Nuray Petek memandangi kartu undangan di tangan. Kartu tebal yang dapat membuat ibu jari seseorang terasa sakit saat ia terjatuh secara tiba-tiba. Tanpa disengaja ataupun disengaja. Kartu itu berwarna cokelat muda dengan tulisan bertinta emas yang kilaunya bisa dilihat dari jarak lima meter. Terdapat lima lembar isian yang dapat membuat tamu yang diundang ke pernikahan itu enggan untuk membuangnya ke tempat sampah. Tak seorang pun berani untuk melakukan. Membuangnya sama artinya dengan mendaftarkan diri mereka untuk mendapatkan teror bertubi dari semesta, dari seluruh dunia dan penghuninya.
Tamu yang diundang oleh baba tercinta, akan memajang kartu itu sebagai kesyukuran. Bahwa ia atau mereka adalah orang-orang terpilih yang beruntung dan mengecap kesuksesan dalam hidup. Mereka memiliki karier yang telah berlintasan dengan salah satu anggota keluarga Nuray Petek. Menjadi seorang perempuan yang sukses dan beruntung, pintar dan kaya, cantik dan terampil mengemudi membuatnya harus bertemu dengan kekalutan pada awalnya.
Ketika ia harus menentukan orang-orang dalam hidup yang harus ia masukkan ke dalam daftar tamu undangan. Terlalu banyak teman membuatnya tiba pada kebingungan. Ia memperkirakan dan membayangkan nama orang-orang yang tak pernah lupa mengucapkan selamat pagi dalam hidup. Pun ucapan dan doa keselamatan pada tanggal ketika ia dilahirkan. Ayahnya membatasi tamu undangan hingga angka seratus. Hal itu semakin membuatnya pusing. Dalam tab emas kesayangannya, dibuatnya daftar nama. Ia memisahkan daftar nama teman kerja atau orang-orang yang akan menghubunginya saat bertemu dengan masalah.
Nuray Petek menghapus nama-nama itu dan menggantinya dengan nama-nama perempuan dan lelaki yang memiliki karier yang sama dengan dirinya. Mobil yang sama, rumah yang sama, dan popularitas yang sama. Ia mendapatkan lima puluh nama. Ia harus menambah lima puluh nama lain. Ia mencarinya dalam ingatan. Tentang orang-orang yang selalu membersamainya saat duka, saat tertimpa kemalangan. Ia nyaris lupa, kapan terakhir kali ia mendapatkan hari paling sial dalam hidup. Ia adalah perempuan yang selalu mendapatkan kemenangan. Ia selalu mendapatkan senyuman dari semua orang. Sapaan selamat pagi, orang-orang yang entah mengapa selalu saja peduli pada kabarnya. Pada kesehatannya, pada suasana hatinya, pada bros bunga emas berkilau di permukaan jasnya, pada riasan di wajahnya. Semua orang selalu dapat melihat ke arahnya saat ia melintas bersama sepatunya yang dapat terdengar hingga ke seluruh ruangan yang mampu memantulkan gema.
"Apakah Nona baik-baik saja?" tanya seseorang yang berpapasan dengannya yang sepasang mata itu tak akan dibiarkan tertutup sebelum Nuray Petek beranjak pergi. Ia memasukkan beberapa nama yang tidak mencapai angka dua puluh. Ia merasa itu sudah cukup. Ia akan menambah jumlah yang tersisa dengan nama kerabat yang pernah menghadiahinya benda-benda pertama yang dimilikinya dalam hidup. Sepeda pertama yang bersambung dengan sepeda kedua, sepeda ketiga, dan seterusnya. Piano pertama, telepon genggam pertama, sepatu balet pertama, gaun merah muda pertama. Ia mengenang keluarga adik ibunya yang pernah tinggal bersamanya ketika usianya hendak memasuki angka tujuh tahun. Orang-orang dalam keluarganya yang pernah memberikan tepukan hangat di bahu atau punggung saat sesuatu terjadi pada harinya, pada kesehariannya.