Zehra Hakan menenggak teh hangat dari cangkir yang telah memiliki retakan. Teh itu tak memiliki rasa manis. Lelaki itu melarang istrinya untuk memasukkan sebongkah gula dan percakapan. Teh tawar itu terasa begitu nikmat. Dua kerat roti tanpa olesan dilahapnya dan ditandaskan dalam itungan detik. Lelaki itu meminta istrinya untuk menutup pintu kamar yang biasa ditempati oleh anak keduanya. "Anne, siapa ia?" tanya anaknya. Ibunya tidak menjawab. Ia memindahkan kedua anaknya ke dalam kamar. Kemudian memintanya untuk tidak pergi ke mana pun. Dalam kamar, Zehra Hakan terbaring di atas selimut biru. Dengan penghangat ruangan yang dimatikan. Seluruh bagian kaca ditutupi tirai dan kain tule tipis. Di samping tempat tidur, terdapat kipas angin setinggi satu setengah meter. Deretan foto yang dipajang di dinding kamar, membuatnya terkenang kepada dua anaknya. Zehra Hakan menangis dan memanggil Ehsan dan Salim. Jemarinya meremas pinggiran tempat tidur dan selimut. Tanpa sadar, ia memasuki alam mimpi.
*
Suara alarm sebagai tanda pergantian sif terdengar hingga ke pos penjagaan. Terdapat dua pos di area pabrik kain Nedir Aras. Satu pos berisi dua penjaga di bagian depan dan satu pos berisi dua penjaga di bagian belakang. Pegawai pabrik berseragam segera menyudahi pekerjaan yang sedang mereka kerjakan. Hari itu adalah hari terakhir dan akan menjadi hari terakhir mereka mengerjakan pekerjaan yang menghidupi mereka selama beberapa tahun. Pengumuman itu telah diedarkan tiga hari sebelum hari itu tiba. Untuk sementara waktu, mereka akan beristirahat di rumah. Mengikuti pabrik lain yang mulai menghentikan segala kegiatan. Sekolah-sekolah telah diliburkan. Murid dan guru telah menutup jendela dan pintu rumah rapat-rapat. Mereka berbaris di tengah koridor. Mereka mematuhi aturan untuk tidak berbicara sepatah pun kata. Terlebih pada Januari ketika orang-orang berhenti menyalakan televisi. Sebagian dari pegawai pabrik kain Nedir Aras, tidak pergi melintasi pagar itu. Mereka menuruni anak tangga untuk memasuki ruangan-ruangan berisi tempat tidur dengan kain sprei dan selimut tipis yang sama. Mereka tinggal di luar kota. Puluhan pegawai pabrik memutuskan untuk memakai fasilitas yang diberikan oleh Nedir Aras kepada pegawai-pegawai yang telah direkomendasikan oleh Mirac Aras. Di seberang pepohonan, terdapat dua lelaki pengintai yang sedang menjalankan tugas. Mereka mengawasi gerak-gerik dari seisi pabrik. Warna pakaian seragam pegawai, wajah penjaga, dan segala jenis kendaraan yang melintasi pagar. Dua hari sudah Nedir Aras tidak menghadiri rapat penting terkait aturan yang diberlakukan oleh pemerintah. Nedir Aras meninggalkan sebaris pesan singkat kepada sekretaris agar ia mau mengambil alih peran selama dua hari. Ia sedang menyiapkan sesuatu untuk pernikahan. Sebagian pegawai pabrik Nedir Aras mengemasi pakaian dalam keadaan sunyi. Dikeluarkannya tas dan koper-koper mungil yang mereka bawa dari kota kelahiran. Mereka saling menatap kemudian merahasiakan rencana yang semula tersimpan rapi dalam agenda masing-masing. Seseorang di pojok ruangan tiba-tiba tersedu. Orang-orang di ruangan itu menghentikan sejenak pekerjaan yang sedang mereka kerjakan. Namun, mereka tak memiliki keberanian untuk menghampiri dan mengatakan sesuatu yang bisa meredakan isakan. Semua orang tiba-tiba mengalami hal yang sama pada satu waktu.