Rintik dan Rincik di Istanbul

Eka Retnosari
Chapter #12

HOŞ GELDiNiZ (SELAMAT DATANG) V

Tiga cabai hijau segar tanpa satu pun lubang di permukaan, dicucinya di bawah keran yang mengeluarkan air segar. Tak jauh dari sana, tiga buah tomat segar tanpa satu pun lubang di permukaan, pun dicucinya bergantian. Cabai dan tomat kemudian diletakkan dalam mangkuk yang berbeda. Pinggan rata yang alasnya memantulkan wajah yang telah dipoles dengan sempurna hingga tak memiliki satu pun lubang di permukaan, ia letakkan di atas kompor yang apinya belum dinyalakan. Tiga tomat itu diparutnya dengan ritme yang sama. Setelahnya, ia tak lagi menimbang apakah ia akan memasukkan keju ataukah tidak. Ia membelah-belah keju putih yang telah terbagi menjadi dua bagian sejak ia menjatuhkannya tanpa sengaja. Pesan singkat itu diterimanya pada pagi hari, seusai berhias dan salat Subuh. Nedir Aras akan segera tiba. Ia sedang dalam perjalanan dari bandara, bersama Miraç Aras di sampingnya. Ia belum sempat makan pagi, dikatakannya begitu. Zehra Hakan bertanya, apakah Mirac Aras atau babacım akan makan pagi pula di apartemen. Pesan itu mengambang tanpa jawaban.   

   Satu sendok mentega ia masukkan ke dalam pinggan. Api kecil telah dinyalakan. Perlahan, ia berubah bentuk mengikuti hukum alam yang mengharuskannya begitu. Ia membuang isi cabai hijau yang tak pernah berhasil membuat Nedir Aras merasakan nyala api di mulut. Biji-biji cabai itu berjatuhan di lantai dan ibu jari kaki Zehra Hakan. Ia menunda waktu untuk membersihkannya. Cabai yang kini tak memiliki isi itu dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil. Dengan cepat, dimasukkannya ke dalam pinggan yang telah mengepulkan asap setipis tiupan mulut saat mendinginkan teh hitam yang diseduhnya seorang diri, di balkon, ketika semua bagian rumah telah tuntas dibersihkan dan kedua anaknya telah hanyut dalam permainan tanpa pertengkaran.   

   Tangan kanannya terkena cipratan minyak dari mentega yang meleleh. Parutan tomat merah dimasukkannya bersama lirikan yang tertuju pada jarum jam. Lima belas menit telah berlalu sejak ia membaca pesan singkat paling akhir yang tiba di telepon genggam. Terbayang wajah suaminya yang muncul di pintu dengan kantung plastik berisi baklava atau roti simit yang dibelinya dalam perjalanan pulang. Setiap kali akan berangkat ke Ankara, Nedir Aras selalu meninggalkan pesan untuk tidak membukakan pintu kecuali kepada Sibel dan dua istri tetangga sekitar apartemen yang diketahuinya. Seorang istri yang sedang ditinggal oleh suaminya ke tempat yang jauh, akan mudah dijadikan sasaran perampokan. Ia mengingatkan lima peristiwa perampokan yang pernah terjadi di lingkungan tempat mereka tinggal. Mengunci pintu apartemen tidaklah cukup. Ia harus dapat mengenal dengan baik setiap suara yang terdengar lewat interkom.  

   “Kau tahu bahwa ini adalah suaraku kan?” tanya Nedir Aras.  

   “Tentu saja aku tahu,” jawab Zehra Hakan. Nedir Aras mengingatkannya tentang orang-orang yang memiliki kemampuan untuk menirukan suara orang lain dengan begitu mudah. Seorang perampok yang siap merampas apa yang dimiliki oleh orang lain akan menirukan tak hanya suara, tapi juga cara berjalan, pakaian-pakaian yang biasa digunakan, aksesoris, rambut, bahkan cara ia memanggil istrinya. Ia dapat mencuri celah dan tahu kapan saat paling tepat untuk membuatnya panik hingga ia tak memiliki waktu lagi untuk menimbang dan memikirkan apakah pemilik suara di balik interkom itu adalah Nedir Aras ataukah seseorang yang berpura-pura sebagai Nedir Aras. Nedir Aras kemudian mengenang kembali beberapa peristiwa perampokan yang pernah terjadi di apartemen kanan dan kiri. Perampokan yang terjadi pada siang hari, dalam waktu empat menit. Satu orang lelaki memanjat masuk lewat tangga darurat lalu menyelinap melalui jendela dapur, setelah merampingkan tubuh selama berbulan-bulan. Satu orang akan bertugas sebagai seorang tukang pos atau pengirim bunga yang salah alamat. Ia akan mengetuk pintu atau menekan tombol bel saat pemilik rumah yang telah diketahui bahwa ia sendirian sejak lama, sedang terlelap dalam tidur siang yang nikmat. Dengan wajah kuyu dan mimpi yang belum tuntas, ia akan bertanya ada apa dan tidak akan bertanya siapa. Sementara itu, lelaki yang menyelinap akan segera mencari benda yang bisa dimasukkannya ke dalam kantung celana. Jam tangan, uang, dompet, foto-foto untuk keperluan mengidentifikasi lebih lanjut, dan lain sebagainya. Perampok yang tidak bersepatu dan tidak memakai perhiasan akan dengan cepat melintasi tempat ia pernah menyelinap kemudian melompati satu persatu anak tangga darurat dan bertemu dengan perampok lain.   

   Perampok sejenis itu akan selalu berkeliaran pada setiap harinya. Siang dan malam. Media sosial adalah tempat mereka pertama kali mencari dan mempelajari nama target yang diburu dan orang-orang di sekitar target yang sangat rajin mengunggah berbagai jenis foto tentang keseharian dan berbagai sudut tempat tinggal. Kamar tidur dengan kain sprei yang bersih dan memiliki warna senada, kamar mandi yang entah mengapa memiliki bak yang kilapnya menyerupai bibir yang mengilap, dapur yang memiliki peralatan masak yang lengkap, balkon dengan pemandangan Selat Bosphorus dari jarak belasan kilometer, dan seterusnya. Mereka memiliki satu atau dua orang yang bertugas untuk menjadi seorang perempuan yang akan memberikan pujian dan sapa, setiap hari, kepada target mereka agar target tersebut semakin sering mengunggah foto yang kelak menjadi penuntun langkah kaki mereka untuk melaksanakan aksi perampokan. Jika targetnya adalah perempuan, maka yang akan mendekatinya adalah lelaki. Jika targetnya adalah lelaki, maka yang akan mendekatinya adalah perempuan. Pujian seperti betapa hebatnya ia, betapa cantik atau tampannya ia, betapa pintarnya ia, betapa suksesnya ia, adalah gerbang utama menuju kehilangan-kehilangan pada hari esok dan seterusnya.  

Lihat selengkapnya