Rintik dan Rincik di Istanbul

Eka Retnosari
Chapter #49

AFiYET OLSUN (SELAMAT MAKAN) XIV

Pabrik itu berada pada ketinggiannya. Terletak di samping deretan pepohonan yang memiliki tinggi yang sama dengan cerobong asap berjumlah dua. Dua cerobong itu terletak pada sudut halaman depan dan halaman belakang pabrik kain yang permukaan tanahnya ditutupi banyak rumput. Setiap kali bus dengan penumpangnya melintasi kawasan itu, mereka selalu mencuri pandang dengan sudut matanya. Meski pandangan yang mereka lihat selalu sama. Sebuah kawasan luas yang sepi. Jika mereka memiliki saputangan di tangan, mereka akan menggunakan itu untuk menutupi hidung.

Aroma khas itu selalu memiliki ruang untuk tinggal lebih lama. Ia masuk melalui kaca jendela dan menempati ruang ingatan orang-orang. Tahun itu bukanlah tahun terbaiknya untuk memperkenalkan keberadaannya sebagai salah satu pabrik paling sukses. Pada akhir 2009, pabrik itu pernah melalui masa paling berat. Nedir Aras harus mengeluarkan uang sebanyak satu juta TL demi membayar orang-orang penting di surat kabar agar mereka tidak memberitakan kelanjutan peristiwa meluapnya air sisa pembuangan yang mengalir hingga ke ruas jalan. Air itu menggenang setelah menempuh perjalanan. Dari dataran tinggi hingga ke ruas jalan paling rendah. Mobil-mobil pribadi yang melintas dengan cepat, menabrak genangan yang memiliki aroma busuk. Ia terciprat ke wajah pejalan kaki yang sial karena harus melintasi jalanan dengan memasang masker di wajah.

Jika mereka tak beruntung karena tak memiliki masker, mereka akan menaikkan kaus atau pakaian yang dipakainya untuk menutupi segala ruang yang masih memiliki udara untuk dihirup. Cairan kental dan lengket itu tinggal dalam ban mobil dan sebagian kaca jendela. Aromanya tinggal lebih lama hingga menempati garasi yang menjadi tempat hunian mobil-mobil itu. Orang-orang mengenang aroma itu sebagai aroma paling menjijikkan yang pernah masuk ke dalam rongga hidung. Saat mereka tiba di rumah dan apartemen tempat tinggal mereka, aroma yang masih tersisa di rongga hidung itu membuat mereka harus memuntahkan semua yang tinggal dalam lambung. Mereka bersumpah tak akan melintasi jalan itu lagi selamanya. Seorang pengemudi kendaraan pribadi yang gemar berbicara, melaporkan temuan itu ke surat kabar paling kesohor di Istanbul.

Pemburu berita segera mendatangi lokasi. Mereka mengambil foto-foto di sekitar pabrik. Selokan dan genangan yang tiba hingga ke jalan. Tanpa melakukan wawancara dengan pemilik pabrik dan seorang pun karyawan, mereka membuat berita itu dan menjadikannya sebagai pengisi halaman depan surat kabar yang membuatnya diburu oleh banyak orang. Mirac Aras segera menghubungi anak ketiganya dan menampar pipinya saat mereka bertemu di ruang kerja. “Bagaimana mereka bisa mengetahui semua ini?” tanya Mirac Aras dengan nada tinggi dan meninggalkan tamparan kedua di pipi kiri. Surat kabar itu segera diraihnya. Ia tak membacanya secara utuh. Namun, sekilas matanya telah dapat menangkap dengan jelas, maksud dari tulisan itu. Wajahnya merah padam.

“Ini bukan tentang mereka,” ucap Nedir Aras.

Lihat selengkapnya