Zehra Hakan tidak tahu bahwa sebagian besar penduduk kota Istanbul yang menempati wilayah gecekondu telah terlahir dan tumbuh sebagai penagih dan peminta pada kemudian hari. Ia memiliki seorang kakak lelaki yang ketika pernikahannya telah memasuki usia satu tahun, menemui dirinya. Seperti seorang penagih utang, dimintanya berapa pun lira yang dimilikinya. Entah bagaimana ia menemukan adik semata wayangnya. Uang yang dimilikinya adalah seribu TL yang terdiri atas beberapa helai pecahan lima puluh dan sepuluh. Zehra Hakan tak sanggup menolak. Uang itu diberikannya kepada kakaknya yang membawa belati di saku celana. Seluruhnya. Kakak Zehra Hakan yang gemar meminum minuman keras setiap hari Sabtu di salah satu taman kota, tidak mengatakan apa pun tentang tujuan. Ia sedang membutuhkan uang. Ia tak mengabarkan kelahiran anak tetangga atau orang tuanya yang semakin sering berkutat dengan kantung teh. Ia belum menikah. Seorang perempuan yang malas dan gemar meminum minuman keras akan dipilihnya pada suatu hari atau sebaliknya.
"Kau adalah istri seorang anak pengacara terkenal," kakak Zehra Hakan mengingatkan. Zehra Hakan tidak tahu apakah hal itu merupakan keberuntungan ataukah tidak. Apakah hal itu memiliki arti khusus ataukah tidak. Sebagian lelaki kaya di Istanbul akan mencari perempuan seperti Zehra Hakan untuk dijadikan istri yang dapat tinggal di rumah. Mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga sejak bangun tidur hingga menjelang tidur. Mereka memakai seragam berupa pakaian yang memiliki motif yang sama setiap hari. Bekerja di rumah, tanpa upah, dan berdandan pada akhir minggu untuk diperlihatkan kepada orang-orang bahwa ia adalah istrinya. Sebagian lelaki kaya di Istanbul yang jatuh hati kepada perempuan pekerja akan menyewa pembantu yang bekerja paruh waktu. Pembantu itu akan bertugas membersihkan rumah dan seisinya saat pasangan suami istri sedang berada di luar rumah. Jika suatu hari nanti mereka memiliki anak, seorang pengasuh paruh waktu akan disewa selama mereka bekerja. Sebagian lelaki malas di Istanbul akan mencari perempuan yang tidak pernah duduk di bangku kuliah untuk dinikahi.
Perempuan yang begitu mudah untuk dinikahi. Mereka yang sedang atau pernah bekerja, yang akan berkata tak apa seandainya suami mereka kehilangan penghasilan pada suatu hari. Lelaki-lelaki pemalas itu akan menikahi perempuan pekerja pabrik atau penjaga toko, menenggak beberapa kerat bir pada Sabtu, dan tidur sepanjang hari pada Minggu. Lelaki-lelaki malas yang tidak bekerja akan menyerah pada akhirnya, jika pada ujung usia empat puluhnya, tak ada perempuan yang ditemukannya. Lelaki yang mapan, kaya, memiliki orang tua yang juga kaya, akan menikah dengan dirinya sendiri. Uang seribu TL diterimanya tanpa dihitung. Ia percaya, adiknya telah menyerahkan uang sebanyak itu. Uang yang didapatnya dari simpanan uang belanja. Ia berjanji kepada dirinya akan memberi tahu Nedir Aras tentang kunjungan kakaknya yang tiba-tiba. Kakak Zehra Hakan tak peduli apakah Nedir Aras mengetahui kedatangannya ataukah tidak.
"Jika aku bisa bekerja di pabrik suamimu, kabari aku, ya," ucap kakak Zehra Hakan sebagai kalimat penutup dari kunjungannya. Ia sempat meminum teh, memakan beberapa potong biskuit, dan mengomentari betapa nyaman dan bersihnya apartemen yang ditempati oleh adiknya. Sofanya yang tampak seperti baru. Kain permukaannya yang lembut dan bersih dari noda.
"Sofa itu baru. Suamiku baru membelinya enam bulan lalu," ucap Zehra Hakan ketika kakaknya baru tiba dan merebah di atas salah satu sofa. Ia menyentuh bantal, kaca meja, tirai dalam dan tirai luar, lemari yang di dalamnya terdapat cangkir yang dimintanya.
"Aku tak bisa memberikan cangkir itu tanpa seizin suamiku," ucap Zehra Hakan ketika ia tengah mencari uang seribu TL yang disimpannya di dalam teko keramik, di lemari atas dapur yang berdampingan dengan cangkir jenis lain. Zehra Hakan tak menjanjikan pekerjaan. Uang seribu TL yang telah dikumpulkannya selama satu tahun itu dilepaskannya begitu saja. Ada rasa berat menggelayut di dada. Rasa berat itu membuatnya harus menunda percakapan dengan Nedir Aras ketika ia kembali dari kantor. Wajahnya sedang dalam keadaan tenang.