yang penasaran bertanya, "Siapa kamu? Apakah kamu anak baru?"

 Luna menjawab dengan cuek dan judes, "Aku Luna, berikan aku jalan." Semua orang kaget dan mulai berbisik, membicarakan perubahan penampilan Luna. Aiden, yang sedang menutup matanya, membuka mata dan memandang Luna. Dia terkejut melihat perubahan tersebut.

Luna berjalan ke arah Aiden dan dengan tegas mendorong kakinya yang berada di atas meja hingga jatuh ke lantai. "Meja untuk belajar, bukan untuk keangkuhanmu itu," ucap Luna sambil meninggalkan Aiden dan duduk di kursinya di paling belakang.

 Aiden yang tidak terima dengan tindakan Luna segera menghampirinya. Luna yang sudah tahu bahwa Aiden berjalan ke arahnya, berdiri dan menantang tatapan tajam Aiden. "Kau kira aku akan hormat denganmu? Aku takut denganmu? Aku tidak pernah menganggapmu sama seperti wanita di sekolah ini sedari dulu," ucap Luna dengan penuh keberanian.

 Aiden hanya tersenyum sinis, menatap Luna dengan mata penuh kekaguman dan tantangan. Semua orang di kelas melihat mereka berdua dengan tegang, penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya. "Baru kali ini aku menemukan gadis sepertimu," ucap Aiden dengan suara rendah.

 Luna tertawa kecil. "Dan baru kali ini aku melihatmu tidak sombong," balasnya dengan sinis.

 Suasana kelas semakin tegang. Aiden dan Luna saling berhadapan, mata mereka saling menantang. Murid-murid di sekitar mereka tidak berani bergerak atau berbicara, takut mengganggu ketegangan yang memuncak di antara keduanya.

 "Jangan pikir karena kau pernah membuatku jatuh, kau bisa melakukannya lagi," kata Aiden dengan suara penuh ancaman.

 Luna menatapnya dengan dingin. "Aku tidak peduli dengan ancamanmu, Aiden. Aku hanya ingin kau tahu bahwa tidak semua orang di sini akan tunduk padamu."

Lihat selengkapnya