Rintik dan Rincik di Istanbul

Eka Retnosari
Chapter #10

HOŞ GELDiNiZ (SELAMAT DATANG) III

Sepulang dari restoran yang membawanya pada berbagai hidangan dan peralatan makan lengkap dengan kain di pangkuan, Zehra Hakan memasuki kamar tanpa kehendak untuk bercerita. Ibu Zehra Hakan telah memasuki kamar sejak pukul sepuluh malam. Ayah Zehra Hakan sedang duduk di kursi dapur, bersama gelas kosong dan teko air putih yang akan segera dituangkan. Semula, ia hendak bertanya tentang tempat atau hal yang telah dilakukannya di luar rumah. Namun, puterinya tidak terlalu ingin berkata-kata. Pintu kamar itu ditutup dengan napas yang tak beraturan. Beberapa menit lalu, Nedir Aras mengantarkannya hingga ke halaman tanpa mengeluarkan seuntai pun kaki. Pintu mobil itu tidak dibukanya. Tanpa menyempatkan diri untuk turun dan menyalami kedua orang tua Zehra Hakan, Nedir Aras mengucap pamit dan selamat malam. Ada pekerjaan yang harus dilakukan. Sepulang mengantarkan perempuan yang telah pasti akan dinikahinya, Nedir Aras mengarahkan mobil yang dihadiahkan oleh Mirac Aras pada suatu hari, ke pabrik kain tempatnya menghabiskan hampir separuh usia mudanya. Pun dua puluh empat jam waktunya. Sementara itu, Zehra Hakan merasa bingung, memilah apakah hal pertama yang harus dilakukannya pada malam seusai makan malam dengan lelaki yang telah pasti akan menikahinya.   

   Malam itu, untuk pertama kalinya, ada seorang lelaki yang mengajaknya meninggalkan rumah, dengan mobil berkilau, melewati setiap bebatuan di jalan yang sebagian besar memiliki lubang. Banyak di antara penghuni menyempatkan diri untuk melongokkan wajah, mencari tahu lelaki dalam mobil yang datang pada malam hari untuk menjemput seorang perempuan yang beruntung. Nihaye, penghuni apartemen tiga lantai yang bahkan menghabiskan waktu untuk mencatat plat nomor mobil, memastikan apakah lelaki di balik kemudi itu memiliki kumis atau janggut, memakai jaket atau baju hangat rajut mahal yang tidak dapat ditemukan di toko pakaian yang papan iklannya dipasang di samping jalan. Sulit memastikan apakah ia memiliki cincin di salah satu jemari. Nihaye tak memiliki cukup waktu untuk berlari hingga ke tangga depan apartemen untuk memastikan.   

   Mobil hitam berkilau itu hilang di ujung toko yang menjual segala jenis doner dengan harga sepuluh hingga delapan belas TL. Namun, desas-desus tentangnya, telah tersebar hingga ke dua apartemen di sebelahnya. Anak perempuan Zeki Hakan akan segera menikah dengan orang kaya, seorang pengusaha atau manajer perusahaan tingkat internasional atau seorang dosen universitas ternama di Istanbul. Beberapa penghuni apartemen yang telah terlanjur tertidur sejak pukul delapan malam, menyesalkan hal tersebut. Nihaye menjadi salah seorang sumber informasi yang paling diburu, di tengah lalu-lalang segala jenis tukang pada hari menjelang siang. Engin, lelaki yang gemar memakai kemeja saat membersihkan sampah-sampah yang berserakan di sepanjang deret apartemen distrik paling gelap di Fatih, turut menyerap informasi yang pada malam harinya akan ia teruskan kepada anak dan cucunya di meja makan.   

   Zehra Hakan membersihkan wajah yang malam itu memakai riasan yang saat itu terasa terlalu banyak. Setelah pernikahan, ia merasa riasan yang melekat di wajahnya ketika itu adalah bedak tipis yang mudah pudar saat bersentuhan dengan keringat. Setengah dari lipstik yang dipakainya hilang terbawa tisu yang ia pakai berkali-kali untuk membersihkan saus tomat dan minyak dari potongan sapi yang dilahapnya terburu-buru. Sementara itu, Nedir Aras, dengan tenang, memotong dan memindahkan setiap potongan ke mulutnya sambil menceritakan bayangannya tentang masa depan. Sebagai pembuka, ia bertanya, apakah Zehra Hakan pernah mengunjungi Şişli, satu kali dalam hidupnya. Tanpa menunggu jawaban, Nedir Aras menceritakan tentang suatu tempat ketika ia memulai usaha.   

   “Setelah menikah, kau tak usah bekerja,” ucapnya dengan pandangan mata tertuju pada hidangan di piring. Dua lelaki yang duduk tak jauh darinya telah memulai percakapan dengan ramai.   

   Setelah menikah, Zehra Hakan tak pernah bekerja. Pada waktu-waktu tertentu, ia diperbolehkan untuk melewati pintu keluar, menuruni anak tangga, dan pergi ke toko terdekat kalau-kalau ada sesuatu yang kurang di dapur. Namun, hal itu terjadi pada waktu-waktu tertentu saja. Nedir Aras adalah seorang suami yang tidak pernah melupakan setiap detail dalam keseharian. Setiap Sabtu petang, seusai memastikan pegawai terakhirnya meninggalkan meja kerja, ia akan beranjak ke supermarket untuk berbelanja. Di saku jaket, telah tersimpan secarik kertas berisi daftar bahan makanan yang diperlukan oleh Zehra Hakan untuk memenuhi lemari pendingin dan lemari bawah dapur, tempat kentang-kentang itu biasa tinggal tak lebih dari dua hari. Selebihnya, selain pertemuan keluarga pada Minggu pagi, Zehra Hakan diperbolehkan untuk meninggalkan rumah pada waktu-waktu tertentu.   

   Nedir Aras tidak menunggu pertanyaan Zehra Hakan. Ia bercerita tentang kain-kain di gudang. Belum ada percakapan tentang Mirac Aras beserta segenap anggota keluarga.   

   “Apakah kau menjual kain?” tanya Zehra Hakan tiba-tiba. Nedir Aras mengangkat wajah dan mata dari hidangan yang tinggal setengahnya. Bibirnya mengerucut, kepalanya mengangguk. Terdengar suara tawa dua lelaki di belakang tubuhnya.  

Lihat selengkapnya