Rintik dan Rincik di Istanbul

Eka Retnosari
Chapter #27

İYİ GUNLER (SEMOGA HARİMU MENYENANGKAN) X

Akhirnya, tiba pula salah satu minggu dari minggu-minggu yang biasa tiba bagi keluarga Mirac Aras setelah dua minggu lamanya, Nedir Aras tak berkunjung ke rumah keluarga besar. Mereka telah berkumpul bersama kendaraan masing-masing yang telah dicuci dan dilapisi lilin yang tak akan rela mendapatkan goresan dari beberapa pelaju sepeda motor atau sepeda roda dua yang muncul secara tiba-tiba. Tangan mereka dipenuhi banyak makanan yang dikemas dalam kotak atau kaleng khusus, dengan merk terukir warna emas yang berkilau.

Zehra Hakan hadir di tengah-tengah mereka seperti hantu yang tak bisa dilihat. Kudapan berkeju tebal yang dibuatnya selama satu jam menempati sudut meja. Tanpa satu pun anggota keluarga Mirac Aras yang menyentuh. Mereka saling bercakap tentang berbagai kasus yang sedang mereka tangani. Seorang bapak yang mencuri, penculikan anak di Istanbul, pembunuhan seorang pengusaha yang bekerja sama dengan pengusaha dari negara tetangga, dan pilihan mereka ketika pemilu yang tak pernah dirahasiakan berlangsung. Sebnem Yağmur muncul dari dapur. Dipanggilnya Zehra Hakan dengan bisikan. Hatinya terasa hangat seketika karena panggilan yang tak biasa. Diperbaikinya letak kain kerudung di atas kepala. Kalau-kalau letaknya tak simetris dan terlalu bergeser ke arah samping.

Ehsan dan Selim bermain di atas karpet. Ia berpesan agar keduanya tak saling berebut mainan. Saat tiba waktu bagi keduanya untuk mengawasi, maka mereka akan mengawasi. Mengamati berbagai mainan yang harganya di atas lima ratus TL. Diletakkan dalam kotak plastik yang tak akan terbelah meskipun dua anak berusia lima tahun mendudukinya sambil bercanda dan terbahak. Pembantu Sebnem Yağmur keluar dari dapur saat Zehra Hakan memasuki. Aroma mentega yang dipanaskan merasuki rongga hidung Zehra Hakan. Sebnem Yağmur dengan wajah yang diselimuti kilap dari bedak dan alas bedak ratusan TL-nya tengah berdiri di samping meja dapur yang setiap bagiannya telah dibersihkan oleh pembantu. Tak ada kotoran atau minyak di permukaan.

“Ayo, ke marilah…” bisik Sebnem Yağmur. Dengan ujung dagunya, ia menunjukkan kursi yang dapat diduduki oleh Zehra Hakan. Kursi dari bahan kayu di samping meja mungil warna cokelat. Di kursi dan meja itulah, pembantu Sebnem Yağmur biasa menyantap jatah makan pagi, makan siang, dan makan malam. Dengan piring, gelas, dan sendok yang hanya boleh digunakan olehnya. Piring putih polos, gelas bening, dan sepasang sendok tanpa pisau yang selalu dicucinya tepat waktu. Zehra Hakan mengikuti perintah Sebnem Yağmur.

Ia duduk di kursi itu dengan sepasang tangan tertelungkup di atas kedua paha. Ia memakai pakaian terbaiknya meskipun tak baru. Dua kali dalam setahun, Nedir Aras membelikannya pakaian baru. Membawa pulang sehelai atau dua helai pakaian terusan yang dibelinya di salah satu toko di pinggir jalan. Dengan tanpa memarkirkan mobil di salah satu tempat parkir. Zehra Hakan merapikan kain kerudung yang memiliki kusut di beberapa bagian. Untuk pertama kalinya dalam puluhan jadwal pertemuan keluarga yang biasa dihadiri, ada seseorang yang melihat, berbicara kepadanya, dan memberikan waktu khusus untuk makanan.

“Kau sudah makan?” tanya Sebnem Yağmur.

“Belum,” jawab Zehra Hakan.

Sebnem Yağmur mengambil piring putih lebar yang terletak di samping. Dalam piring itu terdapat pide yang telah dipanggang dalam oven beberapa menit sebelumnya. Pide itu masih panas. Masih terdapat kepulan yang terbang dari isian yang lembut kecokelatan. Aroma mentega semakin tercium. Zehra Hakan menoleh dan berbinar seketika, melihat ibu mertuanya melakukan satu hal yang belum pernah dilakukan.

Lihat selengkapnya