DARI jarak setinggi tiga puluh meter, atap-atap yang sebagian besar berwarna merah tua, abu-abu, dan jingga itu tampak seperti lukisan yang tanpa sengaja dilukiskan. Antena yang saling berjalitan di sela-sela jingga dan merah bata itu tampak seperti rambut seorang perempuan yang usianya hampir tiba di angka sembilan puluh. Masih dari jarak setinggi itu, sepeda-sepeda bekas yang kehilangan salah satu bagian roda atau memiliki bagian yang telah berkarat, terlihat seperti semut yang menyeberangi perlintasan antara reranting yang satu dengan reranting lainnya. Pada waktu-waktu tertentu, sore hari menjelang pukul lima, terdapat serombongan anak yang bermain sendiri-sendiri. Teriakannya meski tak bisa terdengar hingga tiga puluh meter jauhnya, menjadi semacam panggilan bagi siapa pun yang masih memenjarakan diri dalam salah satu dinding rumah yang seluruhnya dipenuhi berbagai macam corak buatan dan goresan seorang remaja tak dikenal yang pernah menginap di halaman salah satu rumah pada salah satu musim panas yang tak berangin ribut. Meski beberapa bangunan di kanan dan kirinya telah berganti dengan bangunan-bangunan baru yang tidak memiliki sehelai surat sebagai bukti kepemilikan syah, tulisan-tulisan seperti itu tetap dapat ditemukan pada dinding-dinding yang tidak dilapisi semen kualitas tinggi. Seseorang telah meninggalkan sebuah kata atau tiga kata agar bisa dibaca oleh siapa pun yang melintasi bangunan itu. Orang-orang yang tinggal di dalamnya, tak lagi peduli, apakah dinding tempat tinggal mereka memiliki sebuah tulisan di permukaannya ataukah tidak.
Nazli Hakan bukanlah perempuan yang terlalu pintar jika dibandingkan dengan perempuan berusia tiga puluhan yang lahir dan tumbuh di salah satu wilayah gecekondu, di sebelah barat Istanbul. Ia menyelesaikan masa studinya dengan mendapatkan nilai di bawah rata-rata pada akhir usia enam belas. Setelahnya, ia menjadi salah satu pekerja di pabrik ban, di wilayah utara Istanbul, dengan nama yang tidak pernah tercantum dalam daftar nama pekerja. Setiap pagi, ia bangun dan berangkat dengan memakai pakaian serba gelap, menggigit selembar roti lavas yang memiliki isian kemudian beranjak meninggalkan salah satu apartemen di salah satu gecekondu paling populer. Ibunya bekerja di rumah, menakar gram demi gram bubuk teh Turki yang dititipkan oleh salah seorang pekerja pabrik teh yang telah bekerja selama tiga tahun. Ia tak lagi memiliki seorang ayah sejak mereka mengalami pengusiran di salah satu wilayah gecekondu. Ayahnya bersama beberapa lelaki paruh baya hilang pada suatu hari, ketika Nazli dan sang ibu tengah memunguti barang yang bisa mereka selamatkan dari reruntuhan yang pernah menjadi salah satu dinding kamar, ruang tamu, dan kamar mandi. Pencarian mereka tak berbuah hasil. Di apartemen yang dibangun oleh beberapa paruh baya yang tersisa, mereka menunggu selama lebih dari tujuh bulan lamanya hingga akhirnya ia dan ibunya memasukkan namanya sebagai salah satu nama yang didoakan. Namanya bergabung dengan nama-nama lain yang telah mendahului. Nama buyukanne, babaanne, dan nama-nama teman sepermainan yang telah hilang. Mereka pergi tanpa meninggalkan alamat ataupun nomor telepon.
Ketika usianya masih belasan, jumlah rumah, apartemen, dan tempat tinggal lain di gecekondu yang mereka huni, tidaklah banyak. Beberapa jendela dan atap terhubung dengan satu kabel sebagai sarana untuk berbagi. Beberapa rumah memunculkan suara pada waktu-waktu tertentu, dari radio ataupun televisi yang itu pun sangat jarang menampilkan gambar utuh. Kadang, ia berupa barisan garis di antara ribuan semut yang bergerak secara teratur ke arah atas layar televisi. Biasanya, pada salah satu malam minggu, mereka, orang-orang yang tinggal di gecekondu akan mengisi waktu bersama. Duduk di depan televisi dan radio yang menyiarkan berita yang lebih sering tidak mereka dengarkan. Pada akhirnya, mereka akan bercakap-cakap sambil meminum çay dan memakan makanan yang dibawa oleh salah seorang tetangga yang baik hati. Tak jarang, pertemuan tanpa terencana itu menjadi sarana pertemuan pasangan. Seorang ibu membawa seorang puteri yang belum memiliki pasangan. Seseorang yang lain akan membantunya dengan menceritakan salah seorang kawan atau keluarga yang belum memiliki pasangan. Namun, hal itu adalah kisah atau pengalaman yang terjadi sekali waktu. Pertemuan pada malam minggu itu lebih banyak berisi lamunan, tatapan kosong ke luar jendela, dan tebaran kacang di lantai yang tidak ditutupi karpet dan selimut tebal.
Nazli Hakan tidak menemukan Zeki Hakan dari buah bibir pertemuan malam minggu. Ia bertemu dengan suaminya ketika keduanya masih bekerja di pabrik ban tempat keduanya bekerja. Tanpa perkenalan dan kartu nama, keduanya sudah saling menandai. Suatu hari, mereka tahu, mereka akan menikah setelah tiba waktunya bagi mereka untuk menikah. Ketika Zeki Hakan telah memiliki jumlah gaji yang cukup untuk menghidupi dua orang. Sama seperti Nazli Hakan, Zeki Hakan menyewa apartemen yang listriknya lebih sering tidak menyala pada pertengahan hari atau pada malam ketika sekeliling bangunan itu sedang mencapai titik paling sunyi.