Pada April 1996, orang-orang sedang berbondong-bondong untuk melihat panen tulip yang jumlahnya ribuan. Nedir Aras yang ketika itu telah menambah satu gudang di kiri pabrik kain, mendapatkan kehormatan dengan kunjungan seorang kawan lama di universitas yang saat itu telah menjadi seorang akuntan di sebuah perusahaan. Mereka berjumpa dalam keheningan dinding pabrik yang empat bagian dindingnya penuh dengan guntingan kain beraneka tekstur dan motif. Tentang motif-motif itu, Nedir Aras yang menciptakannya seorang diri. Tentang tekstur-tekstur yang terbagi ke dalam delapan jenis itu, Nedir Aras pula yang merancangnya seorang diri. Saat itu, ia memiliki sepuluh pekerja yang masing-masing menangani satu bidang saja. Satu orang lelaki yang telah menikah dan memiliki satu anak yang berpengalaman dalam hal pembukuan. Satu orang perempuan berusia lima puluh yang telah berpengalaman menjadi koki di desa tempatnya tinggal. Setiap harinya, koki itu akan meracik satu panci besar çorba dan sayuran berisi kentang, wortel, kacang polong, dan bola-bola daging (köfte) pada waktu tertentu. Untuk mereka, para pegawai pabrik yang kelaparan. Satu orang lelaki tua berusia empat puluh lima yang pandai membersihkan segala jenis debu dan kotoran. Satu orang lelaki yang tidak bisa berbicara, yaitu lelaki yang sepanjang harinya mengisi waktu dengan mengencani mesin-mesin pencetak kain yang sekali ia menyalakan tombol on maka ia akan memerlukan waktu dua belas jam untuk mematikannya. Satu orang lelaki bertubuh besar yang memiliki tenaga berlebih untuk mengangkat kain-kain polos tanpa celupan. Ia bertugas untuk memberikan warna pada kain-kain itu. Ia yang tak akan memuntahkan apa pun dari dalam perutnya karena mencium aroma menyengat pewarna kain. Dua sopir yang masih membagi waktu kerjanya dengan menjadi pengemudi mobil jemputan sekolah swasta. Tiga orang terakhir adalah tiga orang yang datang pada waktu bersamaan, setelah membaca iklan di surat kabar Sabah. Tiga orang yang terpilih dari enam belas pelamar yang memberanikan diri untuk datang secara langsung. Nedir Aras tengah mempertimbangkan penambahan jumlah karyawan yang disebabkan oleh penambahan jumlah mesin kain di pabrik. Nedir Aras yang masih lajang, belum memiliki seorang sekretaris yang bisa mencatat setiap detail peristiwa yang terjadi di pabrik. Karena itu, mengiklankan seorang sekretaris di surat kabar adalah salah satu agenda yang ia lakukan. Ketika Nedir Aras sedang sibuk-sibuknya merekrut karyawan-karyawan baru untuk pabriknya, datanglah pertemuan yang tak pernah disangkanya. Pertemuan dengan seorang kawan lama yang akhirnya menjadi jembatan penghubung antara ia dengan Zehra Hakan. Kawan lamanya adalah orang yang pernah berbincang dengan Zeki Hakan, pada suatu pagi di kedai ketika matahari pagi sedang cerah-cerahnya. Tanpa sebuah foto, kawan lamanya memperkenalkannya pada kisah tentang sebuah keluarga yang memiliki seorang anak perempuan yang siap menikah, kapan pun saat seseorang datang untuk memintanya.
"Kau bisa menjadikan ia sebagai sekretarismu jika kau mau," kata teman lama yang saat itu adalah pembuka. Nedir Aras tertawa dan berkata bahwa seumur hidupnya tak pernah sedikit pun terpikir untuk memperkerjakan salah satu anggota keluarga. Pun jika suatu hari nanti, ia benar-benar menikah dengan Zehra Hakan. Istrinya akan ia tempatkan di dalam rumah. Ia akan menjadi seorang penyimak kisah-kisah penting saja tentang peristiwa yang terjadi di pabriknya kecuali pertengkaran.
Teman lama berkata tak apa. Tidak menjadikan Zehra Hakan sebagai salah seorang pekerjanya tak akan membuat hatinya patah. Ia menawarkan banyak karyawan dan mesin pembuat kain, yang tentu saja baru, untuk pengembangan pabrik kain Nedir Aras. Nedir Aras tidak langsung mengiyakan. Ia harus mengingat dan mengenang-kenang jumlah kepercayaan yang ada pada dirinya kepada teman lama yang lama tak dijumpainya. Ruang lengang di pabrik masih menawarkan harapan bagi jumlah keuntungan yang bisa ia peroleh dengan menambah jumlah mesin produksi dan sumber daya manusia. Selain itu, ia memiliki jumlah uang yang cukup sebagai cadangan modal untuk lima tahun ke depan. Ia menerima keduanya. Alamat yang membuatnya berjumpa dengan Zehra Hakan dan kesempatan untuk meningkatkan keuntungan pabrik kain.
Tiga tahun setelahnya, ia bertemu kembali dengan teman lamanya yang berjasa. Di sebuah perayaan yang diadakan oleh salah seorang kolega Mirac Aras, di antara denting garpu dan sendok serta piring-piring berisi makanan penggugah selera, Nedir Aras mengucapkan terima kasih atas tawaran yang pernah ia berikan. Keduanya bergenggaman tangan.
“Kau menikah dengan Zehra Hakan?” tanya teman lamanya.
“Iya. Itu sudah terjadi tiga tahun yang lalu,” ucapnya yang disambung dengan gumaman tentang ia yang tak mengundang teman lamanya sebagai salah satu tamu undangan. Tak ada pesta besar yang terjadi pada tiga tahun sebelumnya. Sebuah hari ketika dua lelaki yang berlainan jumlah kekayaan menjadi satu. Nedir Aras menceritakan enam jenis hidangan yang tersaji di meja makan keluarga Zeki Hakan. Nasi pilav yang telah dimandikan dengan kunyit dan kismis yang disajikan dalam nampan lebar yang bisa diambil oleh kerabat Zeki Hakan. Tujuh ekor ayam panggang adalah hidangan utama yang bisa diambil sesuka hati. Mereka yang sangat lapar boleh mengambil potongan besar, sementara ia yang malu-malu boleh mengambil potongan kecil. Sebuah pisau lebar diletakkan di samping pinggan abu-abu terang yang bisa dicapai oleh siapa pun yang menginginkan. Baklava yang dibuat oleh istri Zeki Hakan menjadi hidangan yang paling banyak diburu oleh puluhan orang. Dua puluh orang hadir pada hari itu. Setelahnya, semua orang berpulangan dengan sunyi di kedua telinga dan suara langkah kaki sepatu yang berpadu dengan bebatuan di halaman rumah Zeki Hakan.
“Sayang sekali kau tidak bisa melihat itu semua,” ucap Nedir Aras di hadapan teman lama yang menyimaknya dengan saksama. Teman lama mengatupkan bibir. Ia menggenggam segelas minuman soda yang telah ditenggaknya seperempat bagian. Ia tak melihat kehadiran Zehra Hakan di antara tamu-tamu yang berbincang ataupun berdiri di tengah ruangan sambil memperbincangkan klien-klien mereka yang bodoh dan mudah dibohongi serta dapat dipermainkan oleh sugesti.
“Bagaimana dengan bisnismu? Kudengar kau tak memiliki satu orang pun pesaing,” teman lama tersenyum kepada Nedir Aras yang enggan memalingkan pandangan kepada siapa pun di ruangan.
“Di Istanbul, iya,” jawab Nedir Aras. Tiga tahun sebelumnya, pernah ada pabrik serupa yang berusaha mati-matian meniru pabrik yang didirikan dan dikelolanya. Pabrik semacam itu tak akan memiliki usia yang panjang. Ia atau mereka yang berusaha membuat pabrik serupa, meniru kain yang berhasil diedarkannya di pasaran. Mereka meniru motif-motif yang diproduksinya. Kotak-kotak, polkadot, garis-garis, dan abstrak yang tak mungkin memiliki kesamaan dengan motif mana pun. Mereka pun meniru tekstur yang biasa diproduksi oleh pabrik Nedir Aras.
“Kau tahu, mereka bisa mencuri apa pun tapi segala jenis tiruan tak akan bisa bertahan lama,” Nedir Aras tak perlu menyebutkan pabrik-pabrik yang pernah berusaha keras untuk menjadi seperti pabrik kain kesayangannya. Teman lama Nedir Aras berkata tentu saja. Banyak surat kabar yang telah memuat profilnya dan memasukkannya sebagai salah satu pengusaha paling sukses di Istanbul. Beberapa hari setelah itu, Nedir Aras menjanjikan hadiah sebagai ucapan terima kasih atas apa yang telah dilakukannya kepadanya. Ia menjanjikan mobil terbaru yang bisa menempati basemen apartemen mewahnya di utara Istanbul. Namun, Nedir Aras tak pernah pandai menerka apa yang akan terjadi pada kemudian hari. Hadiah yang telah direncanakannya tak pernah tiba di garasi teman lama karena satu hari sebelumnya, teman lamanya meninggal dunia karena serangan jantung.