Rintik dan Rincik di Istanbul

Eka Retnosari
Chapter #9

HOŞ GELDiNiZ (SELAMAT DATANG) II

Beberapa orang di dunia ini bisa mendapatkan suatu hal karena keberuntungan. Banyak orang di dunia ini bisa mendapatkan sesuatu karena hal yang diketahuinya. Sebelum Nedir Aras menikahi Zehra Hakan, ada tiga pertemuan yang pernah dilalui olehnya dan keluarga Zeki Hakan. Zeki Hakan yang gemar mendengarkan segala jenis suara yang bisa terdengar oleh daun telinga, menerima kedatangan lelaki dengan tinggi di atas seratus enam puluh lima. Nedir Aras mengatakan kepada kedua orang tuanya bahwa ia menemukan nama Zehra Hakan dalam daftar tamu yang diundang pada acara reuni teman sekolah. Undangannya disebar di media sosial. Zeki Hakan tidak terlalu memahami apa yang dikatakan oleh Nedir Aras. Ia menganggukkan kepala dan menjatuhkan rambut putih serta uban di sela-sela rambut usia tuanya. Istrinya tidak bisa memberikan senyuman kepada lelaki yang datang sendirian itu. Meski kedua tangannya dipenuhi bunga, makanan, dan buah yang bisa menempati seperempat ruangan lemari pendingin, hatinya masih berisi keraguan. Bola matanya yang menyerupai kacang almond dan berwarna cokelat muda menatapnya sekilas kemudian mempersilakannya duduk di satu-satunya sofa bunga di apartemen mereka.   

   Nedir Aras memperkenalkan dirinya sebagai anak tengah Mirac Aras. Baik Zeki Hakan ataupun istrinya tidak pernah mendengar apa pun tentang namanya. Kedua mata Nedir Aras menyapu seluruh bagian rumah yang berukuran enam kali tujuh meter. Tak ditemukan televisi ataupun radio. Pun meja yang berjumlah dua, berisi nampan dan piring-piring lebar tempat istri Zeki Hakan akan meletakkan buah-buah yang dibawanya. Tak ada surat kabar, majalah, dan apa pun yang memungkinkan bagi siapa pun untuk menemukan nama Mirac Aras.  

   Nedir Aras memutuskan untuk tidak menjelaskannya dan menyerah untuk memberitahu siapakah keluarga yang telah membesarkannya. Zeki Hakan bertanya, mengapa ia datang seorang diri. Nedir Aras berkata, ayahnya memiliki kesibukan yang lebih daripada siapa pun manusia di Istanbul. Ia bekerja mulai hari Senin hingga Sabtu dan memiliki waktu khusus untuk pertemuan keluarga pada hari Minggu.   

   “Apakah ayahmu adalah seorang guru?” tanya Zeki Hakan.  

   “Bukan. Ia seorang pengacara,” jawab Nedir Aras.  

   “Pengacara?” tanya Zeki Hakan. Istrinya duduk di sampingnya. Mendengarkan dan menunggu waktu yang tepat untuk menyeduh teh. Zehra Hakan berdiri di pintu dapur, mengelap noda yang bisa dibersihkannya.  

   “Ya,” jawabnya, tanpa diikuti dengan penjelasan. Setelahnya sunyi. Tak ada lagi yang mengajukan pertanyaan. Tak ada lagi yang memberikan jawaban. Di sudut ruangan, Zehra Hakan menjatuhkan air mata karena suatu sebab yang tak bisa ia jelaskan.  

   

*  

   

Pertemuan berikutnya bisa dikatakan sebagai pertemuan yang tidak direncanakan. Nedir Aras, untuk kedua kalinya, dengan mobil pribadinya yang ketika itu berwarna putih polos, datang untuk menjemput Zehra Hakan. Zeki Hakan sedang duduk di kursi depan bersama salah satu tetangga yang berharap bisa berlibur ke Antalya. Zeki Hakan mempersilakan Nedir Aras. Zehra Hakan boleh dibawanya pergi asalkan tidak menginap. Nedir Aras berkata, “Tentu saja.”  

Lihat selengkapnya